Mata ke hati

1K 133 9
                                    

🏆🏆🏆

Ada kan ya judul lagu itu, Mata ke Hati, sama halnya seperti Zaver. Gara-gara ganteng juga berprestasi, cewek-cewek di sekolah balapan merebut perhatiannya walau susah dengan hati.

Banyak cara dilakukan, hanya dibalas senyuman oleh Zaver. Setiap hari ada aja yang kasih Zaver camilan hingga minuman hasil jajan di kantin yang tergeletak di atas meja kelasnya.

Semua Zaver pandangi berakhir dibagi-bagi ke teman sekelasnya. Satu intinya, ia tak mau PHPin anak orang, urusannya panjang. Selain dengan Dipa dan Zano, Zena menjadi satpam dirinya.

Ibu empat anak itu galaknya nggak kaleng-kaleng, bahkan tak segan mengomeli Zaver jika sudah mulai membalas DM instagram dari fansnya secara diam-diam walau hanya mengetik 'makasih, ya', atas ucapan selamat sudah juara atau karena foto Zaver yang kelewat ganteng.

Tas sekolah ia letakkan di atas meja kelas, ia duduk di barisan kelima pojok kiri. Sambil menunggu bel masuk kelas berbunyi, ia buka buku pelajaran yang hari ini bahasa indonesia.

Pulpen menari-nari pada kelima jemari tangan kanannya, pen spinning bahasa kerennya. Duduk bersandar santai sambil sesekali menyugar rambut lurus belah tengah yang sudah gerah Zena mau model lain. Cepak, kek, semi botak, kek, jambul, kek. Semua ditolak Zaver dengan alasan 'gantengan begini'.

Sisi kepedean Dipa yang satu ini memang melekat pada Zaver. Bahkan Letta, tak bisa memaksa Dipa menasehati Zaver untuk ubah gaya rambut. Jawabnya beda tipis, 'Zaver gantengan begitu, Bu, sama kayak Papanya,' kata Dipa. Au ah, Letta dan Zena hanya bisa menahan kesabaran.

"Ver, hadiah lomba renang kemarin apaan? Katanya lo dipanggil ke Kemenpora? Mau dapet bonus kali!" ujar Samil yang segera meletakkan tas di kursi samping kanan Zaver.

"Nggak tau, coach gue yang atur." Zaver menjawab tanpa menatap, ia membaca materi pelajaran yang sempat terlewat walau tugas on time dikumpulkan.

"Bagi-bagi kalau gede hadiahnya, lo kan udah kebanyakan duit," ledek Samil.

"Mau sampe kapan jiwa ngemis lo aja, Mil. Lo juga kelewat kaya, bokap lo punya konveksi besar, nyokap lo punya toko kue terkenal. Masih ngerasa miskin?" tukas Zaver ketus. Ia lantas beranjak sambil membawa buku pelajaran di tangan. Samil hanya cengar cengir, padahal hanya menggoda Zaver tapi pasti dianggap serius.

Menjadi murid di sekolah umum, banyak Zaver temukan realita latar belakang orang tua murid yang ekonominya tak sama minimal setara.

Terkadang ia sedih saat melihat murid sekolahnya, mau kelas berapapun, belum bisa ikut ujian karena masih ada tunggakan SPP. Sekolah swasta umum yang dipilih Letta memang bukan yang wah atau terdengar mentereng namanya, ia mau Zaver tau jika tak semua sekolah swasta umum seperti yang pernah Zaver cicipi atau dengar informasi.

Zaver diam-diam membayarkan uang SPP ke teman sekolah yang belum lunas, ia berikan ke anak tersebut tanpa membocorkan jika uang itu darinya. Kalau sampai bocor, jangan harap anak itu bisa pulang dengan tenang. Ancamnya, padahal ya Zaver juga nggak tega kalau menjaili, hanya mengancam.

Zaver duduk di pinggir lapangan di bawah pohon jambu air yang tumbuh lebat. Ia buka lagi buku yang dibawa, melanjutkan belajar.

Murid-murid berlarian dari arah gerbang, takut terlambat masuk kelas atau ngejar contekan PR harian.

Zaver diam saat melihat perempuan dengan celana panjang hitam, rambut panjang sepunggung, memakai kemeja biru muda berjalan sedikit terburu-buru bersama murid-murid lain.

Buku yang tadi sedang ia baca, dilupakan. Beralih fokus ke perempuan tadi masuk ke ruang guru.

Bel berbunyi, ia kembali berjalan ke arah kelasnya dengan tenang santai. Beberapa adik kelas, seangkatan yang cewek-cewek, berlomba-lomba menyapanya yang dibalas senyuman saja oleh Zaver.

Now or Never ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang