36. Yes or No? 🗣️

2.3K 140 22
                                    

Setelah diseret pulang dan tak menyangka akan mendapat ciuman agresif di dalam mobil, Brisella mendadak merenung hingga mobil itu sampai di pekarangan rumah Aarav tengah malam ini. Emosinya sudah memuncak dan Aarav dengan pemikiran serta sikapnya yang selalu kontradiksi membuat Brisella bingung.

Begitu mobil berhenti dan pria itu turun untuk membuka pintu, barulah Brisella bereaksi. "Nggak usah lo seret-seret gue! Gue bukan bayi yang harus nurut sama lo!"

Memaksa keluar saat Aarav hendak menuntunnya karena efek mabuk, Brisella langsung menolak mentah-mentah. Gadis itu berjalan sempoyongan hingga sampai di kursi depan rumah pria itu. Aarav tak mau banyak bereaksi, dia memutar kunci kemudian membuka pintu dan mengajak Brisella untuk masuk ke dalam karena hawa dingin dari embun malam mulai terasa.

"Kamu bisa pakai kamar saya," kata pria itu datar. Namun Brisella enggan untuk bangun, kepalanya menunduk dalam dan dia masih pusing karena efek cocktail yang tidak seberapa itu.

"Gue mau ke vila aja." Saat gadis itu bersiap bangun, Aarav dengan sigap menahan pergelangan tangan Brisella dan benar-benar menariknya ke dalam. Dia berdecak kesal dan memelototi mantan pacarnya itu agar menurut dan tidak banyak membantah.

"Bisa kamu dengar saya? Ini sudah malam dan banyak lelaki asing yang mungkin akan melakukan sesuatu yang buruk pada kamu. Tidur di dalam."

"Brisik!" desis gadis itu membalasnya. Kentara sekali Brisella kesal setengah mati. "Kenapa peduli? Lo bilang kita bukan apa-apa lagi. Jadi udah nggak usah betingkah sok jantan."

"Hey Briselle... Please, I beg you."

"Stop call me that silly name! Nama gue Brisella bukan Briselle! Cuma lo yang manggil gue pake nama konyol itu!"

"Silly?"

"Ya, lo dan nama panggilan aneh lo itu. Brisal Briselle. Shut the fuck up!"

"Huekk!" Udara malam yang dingin ditambah Brisella hanya memakai bikini dan Aarav lupa membawa jaket, membuat tubuh gadis itu merinding karena kedinginan dan perutnya menjadi mual. Rasanya Brisella ingin sekali muntah tetapi ingat bahwa perutnya kosong karena dia tidak makan apa-apa sejak tiba petang tadi.

"Sudah saya bilang, kamu bisa masuk angin." Mau tidak mau Brisella dituntun ke kamar utama milik Aarav dan pria itu merebahkan tubuh Brisella di atas ranjang miliknya. Ruangan itu remang-remang karena lampu utama tidak dihidupkan, dan suasana di antara mereka begitu tidak mengenakan.

Namun setelah merebahkan tubuh gadis itu agar berbaring, Aarav menyadari jika Brisella terisak. Dia menangis diam-diam saat mengubah posisi berbaring menyamping.

"Enggak usah peduli lagi." Di sela isakkan itu, Brisella secara terbata-bata menyuruh Aarav untuk berhenti peduli. Karena bukan ini yang dia inginkan.

"Bukan itu maksud saya..."

"Kamu selalu takut sama semua kemungkinan," balas Brisella kesal. "Rasa sayang kamu cuma sebatas omong kosong. Cuma aku yang paling keras berusaha."

Kembali isakkan menggema di ruangan kamar yang gelap itu, sementara Aarav duduk di tepi ranjang dan tidak dapat berkutik juga tidak dapat membalas perkataan yang Brisella lontarkan.

"Kemarin kamu yang DM aku, kamu yang mulai ingin baikan sama aku, tapi giliran aku datang... kamu mati-matian nolak aku. Tapi saat aku deket sama orang lain kamu nggak suka. Aku bingung kamu maunya apa?"

"Saya--"

"Jawab yang bener!" pekik gadis itu kemudian bangkit dari posisi baring. Kedua matanya sudah memerah dan air mata berderai deras dari pelupuk matanya. Brisella akan pergi jika Aarav tidak menginginkannya lagi.

Hey, BriselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang