Keesokan harinya, Caine terbangun duluan,cahaya menembus kaca jendela. Cahaya itu menyinari wajahnya dan membuat mata nya perih. Caine terbangun dan membersihkan tubuhnya lalu ke dapur untuk memasak seperti biasa. Satu anaknya sudah bangun dari tidur lelapnya,lalu Caine menyapanya dengan senyum manisnya.
"Pagi gin"sapa Caine dan melanjutkan masak nya. Gin menyapanya balik dengan membalas senyuman juga. Lalu ia duduk di meja sembari menunggu makanan. Matanya menyipit karena ia tidak terlalu banyak tidur hari ini,karena gin memikirkan sesuatu yang mengganggunya. Caine sedikit khawatir,ia pun meletakan daging ayam itu ke piring dan menaruh beberapa makanan yang sudah siap. Lalu Caine duduk di samping gin dengan penasaran ada apa dengannya.
"Gin? Kau kenapa? Jika ada masalah,bilang saja padaku" caine menepuk pundak gin dengan pelan sembari meletakan tangannya di atas meja. Caine menatap gin yang terlihat sedihzingin menceritakan namun,takut Caine sedih juga mendengarnya. Gin berusaha membuka suara namun,mulutnya tertutup rapat sehingga ia tidak bisa bicara.
Tetesan air mata keluar. Gin ingin menangis,ia memeluk maminya dengan erat,sembari melepas semua rasa sedih dengan menggunakan pelukan hangat dari mami nya. Sedikit bingung,namun Caine tetap membalas pelukan itu dan juga mempererat pelukannya. Ringisan tangis gin terdengar didekat telinga Caine,air mata diusap agar tidak menghalang mata gin.
"Aku.. akan pergi ke luar negri sangat lama. Kemungkinan ini hari terakhir aku bertemu kalian dan bersama dengan echi."ucap gin ia bercerita dengan singkat. Caine kaget,ia hendak bertanya kenapa ia harus keluar negri. Gin bercerita ia banyak urusan diluar negri,dan juga meredakan masalahnya disini. Ia menunduk pelan,seseorang wanita bersurai ungu pastel datang dengan keadaan yang masih baru bangun. Ia mendekati mereka berdua yang sedang duduk di kursi meja makan. Wanita itu duduk didekat gin dan brtanya.
"Gin? Kenapa? Kok nangis? Cengeng."echi membawa suasana agar tidak terlalu sedih. Tatapan tajam dari gin membuat echi tak nyaman didekatnya. Ia memakan kulit ayam yang berdepanan dengannya,sembari mencicipi sedikit demi sedikit. Caine terkekeh pelan,ia mengelus rambut gin dengan lembut,ia berusaha menenangkan gin agar tidak menangis lagi. Gin menceritakan dengan singkat kepada echi,dan itu membuat echi kaget dan hendak sedih. Mengalihkan pangannya ke lain,dan membiarkan air matanya keluar tanpa sepengetahuan gin. Ia mengusap itu dengan pelan dan kembali menatap gin dengan mata yang lembab.
"...kalau lu ke luar negri? Gua gimana? Masa sendiri? A-aku.. gabisa main kalau gak ada kamu gin..."echi pun memulaikan suasana yang sedih,gin mengajak echi untuk ke pelabuhan agar menjadi hari terakhir mereka bertemu. Kemungkinan dimasa depan mereka akan bertemu lagi. Saat di pelabuhan,echi duduk di atas pagar yang berdepanan dengan laut sembari bercerita semua kesalahannya dan kekonyolan nya. Mereka berdua berbincang bincang bersama sembari menghabiskan waktu bersama. Di keesokan harinya echi mencari gin kemana mana,ia bertanya kepada Caine namun Caine menjawabnya dengan singkat.
"Umph.. dia sudah berangkat tadi subuh chi. Udah gapapa,kamu ke kanpol aja nyari uang sama temen." Ujar Caine sembari memberikan saran darinya. Echi kaget air mata nya mulai menurun mengalir dari mata ke dagu. Namun Caine memberi sebuah kertas yang berisi tulisan yang panjang. Kertas itu menceritakan kenangan nya dan gin,echi menggenggam kertas itu dan kabur ke kamar untuk meredakan tangisnya.
Pe mikum,yang nanya aku kemana... Aku kemana mana ges jadi gitu.
Gak canda,aku ngerjain remed ku nying cape kali,untung dikasih kesempatan kedua sama guru gweh rawr😋. Btw ni crt udh lama banget maybe kalian gamungkin nangis...
Gaoaoa lah bomat
#ginchikaram
KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Noir Familia [Fanfict!?] Ending
FantasyMalam penuh bintang seorang pemuda bersurai merah tepar di lantai keras. kepala penuh darah karna benturan keras. pemuda itu berusaha berdiri namun nihil,karena kepalanya yang pusing oleh benturan keras itu. pemuda itu pingsan di tempat lorong sepi...