Rei memerhatikan Heeseung yang tengah bersiap untuk pergi ke pasar membeli beberapa bahan masakan dan mungkin beberapa barang juga.
Perempuan itu sendiri sudah selesai sarapan dan mandi, namun kembali masuk ke dalam selimut setelahnya.
Sudah lewat satu bulan, dan kegiatan Rei sama sekali tidak beragam. Jika tidak pergi berkunjung ke tetangga, ya berbaring seharian. Di beberapa kesempatan mungkin ikut bersama Heeseung kemana pun lelaki itu membawanya.
"Mau titip sesuatu?" tanya Heeseung. Lelaki itu duduk di sebelah kaki istrinya, sejenak.
Mendapati Rei menggeleng sebagai jawaban pertanyaannya, Heeseung pun mengangguk mengerti. Lelaki itu bangkit, sebelum kembali duduk dan mencuri satu kecupan singkat di bibir sang istri.
Yang sama sekali tidak menolak. Justru Rei tersenyum manis setelahnya.
"Kakak berangkat dulu, ya? Hati-hati di rumah, kalau ada apa-apa telepon saja, ok? Kalau tiba-tiba pengen sesuatu, kasih tahu Kakak juga, ok?" Semua wejangan Heeseung dibalas anggukan patuh dari Rei.
Heeseung pergi dengan motornya. Rei mulai menyalakan televisi, menonton kartun favoritnya. Ingin ke tetangga sebelah, tetapi sedang tidak ada siapa-siapa. Sejak kemarin dua sejoli itu meninggalkan rumah dan akan kembali nanti siang.
Rei tidak begitu mempertanyakan ada urusan apa, karena itu bukan urusannya tentu saja.
Jika sudah ditinggalkan sendiri, Rei akan larut dalam pikirannya. Memikirkan hari esok, merenungi hari-hari kemarin dan mengkhawatirkan banyak hal.
Akan tetapi, untuk kali ini, Rei berpikir keras mengenai kelanjutan hubungan rumah tangganya.
Sudah lewat satu bulan mereka di tempat persinggahan ini. Semua terlihat natural dan baik-baik saja. Tapi Rei jelas tahu, hati keduanya punya fokus yang bertolak belakang sekarang.
Sesekali, Rei memergoki Heeseung memandangi potret imut milik putranya. Hanya putra Heeseung, Riki.
Lelaki itu sering kedapatan menangis, mungkin rindu si kecil Lee. Rei memahaminya.
Karena Rei juga sesekali memandangi potret usg putri mereka. Lee Eunchae. Yang mungkin terlupakan oleh si pria Lee. Dan Rei banyak merenung untuk hal itu.
Keduanya terlena dengan romansa fana yang dibangun jauh dari tempat itu dihancurkan. Padahal, masing-masing sadar dan sama-sama mempertanyakan kenyataan yang sebenarnya.
Rei akan selalu tertampar setiap mengingat kalimat yang terlontar dari mulut si Psikolog muda Wonyoung Park.
"Heeseung ingin mempertahankan kamu untuk dijadikan Ibu sambung bagi Riki. Tidak lagi menginginkan kamu hanya sebagai pasangannya. Riki adalah alasan kuat Heeseung mau kamu, Rei," katanya.
Dan Rei tahu, itu merupakan fakta yang ada.
Se kuat apapun Rei membohongi dirinya, Heeseung tidak lagi ingin Rei untuk dirinya sendiri. Kalimat penenang Heeseung tentang berdua saja cukup itu, palsu.
Belum lagi, kenyataan bahwa Karina bukan perempuan simpanan pertama bagi Heeseung. Ada perempuan lain bernama Kim Gaeul yang dikenal Rei sebagai teman organisasi suaminya semasa SMA.
Perselingkuhan yang entah kapan dimulai dan sudahkah berakhir?
Rei tidak bodoh untuk tidak menyadari beberapa kejanggalan. Tentang uang hasil penjualan yang hilang sebagian waktu itu.
Dulu, Rei tidak banyak memikirkannya. Dia pikir mungkin Heeseung salah mencatat, atau mungkin juga Heeseung tertipu dan malu untuk bicara padanya.
Namun, beberapa hari lalu, Rei memberanikan diri menge-cek riwayat transaksi di atm pribadi Heeseung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]
Hayran KurguRei × Heeseung × Karina ft. Ni-Ki [lokal ff] _._._ "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Aku cinta Kakak." "Seandainya, itu cukup." *** Tidak pernah terpikirkan oleh Rei, bahwa hubungan yang dia jalin bersama Heeseung selama bertahun-tahun dari nol...