Senyum cerah Jay adalah yang pertama kali dilihat Heeseung setelah mengangkat sambungan video call dari lelaki itu.
Heeseung baru selesai menyetrika pakaian dirinya dan Rei, yang dicuci kemarin. Keduanya tidak membawa banyak pakaian, dan bukan tipe orang yang suka menghabiskan uang untuk pakaian.
Jadi ya, cuci-kering-setrika-pakai.
"Lagi di mana? Kemarin-kemarin kok gak ada kabar lo?" tanya Heeseung, setelah mengatur ponsel agar bersandar pada sesuatu karena dia akan merapihkan pakaian ke lemari.
"Seminggu ini di Amrik gue. Biasa, disuruh Bokap," jawab lelaki di seberang sana, yang jika ditelisik Heeseung lebih jauh sedang meluncur ke sana-kemari dengan kursi kerjanya.
"Oh, kapan balik?" tanya Heeseung, lagi.
Jay berhenti meluncur, lelaki dengan kepala baru -ups! Rambut baru maksudnya, itu kembali ke hadapan ponselnya. "Gatau, gimana dikasih tiket saja gue. Sayang duit kalau beli sendiri," balas Jay.
Heeseung selesai merapihkan pakaian, kini meraih ponselnya dan berbaring santai di atas ranjang empuknya.
"Dih," cibir Heeseung. "Ada kepentingan apa emangnya? Biasanya lo disuruh Bokap kalau kepepet doang tuh." Heeseung kepo.
"Dia ada bisnis trip ke LA, gue disuruh gantiin di NY, lagi ada proyek. Sekalian jagain tuyul dua." Dan Heeseung tertawa keras mendengar kalimat terakhir dari lelaki dengan surai silver-nya.
"Mana bocil-bocil lo? Kangen deh gue, gak pernah ke Indo ya, mereka? Dari awal gue tahu lo punya Adek, gak pernah tuh ketemu langsung."
"Bentar, lagi pada di kamar."
"Lo sekap, ya?"
"Heh, mulutnya!"
Lagi-lagi Heeseung tertawa mendengar nada bicara Jay yang bersungut-sungut. Hanya bercanda tentunya.
Heeseung bisa melihat, lelaki dalam layar ponselnya itu bangkit dan berjalan entah kemana. Jay kembali dengan satu mangkok penuh anggur hijau.
Heeseung pikir, Jay akan membawa dua bocah yang dikatakan Jay sebagai tuyul.
Oh iya, Jay ini punya dua Adik kembar. Terakhir kali, Heeseung melihat foto keduanya ketika berusia 5 tahun, menurut perhitungan matematika, dua bocah itu sudah berusia 9 tahun saat ini.
"Kakak Jay~" panggilan dengan nada kelewat riang itu datang dari arah berlawanan diletakkannya ponsel Jay.
Heeseung merasa hatinya menghangat melihat pemandangan manis di dalam layar ponselnya. Dua bocah laki-laki berusia 9 tahun berlari kecil dan langsung menghambur ke pelukan Jay sang Kakak.
Satu bocah yang diperkenalkan sebagai yang lebih tua 5 menit, bernama Park Sunoo. Kulitnya putih nyaris pucat dengan pipi merah merona alami menandingi perempuan, wajahnya lebih bulat dari pada sang Adik.
Dari awal, terlihat perbedaan jelas antara keduanya. Bukan karena apa, tetapi si Adik bernama Park Jungwon dengan netra dan rahang lebih runcing itu punya wajah yang khas -down sindrom-.
Bocah pemilik sindrom bawaan itu pernah membuat Jay nyaris kecelakaan karena panik saat mendengar kabar Jungwon 'kambuh' dan masuk rumah sakit.
Posisinya, di tengah hujan lebat Jakarta di sore hari. Jay benar-benar menantang maut dengan tetap melajukan mobilnya dalam kecepatan tinggi, mengejar keberangkatan pesawat yang tentunya di tunda.
Namun, apabila panik melanda, siapa yang bisa berpikir jernih 'kan?
Heeseung tersenyum ketika bocah bernama Sunoo memenuhi seluruh layar ponsel dengan wajah menggemaskan miliknya, bocah lelaki kelewat kepo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]
Fiksi PenggemarRei × Heeseung × Karina ft. Ni-Ki [lokal ff] _._._ "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Seandainya, itu cukup." *** Tidak pernah terpikirkan oleh Rei, bahwa hubungan yang dia jalin bersama Heeseung selama bertahun-tahun dari nol...