Kawal sampai tamat yaa 🫰
Happy Reading ❤️
🍁🍁🍁
Nala menjalani aktivitasnya dengan normal. Menjelang kelulusan, gadis itu disibukkan dengan ujian dan persiapan masuk perguruan tinggi. Mungkin ini hal yang bagus, jarang kulihat dia bermuram durja. Kesibukan mungkin penyembuhan terbaik untuknya. Masa depannya masih sangat panjang, bahkan hidup yang sesungguhnya belum dimulai.
Aska mendapat beasiswa untuk murid berprestasi di kampus milik Yayasan Akasia, sementara Nala masih harus menghadapi ujian masuk yang digelar pekan depan. Hampir setiap malam dia belajar dengan Aska lantas tidur lebih awal karena kelelahan. Akupun sudah jarang deep talk dengan dia.
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Nala tampak cantik menghadiri acara wisudanya. Aku bangga melihatnya berhasil lulus di tengah masalah keluarga yang membelitnya. Aska diumumkan sebagai lulusan terbaik, membuat Amma menangis bahagia.
Kami merayakan kelulusan mereka berdua dengan makan malam bersama di restoran yang direkomendasikan Nala, yang pemiliknya ternyata adik kandung almarhum Pak Danuar. Aku cukup senang mengetahui hubungan Nala membaik dengan keluarga ayahnya.
Aku baru mengetahui Tante Yunita adalah ibu dari Jovandra, sepupu yang pernah Nala ceritakan hampir melecehkannya di mobil dulu. Aku sempat khawatir hal itu terulang kembali ketika Nala rutin mengunjungi Tantenya. Namun yang kutakutkan tak terjadi. Jovandra telah berubah. Dia menghargai Nala sekarang.
Yang tidak bisa diperbaiki mungkin hanyalah hubungan Nala dengan ibu tirinya, serta Daisy. Kebencian masing-masing mungkin sudah mendarah daging. Nala akhirnya jujur kala dia pergi tanpa pamit waktu itu adalah untuk mengunjungi ibu tirinya.
"Kasihan Tante Ira, Kak. Ditinggal pergi Ayah mungkin buat beliau depresi," ucapnya sedih.
"Tante Ira punya Daisy yang bakal bikin beliau semangat hidup lagi, Cil. Jangan khawatir," hiburku.
Nala tetaplah Nala, yang mengkhawatirkan orang lain lebih dari dirinya sendiri.
🍁🍁🍁
Nala kini bisa bernapas lega, hanya tinggal menunggu hasil seleksi ujian masuk kuliahnya. Kami akhirnya memiliki banyak waktu berdua, dan gadis itu seolah benar-benar memanfaatkannya. Dia jadi manja, meminta kutemani terus-menerus. Aku tak keberatan. Sudah tiga hari ini dia menungguiku bekerja. Dia di kantorku seharian, menonton drama sementara aku sibuk melakukan pekerjaanku. Saat mulai bosan dia hanya duduk melamun di sofa hingga ketiduran. Aku terkekeh, kantorku tak ubahnya daycare untuk Nala.
Nala tertidur di depan laptop yang dipinjamnya dari Diki. Kepalanya terkulai dengan tangan yang menjadi tumpuan. Menyadari posisinya yang tak nyaman, lantas kuangkat gadis itu dan kubaringkan di sofa. Nala menggeliat sebentar untuk menyamankan posisi tidurnya. Tersenyum simpul, kusibak rambut Nala yang menutupi pipinya. Gadis ini tak hanya cantik, tapi ada sesuatu di wajahnya yang membuat orang betah memandang.
Aku seolah terhipnotis, kudekatkan wajahku, setidaknya untuk memberi satu kecupan di bibir ranum gadis itu. Namun kedatangan Diki tiba-tiba tanpa mengetuk pintu mengagetkanku.
"Astaghfirullah... Bos mau ngapain?!" pekiknya.
Aku menoleh cepat ke arahnya. "Ssstt...," desisku pelan karena takut membangunkan Nala.
Diki nyengir kuda. "Lanjutin Bos! Ntar aja gue kesini lagi. Sorry mengganggu, ya?" Lantas dia keluar kantor.
Aku sedikit bersyukur Diki mengganggu. Hampir saja aku menjadi pria kurang ajar yang memanfaatkan kesempatan saat Nala sedang tidur.
"Kak," lirih suara di bawahku. Aku menunduk melihat Nala yang mengerjapkan mata. Pasti kedatangan Diki tadi membuatnya terbangun.
"Udah bobok siangnya?" godaku. Nala tersenyum malu lantas bangun dan mendudukkan tubuhnya. Aku bergeser ke samping dia.
"Udah selesai, Kak?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.
Aku mengangguk. Kuusap sudut mata Nala dengan jariku, tampak ada sedikit kotoran mata disana. Nala terkejut dengan tindakanku. "Lo kapan dewasanya, sih?" gerutuku. Sontak dia mencubit pinggangku.
"Emang yang punya belek anak kecil doang apa?" protesnya. Aku tertawa.
🍁🍁🍁
Masih dalam mode manja, weekend kali ini Nala memaksaku camping di pantai gara-gara reels yang dia lihat di explore instagram. Sudah kujelaskan terlalu beresiko, Nala mudah terserang flu jika udara dingin.
Akhirnya aku memutuskan menyewa villa dekat pantai alih-alih tenda. Dan karena tidak mungkin kami berdua saja, Amma dan Aska kuajak ikut serta. Amma sempat menggerutu karena ajakanku yang tiba-tiba. Namun saat tahu ini ide anak gadisnya, sikapnya langsung berubah. Beliau semangat mengurus segala sesuatu yang perlu kami bawa.
Perjalanan ke pantai memakan waktu kira-kira tiga jam. Jelas sekali Nala bersemangat. Sepanjang jalan dia terjaga, mengabadikan video perjalanan kami. Memotretku, Amma, dan Aska secara candid dengan ponselnya.
Aska terlihat ogah-ogahan. Dibanding jalan-jalan, anak itu lebih suka main play station seharian. Namun Amma memaksanya ikut, demi menyenangkan hati Nala.
Kami tiba di villa sore hari. Tempat ini sama persis dengan foto di sosial media. Villa mungil yang berada di atas bukit, dengan dua kamar tidur dan kolam renang pribadi. Sangat dekat dengan pantai yang hanya berjarak seratus meter tepat di bawah bukit.
"Bagus banget, Bang. Sering-sering ajak Amma staycation begini dong!" komentar Amma takjub. Beliau tengah melihat-lihat ruangan dalam villa.
"Iya, nih. Kerja melulu lo, Bang! Giliran ceweknya yang ngajak aja langsung gas," cibir Aska.
Aku dan Amma terbahak. Sementara Nala yang ikut kena cibiran Aska memberengut. "Sirik aja, lo!" sungutnya.
Selanjutnya kami istirahat setelah menata bawaan kami di kamar masing-masing. Aku dengan Aska, dan Amma dengan Nala.
🍁🍁🍁
Memang benar, sunset terlihat berkali lipat lebih indah ketika di pantai. Langit berubah dari menit ke menit. Dari warna biru menjadi jingga keemasan, lalu kemerahan ketika matahari terbenam. Angin berhembus sepoi-sepoi, deburan ombak meski terdengar riuh namun tak mengganggu sama sekali. Menenangkan.
Juga membahagiakan, karena aku menikmati keindahan ini tak sendiri. Nala berada persis disampingku. Senyum tipis terbentuk kala netranya memandang hamparan langit senja yang luas. Cantik.
"Lo bahagia, Ren?"
Senyum tipis Nala mengembang, menjawab pertanyaan yang kulontarkan. Saat Nala menoleh, duniaku seolah tenggelam dalam matanya yang indah. Dia tak kalah cantik, mungkin lebih cantik dari senja yang kami saksikan.
"Aku bahagia, Kak. Sangat. Lebih bahagia dari yang kuharapkan. Entah bahagia ini layak kurasakan apa enggak," ucapnya.
Aku mengernyit, kata-kata Nala membuatku bertanya-tanya. Namun belum sempat aku berpikir maksudnya, kedua tangan gadis itu menangkup wajahku. Aku terkejut saat bibirnya menyentuh bibirku, mengecupnya lembut.
Aku terhanyut dalam ciuman Nala yang selalu terkesan lugu namun manis dan mendebarkan. Aku selalu suka cara dia mengimbangi ciumanku meski terasa canggung. Namun kali ini lain, ciuman Nala seolah menuntut, ada rasa keinginan dan keputusasaan disana.
Aku mencoba mendominasi ciuman ini dengan meraih tengkuk gadis itu. Menyalurkan ketenangan agar dia tak terburu-buru. Namun aku malah frustasi, ketika kurasakan air mata Nala mengalir, ikut membasahi pipiku.
Cukup lama akhirnya kami melepaskan tautan bibir ini. Kupandangi wajah Nala yang basah. Tatapannya nanar. Kebahagiaannya tadi seolah lenyap bersama senja yang telah usai.
🍁🍁🍁
Vote komen udah?
Next?

KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Things About Renala [END]✔️
Fiksi Penggemar🐼RORA X HAECHAN🐻 ⚠️DILARANG PLAGIAT!!!! DOSA!!! Renala Sabitha: Memang benar hadirnya aku adalah sebuah kesalahan. Tapi aku sama tak berdosanya sepertimu. Arshaka Argantara: Bagaimana bisa seseorang yang tak merasakan kasih sayang penuh bisa menci...