15 - Sekamar?

1.7K 169 40
                                    

Hai, Warganat!
Vote dan komen yang banyak, ya 💗
...

"Kamu nggak punya telinga, ya?" bentak Rony kesal sebab Salma masih saja diam di tempatnya. Rony tidak tahu jika Salma semakin menjengkelkan sekarang.

Mendengar suara Rony yang mulai meninggi, Salma sontak membawa langkahnya ragu ke dalam kamar.

"Kunci pintunya" titah Rony.

Salma mengangguk cepat dan berbalik mengunci pintu. Ada sedikit perasaan gelisah yang menyelimutinya. Mungkin karena ini kali pertama ia hanya berduaan dengan seorang laki-laki di dalam kamar.

"Aaaah!"

Salma terpekik kaget karena Rony tiba-tiba memadamkan lampu kamar. Suasana ruangan pribadi ini mendadak gelap gulita tanpa sedikitpun penerangan.

Jantungnya tiba-tiba berpacu cepat, menghadirkan debar-debar kecemasan yang sigap menyelimuti. Sebelum akhirnya...

Ctak.

Dirinya melega setelah Rony menyalakan lampu tidur yang kini menyumbang sedikit cahaya kuning pada kamar yang luas dan gelap.

Keduanya kini dapat saling melihat walau samar. Hening kembali tercipta dalam suasana kamar Rony yang sepi, gelap dan dingin.

Mereka saling memandang tak terbaca.

"Kamu nggak usah mikir macem-macem. Nggak sudi saya menyentuh kamu" ucap Rony datar. Lalu merebahkan dirinya nyaman di atas kasur pribadinya.

Salma sontak menahan napas. Tak sedikitpun ia berharap untuk di sentuh. Sama sekali tidak. Dirinya hanya canggung dan gelisah dengan suasana yang terasa baru dan asing.

"Jangan tidur di atas, awas kalau berani!" ketus Rony memperingati.

Ia mengubah posisinya yang semula di pinggir, menjadi ke tengah tempat tidur, memonopoli ranjangnya agar Salma tak dapat bergabung di sana.

Walau sebenarnya yang dilakukan Rony itu sia-sia sebab ukuran kasur yang kelewat besar, masih menyisakan sisi-sisi yang luas, masih sangat cukup untuk sekadar menampung tubuh Salma yang ramping. Namun, tentu Salma tidak mau berada di sana.

"Saya tidur di mana?" tanya Salma memastikan. Memastikan dimana ia boleh tidur.

"Terserah" jawab Rony singkat.

Rony tak peduli jika Salma ingin menumpang tidur di bagian manapun sisi kamarnya. Bisa di sofabed atau sofa kerja miliknya, tidak masalah. Rony tidak sekejam itu untuk menyuruh Salma tidur di lantai. Ia masih mengizinkan Salma tidur di tempat yang lebih layak. Asal bukan di atas kasur, bersamanya.

Kasur pribadi miliknya itu, kelak hanya boleh diisi oleh Nadine sebagai pelengkapnya yang sempurna. Tidak perempuan manapun, termasuk Salma.

Salma mengangguk samar walau Rony tak melihat. Entah mengapa Salma justru merasa lega karena Rony tak memperbolehkannya tidur di kasur. Dengan senang hati ia menuruti.

"Saya pinjam bantal, boleh?" tanya Salma lagi. Rony hanya membalas dengan deheman singkat sementara matanya sudah terpejam, siap berlayar ke alam mimpi tanpa mempedulikan Salma lagi.

Karena diperbolehkan meminjam bantal, Salma segera menarik satu benda empuk itu dari atas kasur dan langsung mengambil posisi tidurnya di tempat lain.

Beruntung Salma adalah tipikal orang yang bisa tidur dimana saja. Dulu, ia terbiasa menjaga almarhumah bundanya di rumah sakit, sehingga urusan tidur di tempat yang tak nyaman ia sudah khatam.

***

Dering alarm dan notifikasi adzan subuh, berkumandang dari ponsel milik Salma yang ia taruh tepat di samping bantalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It Hurts MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang