DUA PULUH DELAPAN

69 5 18
                                    

Heeseung memeluk tubuh sang istri yang tengah asyik bercermin, menata rambut hitam kecokelatan miliknya.

Hanya disisir rapih dan diberi jepit rambut warna-warni (pemberian Ibu Rei) di bagian poni. Selepas memasang jepitan, Rei jadi rindu Ibunya. Kurang lebih satu minggu di Jogja dan Rei belum pernah menelepon Ibunya itu.

Jangan berburuk sangka, tentu kedua Ibu dan anak itu sering berbalas pesan singkat, sebatas menanyakan kabar dan basa-basi lain. Tetapi memang belum sempat melakukan sambungan telepon atau panggilan video.

Ini karena Ibu Rei yang super sibuk di Jakarta sana. Katanya sih, Ibu baru saja dipromosikan untuk naik jabatan di kantor tempat wanita itu bekerja, sehingga kesibukannya meningkat.

Rei mengerti betul hal tersebut.

Entah perasaan Rei saja atau memang hubungannya dengan sang Ibu semakin membaik semenjak kejadian tidak mengenakkan -Heeseung mengaku selingkuh sampai punya anak- ini menimpa dirinya.

Ya, dari dulu, Ibu memang jarang menunjukkan kasih sayangnya. Rei dominan di asuk sang Ayah. Ketika Rei memperkenalkan Heeseung, Ayah menerimanya dengan hangat di awal, namun Ibu langsung menunjukkan ketidaksukaannya.

Walaupun ketika Rei datang bersama Heeseung dengan tujuan memperoleh restu untuk menikah, Ayah dan Ibu Rei itu sama-sama menolak.

Rei juga tidak tahu, padahal waktu itu Heeseung jelas-jelas adalah lelaki baik.

"Sudah?" tanya Heeseung, mengecup pipi sebelah kanan istrinya. Rei balas dengan anggukan.

Siang menjelang sore hari ini, Heeseung mengajak Rei jalan-jalan keliling daerah sana, sembari mencoba motor baru, yang tidak kunjung digunakan sejak kehadirannya.

Heeseung meraih tote bag berukuran sedang yang sebelumnya disimpan di atas tempat tidur. Tas itu berisi dua buah jaket milik keduanya karena siapa tahu mereka pulang malam dan udara nanti dingin di luar sana, serta beberapa alat kecantikan Rei -untuk touch up-, ada dua pasang jas hujan juga.

Rei sendiri menyelempangkan tas kecil yang diisi handphone serta dompet. Heeseung sih santai, dompet dan handphone masuk celana saja.

Helm sudah dipasangkan Heeseung di kepala Rei. Lelaki itu kembali memastikan keadaan rumah kemudian menguncinya setelah dirasa aman.

Di teras sebelah, ada Sunghoon yang sedang membersihkan kipas angin. Entahlah, lelaki itu ada saja kegiatannya ketika di rumah.

Kemarin, Heeseung melihat lelaki itu mencuci akuarium, saat ditanya jenis ikan apa yang dipelihara. Sunghoon menjawab lelaki itu tidak punya ikan.

Lalu Heeseung kembali bertanya, untuk apa akuarium itu kalau Sunghoon tidak punya ikan. Dan jawaban lelaki itu membuat Heeseung menepuk dahi, katanya di dalam akuarium yang tidak begitu besar itu sering diisi uang recehan, kunci-kunci (motor, lemari, kontrakan, dan entahlah, terserah Sunghoon), kadang Wonyoung juga memasukkan gunting kuku.

Dan pembicaraan tanpa arah itu berakhir pada ajakan memancing hari Kamis nanti. Sunghoon berkata akan mengajak tentang satu minggunya itu ke tempat pemancingan paling ramai, tidak perlu memiliki alat pancing, sewa saja.

Karena Sunghoon juga selalu menyewa, tidak diizinkan istri membeli alat pancing sendiri, aduan Sunghoon terdengar lucu.

"Pada mau kemana, sudah rapih gitu?" tanya Sunghoon, menghentikan sejenak kegiatan mencuci kipas anginnya.

Heeseung yang sedang memarkirkan motor menoleh, senyuman khas milik lelaki itu keluar. "Jalan-jalan dikit, nyobain motor," balasnya.

"Oh, hati-hati kalau begitu. Jangan sampai nyasar, dan kalau ada apa-apa jangan sungkan, ok?" Heeseung balas mengangguk setelah jok belakang sukses dinaiki Rei.

Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang