12. 🔆 Sunshine Smile 🔆

2.9K 169 8
                                    

90 menit berlalu Brisella sejak tadi sudah menunggu di ruangan kerja dosen sastra yang dia sangat hindari itu, dia duduk di sofa berlapis beludru di dalam ruangan itu dan diam tanpa tertarik dengan segala hal yang ada di ruangan.

Satu-satunya perhatian yang Brisella tuju adalah pergelangan kakinya yang lebam dan membiru akibat buru-buru melangkah di tangga menuju kelas tadi.

Dia meringis pelan merasakan sensasi nyut-nyutan yang cukup mengganggu itu, dan sialnya Brisella tidak dapat ke mana pun atau melangkah dengan nyaman ketika posisi kakinya begini.

"Kenapa hari-hari gue jadi begini yah?" gumam gadis itu pelan. "Sam jauhin gue, digosipin satu kampus jadi lonte, sahabat gue fitnah gue, terus sekarang kaki gue keseleo."

Brisella mengembuskan nafas lelah, kemudian menyandarkan punggungnya ke bantalan sofa selagi menunggu Aarav datang ke ruangan ini. Dia tidak tahu lagi harus bagaimana. Meski gosip itu sudah dipatahkan dan kebenarannya terungkap, masih ada sisi di mana Brisella belum lega. Masih ada satu kejanggalan.

Dan Brisella kekeuh ingin mendengar alasan Fasha melakukan itu terhadapnya. Mengapa gadis itu tega, ketika Brisella benar-benar menyukainya sebagai teman yang baik. Larut dalam pikiran itu membuat Brisella menguap lebar, dia menggaruk pipinya sedikit kemudian melirik jam yang tertempel di dinding dan waktu masih terus berjalan. Tanpa sadar, kedua matanya tertutup dan rasa kantuk benar-benar menguasainya saat ini.

Brisella harap dengan tidur sebentar tidak membuatnya dihukum dua kali, atau mendapat tugas dobel yang menyita harinya.

Suara dengkuran halus mulai terdengar, gadis itu tampak nyenyak meski posisi tidurnya harus duduk, Brisella sampai tidak sadar jika derap kaki seseorang datang mendekatinya dengan hati-hati.

Aarav meletakkan beberapa buku besar dan laporan tugas yang dia buat di meja ketika mendorong knop pintu dan mendapati mahasiswi yang terlambat mengikuti kelasnya itu justru tidur terlelap di sofa ruang tunggu ruangannya. Aarav melangkah mendekat, kemudian menggoyang-goyangkan tangannya tepat di depan wajah gadis itu yang saat ini begitu lelap.

Berjongkok untuk hendak membangunkan Brisella, fokus Aarav teralih kala menatap bibir gadis itu yang mencuri atensinya. Bibir tipis berbentuk hati yang terpoles lipstik warna merah muda itu membuat Aarav tak buru-buru memalingkan pandangan. Dia justru menikmati tiap jengkal keindahan dari wajah gadis 20 tahun tersebut.

Brisella memiliki mata yang cukup bulat, tidak terlalu kecil namun memiliki bulu mata yang amat lentik. Lalu hidung gadis itu teramat bangir, fitur wajahnya benar-benar alami tanpa rombakan dokter. Dan Aarav mengakui jika Brisella memang secantik itu jika dilihat dari dekat.

Saat lirikannya kembali menuju bibir, ingatan mengenai mereka yang berciuman di club malam waktu itu membuat jakun Aarav tiba-tiba naik turun. Sampai kapan pun Aarav tidak akan pernah lupa. Seumur hidup dia tidak pernah merasakan ciuman yang begitu bergairah seperti yang Brisella lakukan. Dan itu disebabkan oleh mahasiswinya sendiri.

Aarav tidak menyangka, gadis muda yang nampak biasa saja dan polos itu memiliki sisi liar yang membuatnya mabuk kepayang. Brisella mungkin lupa sebab dia mabuk saat itu, tetapi Aarav tidak bisa. Rasa manis bercampur cerry dan lenguhan pelan yang Brisella erangkan kala bibir mereka bertemu, membuat Aarav lupa bahwa dia seharusnya tidak melakukan itu.

Perlahan tapi pasti, kesadaran Brisella kembali saat dia membuka mata. Namun gadis itu justru terkesiap dan mendapati dosennya itu tengah berlutut di hadapannya dan menatapnya begitu intens.

"Astatang!!" kejut gadis itu ketika menjumpai Aarav tepat di hadapannya. "Ih kaget!"

Begitu pula dengan Aarav, fokusnya telah sepenuhnya kembali. Dia berdeham pelan kemudian bangkit dari posisinya. "Tadinya saya mau bangunin kamu."

"Aduh, maaf, Pak. Saya ketiduran, abisnya sofanya empuk. Eh! Astagun mulut gue!" Brisella menepuk bibirnya sendiri sebab sudah bicara asal dan tidak meminta maaf karena tidak bisa mengikuti kelas pria itu.

Aarav berdeham dan mengangguk. "Ya, tidak apa-apa. Kamu mungkin lelah karena tadi berlari."

"Hehe, iya juga. Oh, iya tugasnya---" Saat Brisella hendak bangun dari sofa, dia sempat melupakan kondisi kakinya yang lebam dan sakit hingga untuk berdiri saja rasanya tidak sanggup. Saat melangkah hendak ke depan dia justru tersungkur lagi dan itu terjadi tepat di depan dosennya sendiri.

Bersyukur lantai kayu yang Brisella pijak dilapisi karpet, maka dia tidak perlu khawatir bajunya akan kotor. Hanya saja... hal memalukan itu terjadi di depan Aarav Adyaksa.

Menundukkan pandangan sebab tubuhnya menubruk lantai, Brisella segera menyugar rambutnya yang panjang dan menyengir di depan pria itu. "Hehe... maap, Pak."

"Hati-hati, Brisella."

Secara perlahan Brisella bangkit meski dia harus menyengir menahan sakit yang terasa ngilu di kakinya.

Menyadari hal itu, tatapan Aarav segera menuju ke kaki Brisella. "Kaki kamu kenapa?"

"Oh, saya jatuh di tangga tadi."

"Coba saya lihat," balas Aarav ketika berjongkok di depan gadis itu yang berdiri di sebelah meja dan menyadari jika pergelangan kaki Brisella benar-benar lebam membiru. Pria itu mendongak dan menatap wajah Brisella yang menatapnya balik.

"Kenapa bisa begini?"

"Saya lari ngejar waktu ke kelas Bapak," jawab Brisella apa adanya. Mengembuskan nafas pelan, Aarav lekas berdiri dan menuntun Brisella untuk kembali duduk di sofa, selagi itu dengan cepat dia berjalan menuju nakas untuk mengambil kotak P3K yang tersedia di ruangannya.

"Kaki kamu keseleo, lihat sampai biru begitu." Aarav membuka kotak P3K miliknya kemudian meraih salep untuk otot dan beberapa perban elastis untuk membalut kaki Brisella. Meski rasa canggung menguasai, tetapi keadaan Brisella benar-benar harus diatasi secepatnya, dan Aarav harus melakukan itu agar Brisella tidak terus kesakitan.

"Julurkan kaki kamu, saya akan obati." Aarav menyuruh Brisella untuk menselonjorkan kakinya di depan pria itu, ada rasa tidak enak sekaligus segan sebab rasa skeptis Brisella begitu membuncah takut ada orang yang lagi-lagi iseng memotretnya dan menimbulkan fitnah.

"Nggak usah, Pak. Saya nanti ke dokter aja."

"Sementara. Ini darurat, kamu mana bisa jalan dalam keadaan begini."

Saling menatap dalam sepersekian detik, Brisella akhirnya memutuskan untuk menurut meski ada rasa takut yang bercokol di dalam hatinya. Tangan pria itu menekan kaki Brisella dan memijat secara perlahan-lahan dan membiarkan Brisella rileks akan rasa sakit yang ditimbulkan.

"Awwh! Aduh! Sakit, Pak. Pelan-pelan dong!" dumal gadis itu ketika tidak tahan dengan pijatan yang tangan Aarav lakukan pada pergelangan kakinya. Menyadari lagi mulutnya yang sembarangan, Brisella memejamkan mata dan lagi-lagi meminta maaf pada Aarav sebab dia bersikap tidak sopan.

"Waduh! Maaf, Pak. Sekali lagi maaf. Saya nggak bermaksud untuk bentak Ba---" Belum selesai Brisella mengucapkan kalimatnya, Aarav sudah mengangkat wajah dan senyum kecil terbit di bibirnya. "Tidak apa-apa, itu reaksi normal. Kalau kaki saya sakit dan ditekan begini saya juga akan mengumpat."

"Oh, ya?" Saya kira Bapak nggak bisa ngomong kasar."

"Bisa, hanya tidak terbiasa." Kedua tangan Aarav masih terus memijat pergelangan kaki Brisella sembari terus mengajak gadis itu mengobrol, membuat Brisella rileks adalah kunci agar rasa sakit itu tidak menyiksanya.

"Wah, pasti estetik tuh. Kayak gini, 'dasar kamu hewan berkaki empat yang menggonggong' atau 'dasar kutu kasur' gitu kan, Pak?"

Dan reaksi Aarav adalah terkikik geli. Mereka saling tertawa dengan obrolan yang semakin larut itu dan mengarah ke mana saja. Seketika Brisella lupa akan rasa sakit di kakinya, sebab senyuman Aarav ternyata membuat senyum di bibirnya ikut merekah juga.

"Brisella, kamu sangat lucu," ucap Aarav seraya masih mempertahankan senyumnya. Sebentar, kenapa jantung Aarav di dalam sana menjadi berdegup tidak wajar?

Tbc

Aloooo gaisss aku come back 😍😍😍😍 cerita Brisella akan rutin aku up kalau lapak ini rame yaaahhh btw, mohon maaf lahir batin teman-teman wetpetku sayanggg ❤❤

Ayo ramaikan, silakan baca, jangan lupa vote dan komen ❤👍🏻

Hey, BriselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang