5 - Jangan sebut nama itu

869 93 9
                                    

Hai, warganat! Terima kasih untukmu yang sudah membaca ceritaku. Jangan sungkan untuk vote dan tinggalkan komentarmu ya. Aku sangat merasa dihargai jika kalian royal memberikan feedback untuk cerita ini 💗
----------------------------------------------------------

Suara sendok yang berdentingan memukul piring menghiasi suasana sarapan pagi di rumah Rony. Memang sudah menjadi kebiasaan keluarganya untuk melakukan sarapan bersama sebelum mereka sibuk melakukan aktivitas masing-masing.

"Bagaimana, Ron? Hari ini, Nadine akan datang jam berapa?" Pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulut Asti membuat Rony tidak jadi menyuapkan sendok berisi nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Iya Ron, biar nanti bisa minta Mbok Nah menyiapkan makanan, sekalian kita ajak Nadine untuk makan bersama" Handoko turut menimpali ucapan sang istri.

"Tidak perlu, ma, pa" Rony menaruh kembali sendok dan garpu yang sedang ia pegang ke atas piring, benar-benar urung menghabiskan nasi gorengnya.

"Loh kenapa?" Handoko mengernyit.

"Kenapa, Ron? menyambut dan memperlakukan tamu dengan baik adalah kewajiban, apalagi kita mau ada pembahasan serius malam ini" Ujar Asti.

"Nah, betul itu kata mama kamu" Handoko menyetujui ucapan istrinya.

"Bukan begitu, tapi Nadine belum bisa datang dan bertemu mama papa hari ini. Dia masih ada jadwal pemotretan untuk tugas akhirnya"

"Lho, berarti dia tidak jadi datang hari ini? Mama papa sudah menunggu dua minggu lho, Ron"

"Ya, Rony tau. Tapi Rony harap mama papa bisa memaklumi karena ini juga bukan kemauan kami. Rony minta waktu satu minggu lagi, ya? Rony janji akan benar-benar membawa Nadine ke sini untuk bertemu mama papa"

"Tidak bisa begitu, Rony. Kamu sudah berjanji akan membawa Nadine hari ini dan ternyata dia tidak bisa datang. Itu artinya kamu sudah melanggar janjimu"

"Rony minta maaf, ma. Kami sudah membicarakannya dan Nadine benar-benar belum bisa pulang karena project itu sangat penting untuk kelulusannya, Rony mohon kasih waktu satu minggu lagi karena dia akan flight ke Indonesia dalam 6 hari ke depan"

"Tetap tidak bisa, Ron. Janji adalah janji, dan kamu tidak bisa menepatinya. Sesuai kesepakatan kita, mau tidak mau kamu harus bertemu dengan wanita yang kami pilihkan"

"Tidak bisa seperti itu dong, Ma. Rony tidak mau! Rony akan tetap menunggu Nadine sampai kapanpun, kalian tentu paham bahwa pernikahan tidak semudah itu, kan? Mana bisa Rony menikah dengan orang asing yang tidak Rony kenal"

Amarah Rony sudah memuncak dengan ide perjodohan orang tuanya yang kali ini benar-benar serius bukan lagi sekadar ucapan.

"Rony, dengar dulu! Kamu tidak mungkin kami nikahkan dengan orang asing, makanya jangan marah-marah dulu padahal mama papa belum memberi tahu siapa orangnya"

Rony mendenguskan napasnya berat, kalaupun memang benar dia sudah mengenal wanita itu, Rony tetap hanya ingin menikah dengan Nadine, perempuan pilihannya.

"Memangnya siapa wanita yang sudah mama dan papa pilihkan untuk Rony?" Tanyanya kemudian, berusaha meredam amarahnya.

"Luna. Luna anaknya om Dimas teman baik papa, Ron. Kamu mengenal Luna, kan? Papa lihat kamu cukup dekat dengannya selama ini dan hubungan kalian juga baik,"

"Papa pikir, Luna adalah wanita yang pas untuk menjadi pendamping kamu. Om Dimas juga menyukai pribadi kamu, Ron. Dia pasti senang kalau papa menerima permintaanya untuk menjodohkan Luna denganmu"

"Tidak bisa, pa. Rony nggak mau! Kedekatan Rony dan Luna selama ini hanya sebatas rekan kerja, kami dekat juga karena sedang mengerjakan project kerjasama, bukan berarti kami punya hubungan spesial"

It Hurts MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang