19. Konfrontasi 🙂💋

3.5K 159 6
                                    


Brisella berjalan dengan langkah semangat saat menuju unitnya pada pukul sepuluh malam hari ini, gadis itu tersenyum bahagia setelah meletakkan kunci mobilnya ke dalam tas. Begitu pintu lift yang dia naiki berhenti di lantai tempat unitnya berada, Brisella dikejutkan dengan keberadaan Aarav yang berdiri mematung di depan pintu apartemen Brisella.

Lelaki itu menunduk dalam dan kedua tangannya terselip di saku celana bahan yang Aarav kenakan. Saat langkah kaki Brisella terdengar mendekat, barulah pria itu mengangkat wajah dan menemukan orang yang dia khawatirkan seharian ini muncul.

"Bapak ngapain di depan pintu saya?" tanya Brisella heran.

"Menunggu kamu," balas Aarav dengan suara datar. Kedua bola mata Aarav nampak merah, dan raut lesu yang ditampilkan bisa Brisella simpulkan jika lelaki itu sedikit mabuk. Seharusnya jika merasa mabuk pulang ke unitnya sendiri, kenapa malah menunggu Brisella di depan pintu seperti orang tidak jelas?

"Bapak mabuk, ya?" tanya gadis itu menyadari kaleng bir yang pria itu letakkan di lantai. Sementara Aarav mengangguk pelan, namun dengan cepat menggeleng. Sungguh tidak bisa dimengerti.

"Saya nungguin kamu sejak jam 7," cetus pria itu, menarik napas lega ada senyum tipis yang terukir di bibir merah merona Aarav. "Saya... kangen kamu."

"Aduh, lama-lama agak creepy juga ya beliau ini," gumam Brisella pelan. Seharusnya saat menangis di bekas perpustakaan mereka tidak berciuman, sekarang Aarav nampak semakin agresif mendekatinya dan jadi baper begini. Brisella kemarin hanya butuh penenang untuk rasa sedihnya, dan kebetulan Aarav ada di sana. Tapi jika karena ciuman yang bagi Brisella tidak seberapa itu malah membuat Aarav makin tergila-gila dengannya, dia agak menyesal melakukan itu.

Brisella bukan tipe orang yang suka memberi harapan dan menggantungkan perasaan orang lain. Beberapa waktu lalu Aarav menyatakan perasaan dan Brisella belum sempat mengatakan apakah dia juga menyukai atau tidak? Dia menerima atau tidak? Jika Aarav sadar dengan gelagat Brisella harusnya dia tahu jika Brisella tidak mau ambil risiko menjalin hubungan dengan pria yang 20 tahun lebih tua darinya itu.

Mereka pernah terlibat skandal, dan karena skandal itu Aarav dan Brisella makin dekat. Padahal sebelumnya tidak pernah ada niatan sama sekali.

"Bapak mending pulang deh ke tempat Bapak sendiri, sekarang udah malam dan saya harus tidur karena besok ada kelas pagi. Kalau Bapak ingat juga, kelas itu adalah mata kuliah milik Bapak. Jadi silakan pulang." Brisella berusaha menggeser tubuh tinggi Aarav yang menjulang menghalangi aksesnya untuk masuk. Demi kadal terjepit pintu, tubuh Aarav berat sekali. Dan sialnya dia tidak mau minggir dan keras kepala pada posisinya.

Pria itu menggeleng kemudian mengucek matanya yang merah. "Saya bilang saya kangen kamu. Kamu tadi pergi ke mana sama lelaki preman itu?"

Brisella berdecak tidak suka saat Aarav menyebut Sam sebagai preman. Padahal pria yang disukai Brisella itu adalah disk jokey paling keren di muka bumi ini.

"Jaga mulut Bapak ya! Dia bukan preman."

"Kamu selalu bela dia. Kamu hanya melihat dia, tapi kamu tidak pernah melihat saya."

"Saya lihat Bapak kok. Kalau nggak lihat Bapak terus sekarang saya ngomong sama siapa? Jelmaan kolor ijo? Yang bener aje!"

"Bukan itu, Bri," sergah Aarav ingin meluruskan maksudnya. "Kamu hanya melihat Sam atau siapa pun nama lelaki itu, padahal saya juga menyukai kamu dan berusaha ada untuk kamu. Tapi kenapa hanya Sam yang kamu tanggapi?" keluh Aarav jujur.

"Karena saya suka Sam," balas Brisella enteng. "Saya nggak bisa memaksakan diri sementara saya nggak merasakan apa pun saat sama Bapak. Jadi tolong jangan tuntut saya."

Hey, BriselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang