Bab 14 | Arshaka: Rokok

509 135 307
                                    

⚠️AWAS BAPER

Seperti biasa ya vote komen sama krisarnya ditunggu🙏

Happy Reading❤️

🍁🍁🍁

Minggu ini aku lebih sibuk dari biasanya karena pameran yang akan diadakan tiga hari lagi. Sudah kudapatkan dua karyawan perbantuan, satu laki-laki dan satu perempuan. Calon yang diunggulkan Diki aku tolak mentah-mentah. Kuakui memang cantik dan seksi, tapi keterlaluan genitnya. Bayangkan dia datang interview dengan rok span super pendek dan blouse warna beige transparan yang menonjolkan lekuk tubuhnya.

"Padahal bisa buat narik pelanggan loh itu, Bos!" keluh Diki menyesali keputusanku.

"Narik om-om hidung belang kalau itu," dengusku.

"Lo mah nggak asyik, Bos. Lumayan ada yang dilihat. Bosan tiap hari lihat Imel sama Manda. Yang satu kayak laki, satunya kayak singa," keluhnya lagi. Karyawatiku memang hanya Imel yang tomboy dan Manda yang terkenal judes. Aku suka kinerja mereka.

"Emang lo nggak seneng Bos lihat yang bohay-bohay gitu? Tadi anak-anak di bawah tuh pada melotot saking cakep dan bohaynya tuh cewek!" ujar Diki antusias.

Aku memandangnya malas. Bukannya aku tak suka, akupun pria normal. Tapi cewek itu tadi terang-terangan menggodaku ketika interview. Tutur katanya manja dan sengaja meliuk-liukan tubuh menggoda. Astaga! Membuatku ilfeel saja. Aku langsung teringat Nala yang sering menggodaku juga tapi dengan tingkah absurdnya. Kenapa aku jadi bandingin mereka sih?

Aku melanjutkan pekerjaan mengecek laporan bulan lalu. Syukurlah penjualan meningkat meski tidak banyak. Oleh karena itu aku butuh pameran untuk promosi. Meski biaya yang kukeluarkan tidak sedikit, aku yakin bisa berdampak bagus untuk omset ke depannya. Aku dan karyawan-karyawanku tentunya sudah menyiapkan promo yang pasti akan menarik perhatian pelanggan.

Diki masih di kantorku. Dia di depan laptop sedang mengirim materi via email untuk dipelajari dua karyawan perbantuan nanti. Aku beruntung toko ini memiliki karyawan seperti Diki. Dia tidak hanya rajin tapi juga bisa diandalkan. Aku ingat dia dulu adalah tukang parkir di area pertokoan ini. Usianya dibawahku dua tahun. Almarhum ayahku yang mempekerjakan dia di toko kami.

Diki lulusan SMP dan selama bekerja dia mengambil kejar paket untuk mendapat ijazah SMA. Almarhum ayahku sempat memintanya untuk kuliah agar mendapat gelar sarjana. Beliau bersedia membantu masalah biaya. Tapi dengan halus Diki menolaknya. Dia ingin mengabdikan dirinya bekerja untuk Ayah. Dan begitu Ayah meninggal, Diki membantuku mengembangkan toko ini hingga sekarang.

"Ayo balik, Bos!" Diki menguap. Dia meregangkan kedua tangannya ke atas.

Aku mengecek jam. Sudah jam setengah delapan. Pasti di bawah karyawanku sudah menutup rolling door. Kumatikan komputerku lantas bersiap-siap untuk pulang.

Aku dan Diki keluar lewat garasi samping toko. Mobilku dan motor karyawan terparkir di dalam. Diki langsung pulang, tak merepet minta nongkrong seperti biasa. Dia melambaikan tangan begitu menaiki motornya, meninggalkanku mengunci garasi sendiri. Sialan! Keburu ngantuk mungkin orangnya.

🍁🍁🍁

Aku melajukan mobilku di jalan yang masih padat. Dua puluh menit kemudian sampailah aku di rumah, disambut Amma di meja makan seperti biasa.

Aku merasa tak nyaman ketika mendudukkan pantatku di kursi. Kuraba-raba, ternyata aku menduduki ikat rambut yang berbentuk seperti kabel berwarna putih mutiara.

"Punya Nala ya, Ma?" tanyaku ke Amma. Siapa lagi anak gadis yang kesini selain Nala. Amma mengangguk.

"Pasti diumpetin Aska tadi soalnya Nala nyari-nyari," katanya.

Sad Things About Renala [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang