Rasa canggung

583 96 4
                                    

🏆🏆🏆

Wajar saja jika Nesya tak bisa tidur, padahal obat pusing yang tadi diminum, bisa membuatnya mengantuk.

Sudah pukul satu malam, ia tetap tak bisa terlelal. Tadi setelah sama-sama setor muka alias bersetatap dengan Zaver, pemuda itu segera kembali ke kamarnya, pun Nesya yang pamit untuk tidur ke Dipa yang senyam senyum sendiri melihat kelakuan dua manusia itu.

Nesya akhirnya sempat terlelap walau jam empat sudah bangun. Ia mandi dengan air hangat. Mengguyur tubuhnya dengan shower.

Rasa lelah seketika hilang setelah mandi. Setelahnya ia keringkan rambut dengan hairdyer. "Kamar tamu lengkap banget, kayak hotel," gumam Nesya.

Urusan tubuh selesai. Ia merapikan tas untuk mengajar yang kali ini ditambah membawa satu novel yang memang ia menugaskan anak muridnya membaca juga memaknai arti tulisan karya Tere Liye.

Hari itu ia memakai blouse warna hijau sage, dipadu celana panjang coklat muda. Parfume wangi bunga yang begitu lembut ia semprotkan sedikit pada pergelangan tangan lantas lehernya.

Selesai. Saatnya mindik-mindik keluar kamar untuk berangkat ke sekolah sebelum semua orang bangun. Hanya tiga puluh menit ia lakukan itu semua.

Nesya tak tahu saja, jika pukul empat Letta dan Dipa sudah bangun. Dipa memasak, Letta membantu menyiapkan menu lainnya.

Dengan berdiri mematung akibat ketangkap basah pasutri itu, Nesya tak bisa kabur.

"Lho, udah bangun? Selamat pagi Bu Guru," sapa Dipa. "Tunggu, kok kayak mengulang masa lalu, ya, Bu," goda Dipa lantas mengecup puncak kepala Letta yang datar-datar saja.

Nesya mengusap pelipisnya, otaknya harus berpikir keras untuk melakukan apa dan bagaimana.

"Selamat pagi, Pak, Bu ..., ada yang bisa saya bantu?" Nesya meletakkan tas di lantai, Dipa menegur, tas Nesya taruh di sofa saja.

Nesya mengangguk, setelah meletakkan tas, ia berjalan perlahan, sangat pelan karena bingung mau ngapain!

"Biasa sarapan apa, Nesya? Nasi, roti, sereal atau--"

"Roti, Pa." Suara Zaver terdengar dari arah tangga. Pemuda itu berjalan mendekat, lantas mengambil nampan dari tangan Letta yang berisi dua piring roti bakar juga waffle. Zaver mencium pipi Letta sebelum menata piring ke atas meja makan.

"Bos, masak apa?" Zaver mendekat ke Dipa seraya meletakkan nampan besar warna coklat tua di atas microwave.

"Papa pingin sarapan sop asparagus kepiting. Coba itu, rotinya di cek di oven. Kalau udah kering angkat, Dek."

Zaver memeluk singkat Dipa sebelum menjalankan tugas. Nesya masih berdiri memperhatikan.

"Nesya sarapan roti sama krim cheese. Kayanya masih ada di kulkas krim cheesenya ya, Pa?" Zaver membuka kulkas.

"Ada, Dek. Ibu baru beli lagi kemarin." Letta menyahut seraya meletakkan potongan buah sunkies, anggur dan kiwi. Ramai meja makan. Belum lagi kotak susu tertata rapi di atas nampan kecil keramik motif bunga.

"Nes, boleh ambilin gelas kosong, ada di rak putih itu?" tunjuk Zaver yang memegang susu kotak besar rasa coklat.

"I-iya," jawab Nesya canggung. Nesya berjalan ke arah rak. Letta hanya membiarkan.

"Ini." Nesya menyerahkan gelas ke Zaver, pemuda itu menerima tanpa mengucapkan terima kasih, cuek saja.

Nesya bingung lagi mau ngapain, hingga Dipa meminta Nesya untuk duduk saja. Letta ke kamar Arya dan Oca, mengurus dua anaknya seperti biasa.

Now or Never ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang