EXTRA PART | Askara's Pov

308 52 109
                                    

Aku mengenal Nala semenjak dia lahir. Usiaku dua bulan lebih tua. Tak tahu bagaimana caranya berkenalan, mungkin kami ngobrol dengan bahasa bayi seperti yang bocah gila itu pernah bilang.

Masa kecil kami kuhabiskan dengan menjahili Nala, yang selalu membalas kelakuanku dua kali lipat. Kami selalu bertengkar, dan berakhir dengan dirinya yang menangis. Sudah pasti aku kena omel Amma, dan bocah itu akan nyengir bahagia.

 Sudah pasti aku kena omel Amma, dan bocah itu akan nyengir bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski tak akur, kami tak terpisahkan. Hingga insiden meninggalnya Tante Linda membuat Nala harus pindah ke rumah ayahnya. Kami memang masih berjumpa di sekolah, namun Nala terlihat berbeda. Kami tak sedekat dulu, karena dia menjaga jarak dengan siapapun.

Nala berubah menjadi anak pendiam, tapi tak kenal takut. Tak ada yang berani mengganggunya kecuali satu orang, Daisy, yang kabarnya adalah putri dari CEO Yayasan sekolah kami. Belakangan baru kuketahui bahwa CEO Akasia dan Ayah Nala adalah orang yang sama.

Namun kami dekat lagi setelah Nala kembali tinggal di depan rumahku. Waktu itu usia kami dua belas tahun, kelas delapan. Bocah gila itu nekat tinggal sendirian, hanya ditemani asisten rumah tangga hingga sore. Tapi setiap hari dia ke rumahku, begitulah kami dekat lagi.

Mungkin saat masa puber inilah aku mulai melihat Nala dari sisi berbeda. Rasanya aneh, melihat Nala tiba-tiba berubah centil, peduli dengan penampilan dan merawat wajahnya. Setelah kuperhatikan saksama, ternyata Bang Shaka alasannya. Hanya saja abangku bukannya tertarik, malah menganggap lucu bocah gila itu. Apalagi Bang Shaka sudah punya Kak Difa yang dipacarinya sejak SMA.

Aku terbahak-bahak mengingat wajah sebal Nala ketika Bang Shaka memperkenalkan bocah itu sebagai adiknya pada Kak Difa. Tapi rupanya Nala tak menyerah. Entah strategi apa yang dia jalankan, yang jelas dia malah jadi akrab dengan pacar Bang Shaka.

🍁🍁🍁

Terlalu dekat dengan bocah gila itu, Ah! gadis itu maksudnya, membuatku tak bisa melihat gadis lain selain dia. Sial! Aku tak sadar menyukainya. Apakah mungkin cinta? Entahlah. Setahuku jatuh cinta membuat jantung berdebar kencang, hati berbunga-bunga, salah tingkah saat berdekatan. Aku tak merasakan itu semua.

Namun anehnya, rasa tidak suka muncul saat kulihat Bang Shaka mencium gadis itu di depan rumahnya. Gila!

Saat itu aku masuk ke kamar Bang Shaka untuk meminjam charger miliknya. Jendela kamar terbuka lebar membuat angin dingin masuk leluasa. Aku hendak menutupnya ketika kulihat pemandangan itu. Tepat di depan rumah Nala, Bang Shaka mencium bibir gadis itu, dan Nala membalasnya.

Perasaan tercekik menyerangku tiba-tiba. Lantas kualihkan pandanganku dari mereka. Kembali ke kamarku, mengenyahkan apa yang kulihat, dan berusaha bersikap seperti tak ada hal yang mengganggu.

Bukankah aku tahu jelas Nala sangat menyukai Abangku? Aku mendukungnya, menghiburnya, dan seharusnya aku lega ada kemajuan dalam hubungan mereka. Apalagi setelah itu Kak Difa kembali dan bisa saja mengacaukannya.

Sad Things About Renala [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang