Dengan lampu kamar yang dibiarkan nyala terang benderang, Gavriell menindih tubuh Lily di atas ranjang. Terus memberikan rangsangan pada leher putih Lily, meninggalkan banyak bercak kemerahan di sana. Dan begitu sapuan lidah Gavriell turun menuju puncak dadanya, Lily tidak bisa lagi menahan suaranya.
Mulutnya terbuka sebab terkejut dengan serbuan nikmat yang diberikan Gavriell.
Tubuh keduanya tidak benar-benar telanjang saat ini. Gavriell hanya membuka kancing blouse yang dikenakan Lily dan melepas kaitan bra. Rok pendek yang dipakai Lily pun terangkat sampai pinggang. Sementara Gavriell masih lengkap mengenakan kemeja hitam dengan celana bahan berwarna sama.
Lily tidak tahu kenapa Gavriell tiba-tiba begitu mendamba dirinya. Pria yang selama ini selalu sibuk bekerja dan mengabaikan dirinya, ternyata bisa menjadi sangat menginginkannya. Lily menggigit bibir kala tangan Gavriell mulai mengusap bagian bawahnya.
Jari Gavriell bergerak naik turun di atas intinya yang masih dibalut celana dalam. Membuat Lily frustasi dan menginginkan sentuhan yang lebih.
Menyadari istrinya yang mulai terangsang dan terus bergerak gelisah di bawahnya, Gavriell menegakkan tubuh. Menatap jejak yang dia buat di area leher dan dada Lily. Ia meraih puncak dada istrinya yang mengetat, tegak dengan warna merah muda yang menantang.
Gavriell menjilat bibir. Tak pernah dia merasa senafsu ini melihat tubuh wanita. Lily begitu indah dan wangi yang mampu membangkitkan sisi lain dalam dirinya. Gavriell tidak akan rela membiarkan kenikmatan ini di rasakan oleh orang lain.
Hanya dia yang boleh bersama Lily.
Hanya Gavriell yang boleh melihat keindahan tubuh Lily.
Gavriell seperti anak kecil yang mendapat hadiah permen saat mengingat bahwa dirinya lah yang pertama bagi seorang Lily Wijaya. Tidak salah. Lagi pula dia suaminya, maka boleh-boleh saja dia merasa senang seperti itu.
"Jangan dilihatin." Lily merengek malu. Memalingkan wajahnya yang memerah. Siapa yang tidak tahu malu kalau Gavriell hanya menatap tubuhnya. Gerakan tangan di puncak dadanya juga berhenti. Pria itu benar-benar hanya menatap tubuh Lily dengan mendamba.
Gavriell meraih pipi Lily, membuat wanitanya kembali memandang wajahnya. "Kamu cantik. Nggak perlu malu," katanya menenangkan.
Lily memekik kaget kala Gavriell kembali membelai di bawah sana. Masih dengan dilapisi celana dalam, Gavriell bergerak menggoda. Menekan titik sensitif Lily dan membuat gerakan memutar dengan jari telunjuknya.
Sungguh, Lily merasa frustasi. "Gav, please."
"Wait," balas Gavriell. Mengerti bahwa istrinya sudah tidak tahan. Lily sudah basah dan berkedut tapi Gavriell masih ingin bermain. Ingin menikmati setiap ekspresi kenikmatan yang dibuat istrinya lebih lama.
Lily tak sanggung bersabar. Ditariknya kerah baju Gavriell, memagut bibir sang suami dengan gemas. Ia ingin melampiaskan apa yang dia rasakan. Ia ingin Gavriell mengerti betapa menyiksa ketika mereka belum menyatu.
Lily menahan wajah Gavriell dengan kedua tangat saat dirasa si pria ingin melepaskan ciuman. Masa bodoh. Tak akan Lily lepaskan sampai Gavriell berhenti bermain-main dengan area di bawah sana.
Gavriell menyingkap celana dalam istrinya. Menyentuh langsung bagian basah dan kenyal itu dengan jari-jarinya. "Ini yang kamu mau?" Gavriell bertanya setelah Lily melepaskan ciuman mereka.
"Kamu mau aku bergerak lebih cepat?" Dengan sengaja, Gavriell memasukkan dua jari sekaligus dalam sekali hentakan. Membuat Lily memekik dengan tubuh melenting. Gavriell bergerak cepat, ingin membuat istrinya mendesah lebih keras lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayang, Ini Yang Dinamakan Cinta
Ficción General18+ | Marriage Life | Mature Content Hubungan pernikahan yang dipaksa memang tak mungkin berjalan mulus. Pertengkaran akibat rasa tidak suka jelas terjadi setiap harinya. Begitu juga dengan hubungan Gavriell dan Lily. Satunya berniat untuk cerai, sa...