TIGA PULUH EMPAT

84 5 38
                                    

Heeseung menatap lama sang istri yang tidak sama sekali terusik atas tindakannya. Mereka sedang sarapan bubur ayam, Heeseung bangun berbarengan dengan Rei yang artinya lelaki itu kesiangan.

Agar cepat, Heeseung memilih untuk mencari sarapan keluar, ketika melihat ada gerobak tukang bubur, Heeseung membelinya segera.

Ya, setidaknya ini cukup untuk mengganjal perut dahulu di pagi hari. Setelah beres-beres nanti, Heeseung akan belanja ke pasar agaknya.

Dalam pemikiran Heeseung, Rei terlihat berbeda. Memang, Rei bukan tipe yang banyak bicara. Tetapi saat ini, rasanya Rei terlalu pendiam.

Sebelum-sebelumnya, hubungan mereka bisa dikatakan sudah membaik. Suasana di antara keduanya sudah mulai kembali mencair.

"Kamu kenapa? Ada yang ganggu pikiran kamu? Cerita sama Kakak," tanya Heeseung, benar-benar tidak nyaman.

Rei menoleh, kemudian menggeleng pelan. Perempuan itu sudah menghabiskan semangkok buburnya. Membawa alat-alat bekas makannya ke tempat pencucian piring.

Hanya menyimpannya. Selama di Jogja, Rei memang tidak melakukan pekerjaan rumah apapun. Bukankah itu yang dijanjikan Heeseung? Jadi, biarkan saja.

Mungkin, jika Ibu mertuanya tahu mengenai hal ini. Rei akan dimaki habis-habisan, atau bahkan langsung diusir detik itu juga.

Heeseung memerhatikan setiap gerak-gerik istrinya, yang saat ini sudah masuk ke kamar mandi. Lelaki itu menghela nafas panjang, dia harus berusaha keras lagi.

Pria Lee itu memulai kegiatan sehari-harinya yaitu melakukan pekerjaan rumah. Heeseung yang sedang mengepel lantai kamar menatap tanpa ekspresi Rei yang baru selesai mandi dan sudah berpakaian lengkap.

Air dari surai hitam kecokelatan milik Rei yang basah menetes ke lantai yang sudah selesai dipel. Ingin marah, tapi Heeseung tahu diri itu akan semakin memperburuk keadaan.

Jadi yang bisa dilakukan Heeseung adalah mengulang kegiatan mengepelnya.

Selanjutnya, Heeseung yang baru selesai mandi dan menjemur pakaian di belakang, mengambil kantong sampah untuk dibuang ke depan gang.

Lagi dan lagi, Heeseung menyadari perubahan sikap Rei. Perempuan itu duduk bersandar pada kepala ranjang, setengah tubuhnya tenggelam dalam selimut.

Perempuan itu melamun.

"Mau Kakak nyalain televisi?" tanya Heeseung, dibalas gelengan kepala segera.

Heeseung mengangguk, kemudian melanjutkan niatnya membuang sampah. Baru saja dirinya keluar rumah dan memakai sandal. Heeseung bisa melihat tetangganya kedatangan tamu.

Sunghoon dan Wonyoung duduk di kursi bambu yang terdapat di teras rumah mereka. Seorang lelaki duduk di tembok sekat pendek antar rumah kontrakan mereka.

Hendak abai, tetapi kemudian Heeseung kembali berbalik ketika mendengar suara lelaki yang merupakan tamu tetangganya.

Sangat familiar.

Maka, dengan segera meletakkan kantong sampahnya ke tanah dan menghampiri mereka. Benar dugaannya, tamu tetangganya adalah orang yang dia kenal.

Heeseung tidak tahu arti dari wajah panik Sunghoon di depannya. Karena pria Lee itu lebih fokus pada lelaki yang memandangnya terkejut.

"Jake?" panggil Heeseung.

Jake, lelaki yan merupakan tamu Sunghoon dan Wonyoung itu membulatkan matanya, terkejut luar biasa. Ingin balas menyapa, keburu gelagapan.

"Ngapain lo ke sini? Kenal sama mereka? Bukannya kemarin-kemarin bilangnya di Aussie?" cecar Heeseung, segera.

Karena merasa ada yang perlu sepupunya itu jelaskan kepada dirinya, Heeseung menarik lengan Jake tanpa permisi.

Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang