PROLOG

286 13 6
                                    

Cast:

Naoi Rei/Rei Lee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naoi Rei/Rei Lee

Naoi Rei/Rei Lee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lee Heeseung

Lee Heeseung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karina

Lee Riki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lee Riki

***

Suara pintu rumah yang dibuka membuat Rei segera keluar dari kamarnya. Dengan dress warna sky blue se-lutut, serta hiasan pita-pita kecil warna putih menambah estetika dress yang sengaja dibeli untuk acara hari ini.

Bukan hari yang terlalu spesial sebenarnya, hanya makan malam romantis biasa di sebuah restoran favorit dirinya dan sang suami.

Heeseung meminta izin untuk pergi ke kantor dulu karena ada rekan kerja yang bermasalah. Sekarang, lelaki yang ditunggu Rei nyaris dua jam itu sudah tiba.

Wajah sumringah Rei yang sedari tadi terpanggang menghilang ketika mendapati Heeseung, suaminya berdiam diri di depan pintu rumah dengan satu tangan menggendong seorang anak kecil, atau lebih tepatnya balita?

Tidak ingin membiarkan pikiran buruk menguasai dirinya, Rei menarik sudut bibirnya mengukir senyuman yang tenang, meski dalam hati merasa aneh dengan diamnya Heeseung sembari menatap dirinya dengan tatapan mata yang sulit diartikan.

"Kakak bawa anak siapa itu?" tanya Rei, dibarengi kekehan pelan, menghalau gugup yang tiba-tiba datang.

Memang, siapa yang bisa berpikir positif ketika seorang istri mendapati suaminya pulang bersama anak yang bukan merupakan anak mereka.

Rei baru saja keguguran satu bulan lalu. Apakah dia anak yang dijanjikan Heeseung untuk diadopsi? Tapi mereka belum ada pembicaraan lebih lanjut untuk hal se-serius itu.

Rei berjalan mendekati Heeseung yang terus diam, lelaki itu terlihat was-was. Apakah sangat sulit menjawab pertanyaannya?

Heeseung bisa melihat Rei yang sudah berdiri tepat di hadapannya. Pelukan pada anak dalam gendongannya ia per-erat.

"Kak? Aku tanya loh, Kakak bawa anak siapa?" tanya Rei, lagi.

Perempuan itu mendengar helaan nafas berat yang dihembuskan suaminya. Membuat Rei memainkan jemarinya, risau.

"Kak?" panggilnya.

"Ini.. anakku."

Rei tidak tahu harus bereaksi apa, dia mencoba menajamkan pendengarannya namun yang terngiang tetap kata yang sama 'anakku', katanya.

Heeseung kembali diam setelah mengatakan hal yang luar biasa mengejutkan bagi Rei. Memerhatikan reaksi yang ditunjukkan Rei, meminta penjelasan lebih, namun Heeseung tidak tahu harus memulainya dari mana.

"Ma-maksud Kakak? Anak kita 'kan? Kakak mengadopsi anak untuk dibawa kemari?" tanya Rei, suaranya terasa tercekat. Meski perasaan sudah campur aduk, pikiran Rei mencoba untuk tetap positif.

Dan gelengan yang diberikan Heeseung membuat pertahanannya runtuh seketika. Air matanya menetes satu persatu, saling berlomba menyuarakan sesak di dada.

"Tolong bicara yang jelas! Jangan buat aku pusing!" teriak Rei tiba-tiba, membuat anak dalam gendongan Heeseung terkejut dan mulai menangis.

Tangan Heeseung yang gemetar coba menenangkan anak laki-laki itu, suara tangisan dari dua orang berbeda membuat kepalanya pening.

"Rei, ini anakku. Bukan anak adopsi dari mana pun, ini, anakku. Putra kandungku." Heeseung masih tidak menjelaskan secara terus terang.

Hal itu jelas membuat Rei sesak luar biasa. Anak kandung Heeseung? Tapi, Rei sudah bersama Heeseung lebih dari 10 tahun.

Lalu, bagaimana..

"Rei, maaf. Tapi aku sudah berkhianat padamu." Kalimat itu meluncur begitu tenang, seolah bukan ribuan jarum yang melukai perasaan Rei yang mendengarnya.

"Kak?"

"Maaf." Dan Heeseung mulai ikut terisak.

***

Heeseung membawa Rei masuk kembali ke kamar, meninggal anak laki-laki yang dia akui sebagai putranya di kamar tamu dalam keadaan tertidur pulas.

Masih dengan isak tangis yang tertahan, Rei enggan ketika lengannya ditarik pelan untuk duduk di sisi ranjang.

"Siapa anak itu?" tanya Rei, meski sudah mendengar jawaban dari Heeseung sebelumnya, namun Rei tetap tidak rela mengakui itulah kenyataannya.

"Namanya Riki, Lee Riki," jawab Heeseung. Tangannya menggenggam erat lengan mungil Rei yang mencoba membebaskan diri.

Perempuan itu menggeleng, bukan itu yang ingin dia dengar. Tapi jelaskan semuanya. Jangan setengah-setengah seperti ini.

"Kakak bakal jelasin, tapi kamu-"

"Cepat! Jangan pakai tapi lagi!" kesal Rei, Heeseung terus bertele-tele di situasi yang tidak seharusnya.

Heeseung menunduk, tidak kuat harus menatap netra kembar penuh air mata milik istrinya itu. Perempuan yang dia nikahi 4 tahun lalu.

"Maaf, tapi Kakak sudah berkhianat. Dan Riki adalah hasil dari hubungan gelap Kakak bersama-" Heeseung tidak melanjutkan penjelasannya ketika Rei mulai menangis lebih deras.

Lelaki itu peluk tubuh yang saat ini tengah rapuh, atas perbuatannya. Meski Rei mencoba melepaskan, tapi apalah arti tenaganya di hadapan Heeseung.

"Jahat," lirih Rei. Heeseung mengangguk, mengiyakan titel baru itu untuk dirinya.

"Maaf Rei, maaf," ulang Heeseung.

"Siapa Ibunya?" Pertanyaan itu akhirnya keluar, dan Heeseung kembali tidak siap dengan reaksi yang akan diberikan Rei.

Namun ini sudah konsekuensi dari perbuatannya.

"Karina."

***
Belum apa-apa sudah, ah, sudahlah.
Bertemu di bab satu.







Bersambung...

Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang