20. Sama-sama Gila

518 52 4
                                    

Gavriell tersenyum tipis, mulai merasa dongkol dengan pria yang lebih tua di depannya. Seorang rekan bisnis yang sejak dulu sering kali bekerja sama dengan Wijaya Group. Kali ini pria tersebut menginginkan sesuatu yang tidak Gavriell senangi.

Menjadikan cucunya sebagai host di salah satu acara televisi Wijaya.

Gavriell bukan orang suci yang tidak pernah terlibat dengan kegiatan kotor perusahaan. Memasukkan seorang kenalan ke posisi penting melalui jalur belakang bukan hal yang sulit. Dengan tiga catatan penting.

Menguntungkan, punya reputasi, dan punya kemampuan.

"Setahu saya cucu Pak Anwar pernah terlibat kasus prostitusi dan bullying. Reputasinya tidak bagus, followers akun sosial medianya juga menurun drastis. Dengan kondisi begitu saya tidak mau dia ada di acara saya."

Bahkan meski Anwar adalah teman dekat mertuanya, Gavriell tidak akan memberikan pengecualian.

Wijaya Media memiliki citra bersih dan sehat, dia tidak mau mengambil resiko.

Anwar juga sepertinya mulai terlihat kesal dengan Gavriell yang konsisten menolak. Dia bahkan mulai terang-terangan memasang wajah sombong dan meremehkan. Gavriell meremehkan dalam hati, tahu kalau pria di depannya akan mulai bersikap semaunya.

Gavriell menyesap teh hangat yang tinggal separuh. Suasana di sekitar mereka mulai ramai, Gavriell pun melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah pukul dua belas siang, wajar kalau ramai.

"Sudah waktunya makan siang," gumam Gavriell. "Karena restaurant ini terkenal dengan banyak makanan enak, pasti jam-jam segini banyak pengunjung datang  untuk makan siang."

Gavriell ingin segera mengakhiri pertemuan, Anwar pun pasti paham itu.

"Saya sangat menghargai Pak Gavriell sebagai CEO Wijaya Media karena itu saya secara pribadi meminta jadwal bertemu." Anwar diam sejenak sebelum meneruskan. "Kalau saya mau, saya bisa langsung menemui Rama. Dia pasti setuju dengan permintaan saya tanpa pikir panjang."

Gavriell memberikan senyum tipis. "Silahkan dicoba. Saya yakin Papa mertua akan menyerahkan keputusan perusahaan pada Saya," jawabnya dengan percaya diri.

Gavriell paham betul bagaimana cara bekerja keluarga Wijaya. Mereka tidak akan pernah ikut campur dengan cara Gavriell memimpin perusahaan. Karena itu adalah syarat yang dia ajukan saat akan menikah dengan Lily.

"Saya paham cucu Bapak perlu kembali ke televisi untuk memperbaiki reputasi tapi saya tidak mau mempertaruhkan reputasi Wijaya Media. Lagi pula dia baru keluar dari penjara, sebaiknya biarkan cucu Bapak bernapas sejenak."

"Saya tidak pernah diperlakukan seperti ini sama Wijaya Group. Bapak Gavriell orang luar, jadi wajar kalau tidak tahu sedekat apa hubungan keluarga Sandy dan Wijaya."

Memang menguras tenaga kalau berbicara dengan orang yang tidak sepemikiran. Gavriell mulai merasa pegal meladeni. "Seperti yang Bapak katakan, saya bukan Wijaya jadi beginilah saya memperlakukan Pak Anwar."

Gavriell berdiri, ingin mengakhiri pertemuan mendadak yang sangat membuang waktu ini.

"Kalau begitu bagaimana dengan ini." Anwar ikut berdiri, menahan Gavriell yang ingin pergi. Meski kesal dan merasa diremehkan, Anwar tetap memerlukan Gavriell. "Bagaimana kalau Nak Lily membantu cucu saya. Nak Lily kan punya reputasi dan prestasi yang bagus di entertainment. Tidak masalah kalau tidak muncul di televisi, tapi biarkan cucu saya masuk akun sosial media Nak Lily."

"Pak."

Gavriell menatap dingin pada Anwar. Rahangnya mengeras. Gavriell menahan diri agar tidak berteriak saat ini.

Sayang, Ini Yang Dinamakan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang