Tidak ada yang berubah.
Heeseung masih sama saja, meluangkan waktu beberapa jam di waktu pagi bersama Rei, lalu sisanya digunakan untuk bekerja dan menghabiskan waktu bersama Riki.
Rei tidak lagi mempermasalahkan.
Tapi, untuk hari ini, perempuan itu sedikit berharap Heeseung mengerti.
Maka, setelah selesai sarapan, Rei menahan Heeseung untuk berangkat bekerja. Sedikit memohon karena Heeseung tampaknya agak kesal.
"Sore ini, Kakak bisa pulang cepat?" tanya Rei.
Wanita itu menunduk ketika Heeseung menatapnya tajam. Jelas menggambarkan penolakan keras, seperti biasanya.
"Kita sudah bahas ini berkali-kali Rei," nada bicara Heeseung tidak santai sama sekali.
"Memang ada apa sih-"
Belum sempat Heeseung mengoceh seperti yang selalu terjadi, Rei lebih dulu pergi, masuk ke kamar dan menguncinya.
Perempuan itu tidak butuh penjelasan -tidak masuk diakal Rei-. Padahal, jika memang tidak ingin, cukup katakan, tak pernah mengoceh ini dan itu.
Rei membencinya.
Heeseung menghembuskan nafasnya kesal. Perempuan itu, sulit sekali sih diberi pengertian. Riki butuh dirinya, hanya sebentar juga.
"Kakak berangkat," pamit Heeseung. Mengetuk tiga kali pintu kamar, meski tidak ada sahutan, Heeseung tetap pergi.
Rei menatap pantulan dirinya di cermin yang terdapat di lemari pakaian. Tangan ringkihnya menyentuh bagian dada, merasakan detak jantung yang berpacu normal.
"Aku gak merasa terluka untuk penolakan barusan. Ada apa, ya?" tanyanya, pada dirinya sendiri.
Masih dengan menatap wajahnya du cermin. Ingatkan Rei melanglang buana ke beberapa tahun lalu, di sebuah perusahaan di SMA-nya.
Rei mengingat percakapan singkat bersama sahabat satu-satunya yang dia miliki, Jiwon.
"Hubungan kalian sudah toxic banget tahu Ji, kenapa gak putus dari dia?" pertanyaan itu diutarakan Rei setelah Jiwon usai menceritakan kisah percintaan gadis itu bersama pacarnya selama tiga bulan.
Tidak dapat kabar. Jarang mendapatkan respon yang bagus memalui virtual. Belum lagi apalagi sudah bertemu selalu bertengkar. Sering ingkar janji dan berbohong.
Lelaki banyak alasan.
"Menurut kamu begitu Re?" tanya Jiwon, terdengar mengesalkan bagi Rei.
Jiwon mengapit bibir tebal Rei sebelum gadis cerewet itu mulai mengoceh, memaki kekasihnya.
"Aku cerita tentang hubunganku bukan buat dapat saran Re. Aku cuma mau cerita, aku kenal diriku sendiri. Selama masih cinta, mana mau dengerin saran orang, se-masuk akal apapun itu. Gak akan!" Jiwon sudah melepaskan tangannya dari mulut Rei, namun bersiap kembali membekap gadis di sebelahnya itu ketika Rei mulai membuka mulut.
"Lagipula, menurutku ini masih wajar. Kami terpaut usia yang cukup lumayan, pola pikir kamu jelas berbeda. Kami hanya butuh waktu Re."
"Tapi sampai kapan? Gimana kalau gak berubah?"
"Re, aku tahu caranya berhenti. Aku tahu kapan aku capek dan harus berhenti. Kamu harus tahu, move on setelah putus tapi kasih ada perasaan itu repot. Mending tunggu sampai limit. Kalau perasaan sudah hilang sendiri karena gak dirawat, ya nantinya gampang!"
"Setidaknya aku sudah berusaha."
Rei ingat betul, hubungan Jiwon dan lelaki itu bertahan sampai satu tahun. Setelah itu Jiwon minta hubungan mereka berakhir dengan perasaan yang sudah tidak ada lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]
FanfictionRei × Heeseung × Karina ft. Ni-Ki [lokal ff] _._._ "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Seandainya, itu cukup." *** Tidak pernah terpikirkan oleh Rei, bahwa hubungan yang dia jalin bersama Heeseung selama bertahun-tahun dari nol...