9. Kontrak Pencegah Cerai

524 64 5
                                    

Di Karyakarsa sudah sampai bab 15 yaa
Follow me on Tiktok and Instagram too (ANGSLAYYY)

*
*
*

Mata bulat Lily masih setia menatap lurus Gavriell yang terdiam bingung. Wajar. Lily pun akan sebingung Gavriell kalau dia jadi suaminya. Habis mengajak cerai lalu bersikap tidak mau diceraikan. Siapa lagi yang tidak punya rasa malu begitu kalau bukan Lily Wijaya.

Bilangnya tidak butuh, tapi malah mencari duluan. Maunya tidak diganggu, tapi merasa kesal kalau tidak diperhatikan.

Wanita memang rumit. Sulit dimengerti. Membuat Gavriell pusing setengah mati.

Begitu melihat Lily yang masih betah menatapnya, Gavriell jadi tahu kalau istrinya sekarang lagi serius. Tidak sedang main-main. Jadi, dia mencoba memberi kesempatan pada Lily untuk berbicara lebih lama.

Kasihan. Sudah datang jauh-jauh masa harus Gavriell suruh pulang.

Karena itu Gavriell berdiri, mengangguk dua kali sebelum berjalan lebih dulu ke sofa tengah ruangan. Duduk di kursi tunggal yang menghadap pintu dan Lily memperhatikan hal itu dengan jengah.

Kalau saja tidak sedang butuh, dia akan memaki Gavriell karena sikap angkuhnya.

"Oke. Mari kita dengarkan kamu mau negosiasi apa."

Lily tak mau melewatkan kesempatan. Dia duduk di kursi paling dekat dengan Gavriell secepat kilat. "Kontrak."

Gavriell menatap Lily. Dia diam, tidak bertanya atau berkomentar.

"Ayo kita buat kontrak," kata Lily mengulangi. Dia mengeluarkan selembar kertas kosong dari dalam tas. Wajahnya harap-harap cemas menatap Gavriell.

"Kontrak apa?"

"Nikah lah, apalagi." Lily memutar bola mata malas.

"Kita sudah menikah." Gavriell membenarkan letak dasinya yang bergeser. "Buat apa kontrak segala."

Lily berdecak. "Beda. Kali ini kita buat kontrak nikah yang berbeda." Lily menjilat bibir bawahnya sebentar. "Kita buat kontrak pencegah cerai."

Gavriell mulai menatap Lily serius, ia sampai memutar tubuh hingga bisa menatap istrinya lurus. Lily tentu senang dengan respon Gavriell yang menunjukkan ketertarikannya.

"Kontrak pencegah cerai?" Ulang Gavriell dan Lily mengangguk. "Kenapa? Kamu nggak mau cerai? Bukannya kamu yang meminta?"

"Benar tapi cerai itu ribet, susah," katanya. "Lebih sulit daripada menikah dulu."

"Ah." Gavriell mengerti. "Jadi kamu nggak mau cerai karena ribet? Kenapa? Takut kalau keluarga kamu marah?"

Lily diam saja tidak menjawab, dan Gavriell menganggap itu adalah jawaban yang benar. "Tenang saja, kita bisa menggunakan alasan kalau aku berselingkuh. Dengan begitu posisi kamu aman, perceraian akan dilakukan tanpa ada kemarahan yang mengarah ke kamu. Media juga akan menjadikan itu alasan kita bercerai, jadi kamu tidak akan mendapat kecaman publik, malah akan dapat simpati," jelas Gavriell dengan tenang.

Alasan yang bagus. Lily suka dengan alasan yang menguntungkan begitu. Hanya saja dia tidak mau dan tidak merasa lega.

"Lo nggak akan memimpin Wijaya Media lagi."

"No problem."

"Lo akan dipaksa masuk firma hukum orang tua lo," lanjut Lily.

"It's okay, sama sekali nggak masalah."

"Lo kan suka bisnis daripada hukum." Lily masih tidak mau mengalah.

"Memang benar tapi hukum juga menarik kalau dipikir-pikir." Gavriell masih sangat tenang.

Sayang, Ini Yang Dinamakan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang