Ada yang PDKT

667 95 5
                                    

🏆🏆🏆

Zaver pulang dari rumah Zena pukul sepuluh. Setibanya di rumah Dipa sudah duduk menunggunya di teras rumah. Sepeda motor ia parkirkan, berjalan santai setelah turun dari atas sepeda motor menghampiri Dipa.

"Dari rumah Kakak?" tegurnya seraya mengulurkan tangan ke Zaver yang langsung mencium punggung tangan papanya.

"Iya. Papa kok belum tidur?" Zaver duduk di kursi teras dekat Dipa, melepas sepatu sekolahnya.

"Belum ngantuk. Kamu sama Ibu kenapa? Udah lama Papa perhatiin kayak beda."

Zaver tersenyum, "cuma perasaan Papa. Zaver sama Ibu nggak kenapa-kenapa."

"Yakin?" tatap Dipa dengan menyipitkan kedua matanya.

"Iya. Yaudah, Zaver masuk dulu," tukasnya beranjak tak lupa menenteng sepatu.

Letta tampak sedang mendapingi Arya dan Oca mengerjakan PR di ruang TV. Zaver mendekat, mencium pipi Letta yang diam saja. Tak ada respon apapun.

Dipa tak melihat itu karena masih duduk di depan seorang diri. Ia tau ada perang dingin tapi tak mau terlalu membahas. Wajar, anak dan orang tua pasti ada masa perangnya. Selama semua masih aman, Dipa enggan ikut campur.

Zaver meletakkan tas sekolah di kursi meja belajar, ia sambar handuk yang menggantung di balik pintu kamar lantas berjalan ke arah kamar mandi.

Dengan perlahan ia buka kancing seragam sekolah sambil menatapa diri di depan kaca yang ada di kamar mandinya.

Ia diam, mendadak raut wajahnya berubah menahan emosi. Tubuh bagian atas sudah polos tanpa pakaian. Zaver mencengkram pinggiran wastafel dengan keras.

Saat di perjalanan pulang tadi, ia sempat mampir ke rumah Nesya. Akan tetapi saat hampir tiba di depan rumah itu, ia melihat Fery baru datang bersama seorang perempuan dengan begitu sumringah. Isi kepala Zaver langsung teringat Nesya, bagaimana perasaan wanita itu melihat suaminya bersama selingkuhan.

Zaver memang tidak tau jika Nesya sudah tak tinggal di sana lagi.

Esok pagi, Zaver tak sarapan di rumah. Ia langsung ke sekolah karena hampir terlambat. Ia kesiangan.

"Zaver, bawa susu sama nasi goreng, ya!" teriak bibi sambil berlari ke garasi.

"Nggak usah, Bi! Zaver buru-buru!" Ia hidupkan sepeda motornya dengan cepat. Langsung tancap gas keluar dari pekarangan rumah.

Motor yang dikendarai Zaver selap selip dengan mulus. Lampu merah terakhir sebelum belok kiri ke arah sekolah, ia terobos tanpa peduli dicegat polisi.

Dua menit lagi gerbang sekolah tutup, Zaver tak suka membolos sekolah.

"Bukaaa!" teriak Zaver saat satpam hendak menutup pagar. Satpam itu terkejut hingga diam ditempat. Zaver berhenti mendadak, hampir menabrak pagar sekolah yang tinggi. "Pak, bukain, masih belum bel, kan?" Mohon Zaver.

"Udah, Zaver. Baru aja."

"Masih satu menit lagi, Pak!" tegasnya yang juga menunjuk jam tangan miliknya.

Satpam tak peduli. Ia lanjut merapatkan pagar tak lupa menguncinya. Zaver kesal sampai mengusak kepala bagian belakang.

Ia berdecak, mau tak mau menuju ke warung kopi dekat sekolah. Ia akan titipkan motornya selama sekolah.

"Boleh, kan, Bu?" Zaver sedang membujuk pemilik warung.

"Boleh. Kamu masuk ke sekolah gimana?" Ibu pemilik warung bingung karena sekolah Zaver begitu ketat.

"Nanti saya pikirin, titip, ya, Bu!" seru Zaver lantas berlari ke arah gerbang sekolah. Baru saja ia mendapatkan ide untuk manjat tembok samping, tapi batal karena melihat Nesya baru saja datang.

Now or Never ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang