Bab 32 | Bolos

227 46 163
                                    

Sebelum baca, aku mau tanya nih!

Story ini masuk reading list kalian nggak sih?

Happy Reading ❤️

🍁🍁🍁

Ini kali kedua aku ke Nadd's Garden. Masih memakai seragam sekolah terbalut cardigan warna hitam, aku duduk di sudut. Tempat yang sama ketika aku kemari dengan Amma sekeluarga.

Sekarang aku ke tempat ini sendiri, memenuhi permintaan Kak Difa yang ingin bertemu. Tak ada yang tahu kehadiranku selain Kak Difa sendiri, yang menghampiriku dengan senyum tipis, membawa minuman baru yang dia tawarkan tadi. Strawberry Smoothies.

"Cobain, Ren. Seger banget diminum siang-siang begini."

Aku menyeruput smoothies berwarna pink, yang diatasnya terdapat krim dan keju parut. Kak Difa benar. Segar sekali.

"Gimana?" tanyanya.

Aku mengangguk. Andai suasananya tak canggung begini, sudah pasti kepalaku bergoyang ke kanan dan kiri saking enaknya minuman ini.

"Mau bicarain apa?" tanyaku langsung. Aku tak pandai berbasa-basi.

Tak langsung menjawab, Kak Difa menatapku dalam seolah menilai. Meski tak nyaman, aku berusaha tenang dan tidak terintimidasi.

"Gue ingat banget lima tahun lalu. Lo selalu berada diantara gue dan Arga. I used to think you were cute. Tapi sekarang gue tahu alasannya. Lo gigih juga ya?"

Harus pakai Bahasa Inggris ya? Aku berpikir beberapa detik untuk bisa mengerti maksud perkataannya.

"Thanks. Aku anggap itu pujian."

Kak Difa tertawa dingin menanggapi komentarku. "Lo tumbuh dengan baik ya. Lo cantik. Sampai Arga bisa jatuh cinta sama lo. Kasih tahu gue gimana rasanya dicintai Arga, Ren."

Aku mendesah malas. Bukankah dia sudah pernah dicintai Kak Shaka juga? Menyebalkan.

"Gue cewek pertama di hidup dia. Gue yang ajarin dia gimana cara mencintai, Ren. Gue juga yang ajarin dia gimana cara memperlakukan ceweknya dengan baik. And now he treats you very well. Gue ngerasa nggak adil. Kenapa bukan gue yang nikmati itu?" ucapnya miris.

Aku mengangkat alis. Kenapa dia berucap seperti orang yang paling tersakiti? Kalau dia tak bisa move on, haruskah Kak Shaka melakukan hal yang sama?

"Sejak kapan lo ngejar dia, Ren? Gue rasa Arga nggak mungkin dekatin lo duluan."

Sialan! Apa Kak Difa mencoba meremehkanku sekarang? Sepertinya cukup sudah aku bersikap sopan.

"Harus banget gue jawab ya?" ketusku.

Tersenyum sinis, Kak Difa melanjutkan. "Kemana perginya Renala gue yang manis?"

Kuputar bola mata malas. "Langsung ke intinya aja, Kak."

"Fine," jawabnya lugas. "Kembali jadi adik manisnya gue dan Arga. Lo masih terlalu kecil untuk orang sedewasa dia."

Aku tertawa hambar. Kemana perginya Kak Difa yang bijak dan baik hati? Aku seperti tidak mengenalnya. Ataukah memang ini sifat asli dia? Baiklah, aku tak peduli lagi. Kuucapkan saja hal-hal yang ada di kepalaku saat ini.

"Sorry gue nggak bisa. Kenyataannya gue bukan lagi adik manis di mata Kak Shaka. Gue bukan anak kecil lagi yang berdiri diantara lo dan dia. Dan ya, gue emang gigih. Sekarang lo lihat hasilnya kan, Kak? He treats me very well. Thanks karena lo udah ngajarin!"

Wajah cantik Kak Difa merah padam. Bisa kulihat tubuh dia menegang. Tatapan matanya begitu dingin.

"Lo terlalu percaya diri," ucapnya tajam.

Sad Things About Renala [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang