Lily menutup wajahnya dengan kedua tangan. Malu dan ngilu di bawah sana membuat wajahnya memerah. Tentu saja ia merasakan sakit saat Gavriell menerobos masuk hanya dengan satu sentakan.
Gavriell memandang wajah Lily bersalah. Harusnya ia memeriksa lebih dulu, bukan malah menuruti nafsu dengan terburu-buru. "Are you okay, Ly?"
Anggukan kecil Lily membuat Gavriell bernapas lega. Tangannya menyingkirkan rambut yang melekat di dahi basah Lily. Kemudian mengecup lembut di sana, mencoba mengalirkan rasa nyaman dan aman.
"Jangan tutup wajah kamu, Ly," pinta Gavriell. Kedua tangannya bertumpu di samping wajah istrinya. "Aku mau lihat wajah kamu," lanjutnya.
Lily menyingkirkan tangan dari wajahnya. Matanya yang berair menapat wajah tampan Gavriell yang menunduk. "Pelan-pelan, Gav."
Si pria mengangguk pelan meski ia tidak bisa menjamin. Perlahan, kejantanan Gavriell mulai bergerak maju, mencoba meraih titik Lily yang paling dalam. Kepalanya mendongak dengan lenguhan panjang keluar dari belah bibirnya, miliknya di remas dengan kuat di dalam Lily.
Lily meraih lengan Gavriell, menggenggam erat sampai kukunya menusuk kulit sang suami. Rasa ngilu ia rasakan menjalar ke seluruh tubuh, ada sensasi sengatan listrik yang dia rasakan saat Gavriell kembali meraih dadanya, menarik pelan dan menggigit kecil.
Semakin lama semakin cepat juga Gavriell bergerak di bawah sana.
"Ah, Gav," lenguh Lily. Ia tak pernah membayangkan akan rasa ngilu dan menyenangkan seperti ini. "Gav."
Lily meraih wajah Gavriell yang sedang sibuk bermain dengan kedua puncak dadanya. "Kiss me," pintanya.
"Ah!" Lily kembali membusungkan dada saat Gavriell menghantam keras miliknya di bawah. Pria itu diam beberapa saat sebelum kembali bergerak maju dengan brutal, membuat Lily tak tahan untuk tidak menjerit.
Gavriell mengusap bibir penuh Lily dengan ibu jari, menekan dengan lembut lalu melesak masuk, bermain-main dengan lidah istrinya. Sementara pinggulnya masih terus bergerak dengan tempo cepat, ia menggeram saat merasakan jarinya digigit oleh Lily.
Tak puas dengan jari didalam mulutnya, Lily meraih tengkuk Gavriell, memagut bibir suaminya. Mencoba mencari pelampiasan dari rasa ngilu yang dia rasakan.
Gavriell pun tak keberatan. Dia membalas pagutan lidah Lily dengan lembut. Ia sadar diri kalau istrinya mungkin tengah merasakan kesakitan meski dia yakin rasa nikmatnya pasti juga sama besarnya.
"Masih merasakan sakit?" Gavriell bertanya setelah melepas ciumannya.
Lily menatap mata Gavriell kemudian menggeleng dengan wajah malu. Karena memang rasa sakit dan ngilu yang dia rasakan perlahan mulai hilang. Gesekan milik Gavriell di dalam intinya membuat Lily terus mengeluarkan desahan. Ia merasa sesuatu akan keluar dari dalam tubuhnya ketika Gavriell juga menyentuh titik paling sensitif di bawah sana.
"Kamu bisa mengeluarkan suara sekencang apapun, Ly, nggak masalah. Aku suka suaramu," kata Gavriell.
Mendengar hal itu Lily tak menahan diri, dia menjerit kencang saat merasakan kehangatan di dalam tubuhnya. Bokongnya naik terangkat saat dia sampai pada pelepasan hebat yang dia rasakan. Bersamaan dengan Gavriell yang melenguh panjang.
"Gav," panggilnya saat Gavriell menarik diri perlahan. Lily meraih perut suaminya yang berkeringat. Menyentuh otot perut sang suami lalu naik sampai ke dada.
Gavriell menahan tangan Lily yang terus bermain di permukaan kulit dadanya. Mencium telapak tangan Lily yang berkeringat.
"Masih sanggup?"
Lily sedikit ternganga. "Kamu belum selesai?"
"Memangnya ada pria yang selesai dengan satu kali?" Gavriell bertanya balik. Belum sempat Lily menjawab, ia sudah menarik tubuh istrinya. Mendudukkan Lily di pangkuan, lalu kembali melesak masuk.
Gavriel diam, tidak langsung bergerak. Membiarkan Lily kembali beradaptasi dengan dirinya yang semakin mengeras. "Kamu belum pernah having sex? Kenapa?"
"Gak mau aja," jawab Lily pelan. Ia kesusahan mengeluarkan suara. "Kata mama, lebih enak sama suami sendiri."
Gavriell tertegun. Siapa sangka, wanita pembuat onar seperti Lily mampu menuruti kata mamanya begitu.
Gavriell menghirup ceruk leher istrinya, sementara kedua tangan memegangi pinggang Lily yang mungil. "Kamu yang gerak, Ly," pintanya.
Tangan Gavriell memandu tubuh istrinya bergerak naik turun secara perlahan. Lily memeluk erat leher suaminya. Matanya terpejam, menikmati milik Gavriell yang menusuk dengan dalam di bawah sana.
Gavriell mencengkram bokong berisi Lily, merasa gemas.
Lidahnya juga tak tinggal diam. Dia kembali memberi gigitan sana sini di leher dan dada Lily. Meninggalkan banyak tanda kepemilikan di tubuh polos istrinya.
Lily terus bergerak cepat, kepalanya menengadah tinggi, dadanya naik turun seirama dengan pinggulnya yang bergerak cepat. Ia sudah tidak peduli lagi kalau jeritannya terdengar dari luar kamar. Lily masa bodoh. Dia sedang menikmati yang namanya surga dunia
"Oh, Gav." Tubuh Lily bergetar saat ia mencapai pelepasannya. Kepalanya jatuh mengenai pundak lebar Gavriell. Ia merasakan punggungnya di elus, membuat Lily yang merasa nyaman memejamkan mata. "Aku capek," bisiknya.
Gavriell kembali menidurkan tubuh istrinya, melepas penyatuan mereka pelan-pelan. Bibirnya tersenyum saat melihat wajah Lily yang penuh keringat, makin sexy, pikir Gavriell.
Ia meraih tisu di meja sebelah ranjang, mengusap wajah dan leher Lily.
"Gav, itu darah aku?" Lily menegakkan kepala, melihat sprei yang berdarah.
BACA LENGKAP DI KARYAKARSA
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang, Ini Yang Dinamakan Cinta
Fiction générale18+ | Marriage Life | Mature Content Hubungan pernikahan yang dipaksa memang tak mungkin berjalan mulus. Pertengkaran akibat rasa tidak suka jelas terjadi setiap harinya. Begitu juga dengan hubungan Gavriell dan Lily. Satunya berniat untuk cerai, sa...