24. Bulan Madu?

549 51 9
                                    

Setelah membatalkan jadwal selama seminggu dan berdiam diri di rumah, Lily akhirnya mulai siap beraktifitas sepadat biasanya. Bersyukur dia sudah mendapat izin dari Gavrriell untuk keluar dari rumah. Lily langsung menghubungi Aurel untuk segera menata kembali jadwal yang tertunda.

Lily melangkah keluar kamar sembari meregangkan tubuh. Lalu berhenti begitu melihat pintu kamar Gavriell yang tertutup rapat. Terakhir kali dia masuk ke dalam kamar suaminya waktu itu, saat dia lancang membuka hadiah dari mantan yang sudah dipastikan menjadi kenangan indah bagi Gavriell.

Kalau dipikir-pikir, belum ada informasi lanjutan dari Aurel mengenai Dewi Mahardika dan suaminya. Padahal dia sudah sangat penasaran akan hubungan mereka berdua.

"Permisi, Bu."

Lily menoleh pada pelayan yang menghampiri dirinya. "Ini saya mau turun makan," katanya lebih dulu. Just in case kalau si pelayan diminta Gavriell untuk menyuruhnya makan.

"Iya, Bu. Saya mau menyampaikan juga kalau mobil Bu Bella baru saja masuk ke area rumah."

Lily melebarkan mata. "Mama mertua?"

"Iya, Bu."

Lily langsung menunduk, menatap penampilannya yang masih mengenakan baju tidur. Wajah polos tanpa make up dan rambut masih acak-acakan. Lily menepuk jidat, mertuanya paling tidak suka dengan yang namanya berantakan.

Dan penampilan Lily saat ini sudah dipastikan akan membuat Bella tidak suka.

"Kalau gitu saya siap-siap dulu," ujarnya sembari masuk kamar. Langsung meluncur ke kamar mandi dan berusaha mandi secepat yang dia bisa.

Berbeda dengan mama kandungnya yang tidak akan datang kecuali ada acara, mertuanya justru memiliki hobi berkunjung secara mendadak. Lily seringkali protes pada suaminya tapi tidak mempan. Bella tetap saja sukanya dadakan, seperti sekarang.

Lily bahkan sampai panik sendiri. Ia memilih dress selutut motif bunga-bunga cantik berwarna kuning.

Membiarkan rambut lurusnya tergerai begitu saja.

Dalam waktu kurang dari dua puluh menit, Lily yang semula kucel baru bangun tidur berubah menjadi putri konglomerat yang anggun.

"Apa kabar, Ma?" Lily memeluk mertuanya yang duduk di ruang keluarga. Menikmati secangkir teh hijau dengan biskuit. Lily tersenyum tipis, selera Bella persis sekali dengan suaminya.

"Baik. Maaf ya datangnya mendadak." Tentu saja hanya basa-basi. Faktanya Bella selalu meminta maaf dan tetap akan mengulangi hal yang sama. "Habis mama sudah kangen banget sama kalian. Gavriell juga bilang kamu sempet sakit. Gimana? Sudah sembuh?"

"Sudah lebih baik, Ma. Cuma sakit flu biasa aja, kok." Lily menuntun mertuanya kembali duduk. "Mama sudah makan?"

"Sudah. Itu Mama bawakan kue buatan Mama untuk kalian. Dimakan, ya? Jangan lupa kasih Mama review jujur nanti di grup whatsapp keluarga." Bella terkekeh sendiri mendengar kalimatnya.

"Siap, Ma." Lily memberikan senyum lebar. "Kebetulan nih, Ma, aku belum makan. Mama mau nggak nemenin aku makan?"

"Wah, kenapa belum makan jam segini." Bella berdiri lebih dulu. "Ayo, kamu makan dulu. Jangan sampai sakit lagi."

Bella memang cerewet tapi penuh dengan perhatian. Sejak awal pertemuan mereka pun, Bella sudah bersikap hangat layaknya ibu sendiri. Karena itu, Lily merasa nyaman dengan Bella meski ada beberapa sifat yang kurang cocok.

Namun, memangnya ada manusia yang sempurna? Tidak akan ada juga manusia yang seratus persen cocok. Lily hanya memutuskan mengambil hal positif dari mertuanya.

Sayang, Ini Yang Dinamakan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang