7. 🫨 Shocking Time 🫨

6K 216 0
                                    

Menyadari suhu sekitarnya cukup hangat, Brisella tidak bisa untuk berhenti bergumam nyaman akan kehangatan yang memeluk dirinya. Gadis itu merasakan selimut membungkus tubuhnya dan bibirnya melengkungkan senyum meski kedua matanya masih terpejam.

Menyadari aroma maskulin yang menyeruak di hidungnya, perlahan dia mulai membuka mata.

Bau ini? Ini bukan bau parfum gue...

Gadis itu menggumam lalu benar-benar membuka mata, dan rasa panik juga khawatir tidak dapat dia singkirkan secara bersamaan kala kesadarannya pulih. Reflek untuk bangun dari posisi nyaman dari ranjang tersebut, Brisella spontan membulatkan mata.

Dengan rasa takut yang menguasainya, dia menilik tubuhnya di balik selimut tebal yang sialnya entah milik siapa ini begitu nyaman, untungnya dia masih memakai pakaian yang semalam--tidak ada yang berubah sama sekali. Strapless top warna hitam masih menutupi dadanya, hanya saja entah crop outer miliknya ada di mana.

Brisella mengembuskan nafas lega, sembari memijat dahinya yang mendadak pusing, dia mengedarkan pandangan dan memerhatikan setiap detail di dalam kamar itu yang begitu tampak rapi--malah sangat rapi.

"Ini bukan kamar gue," gumam gadis itu singkat. "Sejak kapan kamar gue putih-putih kayak ruang IGD gini?"

Ketika pintu kamar terbuka, keterkejutan Brisella semakin melambung tinggi. Pria itu--dosen sastra dari kampusnya mendorong knop pintu dan menatapnya dengan datar.

"Kamu sudah bangun?" tanyanya santai. Sedangkan Brisella reflek membekap mulut untuk meredam teriakan yang keluar dari mulutnya.

"Uwaaaa!!! Bapak ngapain!" Spontan dia menarik selimut sampai membungkus tubuhnya seperti kue lemper, ekspresi wajahnya benar-benar seperti habis melihat setan dengan tanduk menjutai hingga tanah. Tubuhnya mendadak gemetaran saat tahu dan sadar fakta bahwa dia saat ini berada di unit dosennya yang paling dia benci itu.

"Kamu di apartemen saya." Aarav menyilangkan tangan di depan dada, lalu menyandarkan bahunya ke kusen pintu sembari terus menatap Brisella. "Kamu lupa sama semalam?"

"Hah?! Kita ngapain?" tanya gadis itu benar-benar ketakutan, sejurus setelah itu dia melepas balutan selimut dan loncat dari ranjang menghampiri Aarav dengan cepat. "Please jelasin ke saya, semalam kita ngapain? Anjrit, gue kecolongan lagi!! Mampus gue!" umpat Brisella benar-benar mengutuk dirinya sendiri. Gadis itu bahkan merenggut rambutnya dan kelihatan sekali frustrasi.

"Lagi?" tanya Aarav seraya menaikkan satu alisnya, merasa sangsi dengan kalimat Brisella tersebut. "Maksud kamu apa?"

"Bentar, jelasin dulu semalem kita ngapain? Bapak jangan bertele-tele ya! Saya bikin ulah, kah?" tanya Brisella terang-terangan meski dia takut setengah mati. Dia benar-benar mabuk dan tidak ingat apa pun. Yang dia ingat semalam dia sibuk berceloteh dan minum wiskey dengan kadar alkohol tinggi, kemudian dia... memajukan wajah... lalu...

Gadis itu menggeleng keras setelah mengingat sepotong demi sepotong kejadian di kelab semalam, dia hanya ingat sampai di bagian dia memajukan wajah.

Sedangkan Aarav terus menatapnya dalam diam membiarkan Brisella mengingat sendiri kejadian itu, dia agak malas membahasnya. Saat tangan kanan Aarav menyentuh dagu dan mengelus bawah bibirnya yang sedikit terdapat luka, barulah tatapan Brisella mengikuti arah jemari pria itu. Dia melihat luka kecil itu di bawah bibir Aarav yang membuat kedua mata Brisella mendadak melotot seperti bola. Sepertinya Brisella ingat sesuatu, hanya saja... terlalu samar.

Brengsek Brisella! Lo gila! Batin gadis itu begitu menyadari aksi impulsif yang dia lakukan kepada dosennya sendiri.

"Pak... Saya..."

Hey, BriselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang