Yeay update lagi
Jangan lupa vote + komen + krisar yaa
Happy Reading
🍁🍁🍁
Ruangan yang biasanya rapi dan hangat, kini terlihat berantakan. Sangat berantakan. Beberapa pigura yang berisi foto-fotoku dan Bunda berserakan di lantai. Meja kaca pecah berkeping-keping. Noda merah tua mengering di karpet dibawahnya. Aku termangu, mencerna keadaan sementara tanganku ditarik lembut seseorang untuk segera pergi dari ruangan ini.
"Dek, bangun!" Sayup-sayup aku mendengar suara yang kukenal.
"Dek Nala please...," mohon suara itu. Aku merasa tubuhku diguncang-guncangkan.
Akhirnya aku membuka mata. Masih terengah-engah karena mimpiku yang terasa nyata. Ruangan yang tak asing, sama seperti rumahku tapi juga berbeda.
Mbak Yani menghembuskan nafas lega. Dengan telaten diusapnya dahiku dengan handuk basah. Hangat?
"Syukurlah demammu udah turun, Dek," ucapnya.
"Aku demam, Mbak?"
Mbak Yani mengangguk. Ah pantas saja! Setiap kali demam tinggi aku pasti mimpi buruk. Dan anehnya, mimpi yang mirip-mirip dengan mimpiku baru saja.
"Semalem Pak Danu telepon. Minta tolong Mbak menginap disini jagain kamu. Taunya kamu demam tinggi. Barusan kamu merintih gitu, Dek. Terus gelisah sampai keringat dingin. Makanya Mbak bangunin," jelasnya.
Semalam aku ketiduran tanpa tahu Pak Tua sudah pergi atau belum. Aku bahkan lupa meminum obat dari dokter. Mungkin itu sebabnya badanku terasa nyeri semua pagi ini.
"Maaf jadi ngerepotin, Mbak." Aku merasa tak enak. Mbak Yani mempunyai putri berusia lima tahun yang terpaksa ditinggal semalaman untuk mengurusiku yang sakit.
"Nggak apa-apa, Dek. Nggak usah sungkan. Mbak ambilin bubur ya? Tadi Ammanya Aska kesini bawain bubur sekalian nengokin kamu."
"Amma kesini, Mbak?"
"Iya. Sempet sedih tadi pas ngeliat kamu babak belur kayak gini. Amma bilang kamu jatuh dari tangga. Jatuh apa berantem lagi?" Aku tersenyum. Mbak Yani mengenalku dengan baik. Aku beruntung, sepeninggal Bunda, ada Amma dan Mbak Yani yang menganggapku seperti anak sendiri.
"Yaudah Mbak ambil buburnya dulu," serunya lalu keluar kamar.
Aku lalu duduk, kutumpuk dua bantal untukku bersandar. Kepalaku masih pusing. Kulirik jam weker di atas nakas, hampir jam sembilan pagi. Kurasa Mbak Yani sudah menyampaikan ijin untukku tak sekolah hari ini. Selain bekerja mengurus rumah, Mbak Yani juga berperan sebagai waliku di sekolah. Perintah Pak Tua itu tentu saja.
Mbak Yani kembali, membawa semangkuk bubur yang mengepulkan uap panas. Dengan telaten ia menyuapiku pelan-pelan. Entah karena aku senang disuapi orang atau memang akunya yang lapar, bubur itupun tandas tak bersisa.
Setelah itu Mbak Yani menyiapkan air segelas untukku minum obat. Aku patuh, membuat Mbak Yani tersenyum dan mengusap rambutku dengan sayang.
"Kamu istirahat aja, Dek. Mbak beresin dapur sebentar, terus pulang! Nggak pa-pa kan Mbak tinggal?" tanyanya.
Tentu saja aku mengangguk. Tak lupa aku tersenyum untuk meyakinkannya aku baik-baik saja.
"Kalo ada apa-apa hubungi Mbak, okay?"
"Iya, Mbak. Udah pulang aja sana aku mau tidur lagi," usirku halus. Mbak Yani tertawa.
Lalu Mbak Yani pergi, dan benar saja aku mengantuk karena efek obat tadi. Semoga mimpi buruk itu tidak datang lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Things About Renala [END]✔️
Fanfic🐼RORA X HAECHAN🐻 ⚠️DILARANG PLAGIAT!!!! DOSA!!! Renala Sabitha: Memang benar hadirnya aku adalah sebuah kesalahan. Tapi aku sama tak berdosanya sepertimu. Arshaka Argantara: Bagaimana bisa seseorang yang tak merasakan kasih sayang penuh bisa menci...