TIGA PULUH DUA

66 6 44
                                    

Sunghoon memandang bingung istrinya yang terlihat sangat gugup dan kikuk. Bukan Wonyoung sekali. Lelaki itu mendekat, merangkul pundak sang istri yang sedang memasak.

"Kenapa, Yang?" tanya Sunghoon. Wonyoung melirik sebelahnya singkat.

"Kayaknya Dia marah deh," jawab Wonyoung, yang dimengerti Sunghoon -siapa yang dimaksud-, meski entah persoalan apa.

"Kenapa juga Dia marah?"

"Aku kemarin kelepasan tanya-tanya soal perselingkuhan Heeseung ke Rei. Kemarin Dia emang lagi telepon juga, jadi dia denger. Aku takut."

"Kenapa harus takut? Paling juga Dia mah kesel kamu bahas itu saja, bukan marah ke kamu nya. Dan, gak perlu takut, Dia bukan orang jahat. Kalau jahat mah, mungkin kita gak pernah di sini. Yang ada malah melayat, Heeseung nya tinggal nama."

"Tap-"

***

Lelaki itu duduk di sudut paling tidak terdeteksi. Sibuk tersenyum dan sesekali terkekeh melihat pemandangan manis di depan sana.

Rei dan suaminya sedang bermain air sembari mencuci motor.

"Awalnya Bibi gak ngerti kenapa kamu kekeh minta dua rumah kontrakan sebelahan. Mana ada Sunghoon sama Wonyoung lagi, makin bingung Bibi. Eh, sekarang kamu yang datang. Tapi Bibi gak kaget lagi, lihat cara kamu rakus banget merhatiin Rei, Bibi tahu kamu jatuh luar biasa dalam.."

"Dan Rei lebih dari pantas untuk seluruh aku, Bi," potong lelaki itu.

"Kalau kata Sunghoon, bucin!" sambung wanita di belakang tubuh si lelaki.

"Bibi Seo, ssttt! Gak boleh kencang-kencang, nanti ada yang dengar," peringat si lelaki, main-main.

Wanita itu Mbak Seo, pemilik dari deretan rumah kontrakan ini. Atau yang merupakan Adik dari mendiang Ibu si lelaki di depan jendela.

"Kalau cinta tuh, jangan dikasih ke orang lain dong," ledek Mbak Seo, belum sempat dibalas ucapannya, wanita itu sudah lebih dulu pergi ke dapur.

Mereka ada di rumah milik Mbak Seo yang kebetulan masih di tempat yang sama dimana rumah-rumah kontrakan itu berjejer. Hanya saja letaknya paling ujung.

Lelaki itu, secara singkat, belum ingin diperkenalkan. Namun data diri yang bisa diketahui adalah, merupakan putra satu-satunya dari sepasang orang tua dengan latar belakang luar biasa terhormat.

'Sangat berkuasa'

Ibunya telah tiada diusia ke 15 putranya. Hal itu jadi salah satu alasan mengapa si lelaki menetap di Indonesia, tidak lagi berpindah-pindah mengikuti Ayahnya.

Kembali ke masa-masa dahulu, lelaki ini adalah teman dekat Rei ketika usia kanak-kanak. Orang tua keduanya yang memiliki ikatan pertemanan kuat, serta ditambah hubungan antar bisnis, mencipta sebuah rencana yang tidak dimengerti dua bocah berusia 7 tahun waktu itu.

Sebuah perjodohan, katanya.

Lelaki itu harus tunduk kepada kemanapun orang tuanya terbang. Meninggalkan kawan mainnya begitu saja, tanpa ada kesempatan untuk kembali dengan pasti.

Hingga usianya semakin besar. Lelaki itu mulai mengerti gurauan orang tuanya pada orang tua anak perempuan di Jakarta sana.

"Kalian bercanda soal perjodohanku dan Rei?" tanya si lelaki diusianya yang menginjak 14 tahun.

"Dikatakan bercanda sih tidak, kalau kalian sama-sama mau, ya silahkan. Tidak ada paksaan di sini. Nanti, setelah kalian lulus SMA, kami akan bicarakan hal ini lebih lanjut." Itu yang dikatakan Ibunya.

Dari Titik Nol | Rei × Heeseung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang