Nyonya Naoi menghembuskan nafas panjang. Benar apa yang dikatakan lelaki yang dirinya temui kemarin, putri dan peliharaan -menantu-nya datang menjelang siang ke rumah untuk berpamitan.
Sebenarnya bukan hanya berdua, ada satu lagi lelaki yang memperkenalkan diri sebagai teman Heeseung juga ikut datang.
Izinkan. Jangan ditahan. Biarkan mereka pergi.
Namun rasanya, untuk kali ini, sulit bagi Ibunda Rei itu untuk menuruti perkataan lelaki itu. Dengan berat hati, setelah mendengar ocehan panjang lebar dari Heeseung -yang tidak begitu didengarkan-, masih dengan memeluk erat putrinya, Nyonya Naoi mengizinkan keduanya pergi.
Sulit untuk mengendalikan ekspresi yang terpasang di wajahnya. Sulit, meski semalaman suntuk Nyonya Naoi berlatih untuk mempertahankan wajah datar nan dinginnya, rasa khawatir khas seorang Ibu tentunya sulit dikendalikan.
Mereka sudah berdiri di teras rumah, Nyonya Naoi masih enggan melepas pelukan pada Rei. Berat.
Tidak peduli Rei merasa bingung atas 'keanehan' Ibunya itu. Nyonya Naoi hanya enggan, belum siap untuk perpisahan yang meski katanya sementara ini.
"Ibu sangat berbeda hari ini," aku Rei. Memang, Heeseung juga menyadarinya.
Walaupun dirinya tidak begitu dekat bersama wanita yang merupakan Ibu mertuanya itu, tapi Heeseung sedikitnya tahu bahwa Ibu Rei bukan orang yang secara sukarela dapat terang-terangan menunjukkan kasih sayangnya.
Apa, Ibu Rei benar-benar takut putrinya kenapa-kenapa karena Heeseung?
"Jika terjadi sesuatu, tolong segera kembali kepada Ibu," pinta Ibu Rei. Terdengar benar-benar memohon.
Rei jadi ikut emosional, namun perempuan itu tidak lagi ingin menangis. Rei mengangguk singkat sebagai jawaban atas permintaan Ibunya.
Memangnya, Rei punya siapa lagi?
*Gatau saja kamu, Rei, Rei.
Selesai dengan acara perpisahan, ketiganya sudah berjalan menuju mobil yang terparkir agak jauh dari halaman rumah.
Jay, yang ditunjukkan sebagai sopir pribadi dadakan itu mengernyitkan keningnya, meraba-raba kantung kemeja dan celananya. Mencari kunci mobil.
"Ada apa?" tanya Heeseung, menyadari kebingungan sahabatnya. Sang istri di sebelah dirangkul, hangat.
"Kayaknya sih, kunci mobil gue tinggal di meja yang di teras." Jay cengengesan melihat respon Heeseung yang sangat lelah -atas keteledoran yang sering dilakukan Jay-.
"Sebentar!"
Jay segera berbalik, Nyonya Naoi yang ingin melihat keberangkatan mobil putrinya itu menatap bingung lelaki yang kembali ke area pekarangan rumahnya.
"Aku tertinggal sesuatu," aku Jay.
Membuat Nyonya Naoi ikut mengedarkan pandangannya ke bagian teras rumah, membantu mencari apa yang sekiranya ditinggalkan lelaki ini.
Jay meraih kunci mobil dengan gantungan imut milik Heeseung itu di bawah kursi santai di teras. Bisa-bisanya.
"Sampai jumpa Nyonya!" pamit Jay setelah mendapatkan apa yang diinginkan.
"Jangan ceroboh lagi," ingat Nyonya Naoi, yang diangguki Jay.
Di perjalanan menuju mobil, Jay merutuki dirinya sendiri. Dia ini sudah 27 tahun, dan terus saja ceroboh dan teledor. Jay bahkan pernah meninggalkan handphone di bus, untungnya sopir bus yang ditumpangi baik hati, jadi diamankan lah handphone mahal itu sebelum esoknya diambil Jay.
Suasana di dalam mobil bisa dikatakan tidak nyaman. Jay si suka seenaknya jadi tidak enak sendiri jika mengeluarkan suara-suara kecil. Jangankan memutar musik, menghela nafas keras saja rasanya bisa mengganggu.
![](https://img.wattpad.com/cover/367101944-288-k115335.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]
FanficRei × Heeseung × Karina ft. Ni-Ki [lokal ff] _._._ "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Seandainya, itu cukup." *** Tidak pernah terpikirkan oleh Rei, bahwa hubungan yang dia jalin bersama Heeseung selama bertahun-tahun dari nol...