Atlet kebanggaan sekolah

2.3K 145 8
                                    

🏆🏆🏆

Dari pada ditagih, langsung aja bikin. Selesai Zaver, aku mau garap judul judul judul judullll yang banyak mangkrak! 😪😫

****

Napasnya terengah dengan wajah penuh bangga karena ia berhasil melampaui target waktu yang diminta pelatihnya. "Zaver, kalau besok bisa lebih cepat dua detik, juara lagi kamu, sanggup?" Pelatih berjongkok di tepi kolam renang. Zaver mengangguk yakin.

Segera ia keluar dari dalam air kolam renang, tubuhnya sangat atletis, tampak seksi dengan kulit putihnya yang menetes sisa air kolam renang.

Ia terima handuk pemberian coach. Kacamata renang ia lepas, memberikan ke pelatihnya juga.

Saingan terberatnya dari empat negara tertangga. Pertandingan antar negara kawasan Asia Tenggara yang diselenggarakan khusus pelahar tinggat SMA, membuat karir dan nama Zaver dilirik club olahraga renang berbagai negara.

Bahkan di tanah air ia jadi rebutan banyak kampus yang mengundangnya masuk lewat jalur prestasi.

Sayang, Zaver tak peduli mau kuliah di mana. Ia serahkan ke Letta, sebagai orang yang penting mengatur masa depannya.

"Bilas dulu, saya tunggu di kafetaria." Tepukan pelatih di bahu Zaver dijawab dengan anggukan lagi.

Tinggi badannya sudah seratus delapan puluh lima, tak ada yang menyangka Zaver bisa setinggi itu sekarang.

Ia juga menjadi bulan-bulanan keponakan dan dua adik sambungnya di rumah. Sering diajak gulat bercanda atau saat Zaver pushup, keponakan yang masih kecil-kecil naik kepunggungnya.

Zaver protes? Tidak sama sekali. Justru di rumah ramai jika semua kumpul, itu sudah lebih dari cukup untuk hiburan dirinya setelah lelah sekolah dan latihan rutin.

Renang menjadi pilihannya, karate dan taekwondo ia jadikan olahraga tambahan yang sesekali ia ikuti di rumahnya bersama klub komplek. Kadang malah Zaver yang melatih.

Berenang mampu membuatnya bebas, fokus dengan target tanpa terganggu suara pendukungnya. Bunyi air kolam renang yang memenuhi telinganya saat berlaga, sudah membuatnya terdorong untuk menang.

Selesai membilas tubuh, Zaver menemui pelatih. Ia diminta makan siang, segera ikut mengantri mengambil makanan prasmanan yang sudah disiapkan panitia.

Lirikan mata penuh persaingan Zaver dapatkan, tapi ia tak peduli.
Nampan sudah terisi, ia lantas berjalan ke meja tempat pelatihnya duduk. Suasana kafetaria dihiasi bendera negara peserta kejuaraan, kursi dan meja serba warna putih, dinding putih dipadu abu-abu muda.

Thailand, lokasi Zaver mewakili tanah air. Prestasinya tak bisa diremehkan, walau banyak yang bilang Zaver atlet sombong.

Bukan begitu, ia memang cuek dan tertutup. Entah sejak kapan sifat itu muncul, dengan catatan jika diluar rumah.

Saat di rumah, Zaver bisa jadi dirinya sendiri yang tertawa lepas atau seenaknya kalau bicara. Sifat Dipa yang barbar dalam omongan juga sikap, menurun ke Zaver hanya saat bicara, jika sikap kalem dan tenang seperti Letta.

"Zaver, kelemahan saingan kamu rata-rata dikecepatan saat menjelang akhir. Tenaga mereka mulai lemah. Kamu ingat pesan saya, kan, saya wanti-wanti kamu untuk mainkan tempo gerak. Kamu tau kapan harus full power," bisik pelatih dengan mencondongkan tubuh ke arah Zaver yang duduk di hadapannya sambil makan siang.

Now or Never ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang