2. 🚗 Overthinking 🚗

6.7K 290 0
                                    

Brisella melangkah masuk ke mobil Audy hitam metalik yang terparkir di depan halte kampus dengan pikirian semrawut dan wajah tak berdaya untuk menolak, dia menyetujui ajakan Aarav untuk mengantarnya pulang meski rasa waswas menguasainya saat ini.

Nggak akan kenapa-kenapa, Bri! Pak Aarav baik! Brisella membatin sambil menggigit bibir bawahnya tanpa dia sadari. Aarav yang memerhatikannya sejenak hanya mampu melirik saja, setelah memasang sabuk pengaman dan menginjak pedal gas, mobil melaju meninggalkan tempat itu.

Tidak ada obrolan, juga tidak ada suara. Bahkan Brisella terkesan menahan nafas. Takut jika dia bernafas, Aarav mendadak akan berubah menjadi monster dan memangsanya secara membabi buta.

Keringat di punggungnya perlahan mulai mengucur, padahal suhu di dalam mobil cukup adem karena AC menyala. Namun, ketakutan dan nyalinya yang tidak seberapa besar itu membuat Brisella benar-benar merasa di bawah tekanan. Bersama dosen menyebalkan itu, Brisella tidak dapat berkutik sama sekali.

"Kamu di apartemen Gold Pearl tower berapa?" tanya Aarav dengan santai.

Brisella yang sedari tadi tegang sibuk mencengkeram tali sabuk pengaman lalu mengedip panik, kemudian menengok dengan wajah penuh kejut.

"Hah? Ituh..."

Senyum tipis Aarav muncul, dan hal itu membuat Brisella semakin tidak mengerti. Ada gelenyar aneh saat pertama kali dalam beberapa semester mereka saling bertatap muka. Aarav tidak pernah tersenyum. Tolong catat analis, catat! Pria itu kaku seperti kanebo yang sudah dijemur selama 10 bulan. Datar dan kaku seperti manusia sedang dalam banyak tekanan, banyak utang dan hidupnya tidak ada bahagia-bahagianya. Tapi... dalam satu waktu, senyum itu terukir indah, meski hanya setipis tali beha perawan.

"Saya hanya bertanya, jangan panik. Kamu pikir saya akan bunuh kamu di sini? Saya bukan psikopat, Bri." Pria itu menjelaskan meski Brisella merasa skeptis. Bisa saja sebenarnya pria itu pembunuh berantai, sebab auranya memang segila itu.

Bukan psikopat, tapi mirip. Brisella berbicara dalam hati.

"Saya cuma kaget," balas Brisella, lalu menatap ke luar jendela yang tertutup rapat.

Mobil yang mereka tumpangi lalu berhenti di perempatan jalan menuju apartemen tempat Brisella tinggal, di lampu merah itu, keadaan semakin tegang yang membuat Brisella bahkan sulit menelan ludahnya sendiri. Kenapa lampu hijau muncul lama sekali? Brisella tidak tahan lama-lama di mobil pria patung berhala itu.

"Kenapa kamu diam saja dari tadi? Saya tanya kamu cuma jawab, hah hoh seperti sedang main siput saja?" Aarav melawak, tapi percayalah, itu garing sekali seperti gorengan yang dimasak dua kali. Brisella bahkan tidak tertawa.

Brisella menelan ludah, kemudian menjawab, "saya bingung mau jawab apa. Bapak terkenal galak, saya jadi takut." Brisella memberanikan diri berkata jujur, daripada dia tertekan lebih baik menjawab apa adanya sesuai nalurinya sebagai manusia.

"Saya hanya ingin kamu tidak salah paham. Saya ingin seluruh mahasiswa yang mengikuti kelas saya bersungguh-sungguh jika saya beri tugas. Saya... tidak masalah dengan nilai kamu yang langganan mendapat F." Mobil melaju pelan saat lampu lalu lintas berubah hijau. "Saya akan membuat kamu mengerjakan tugas itu hingga mendapat nilai ideal sesuai standar saya."

Brisella menghela nafas, bahkan memikirkannya saja membuat perutnya mulas. Dia sudah tidak punya cukup tenaga untuk membahas nilai dan tugas sialan itu yang menyita harinya. Jika mendapat tugas, jangankan untuk main, nongkrong atau pergi ke mall. Tidur saja tidak bisa. Seakan 24 jam tidak cukup dalam sehari untuk menyelesaikan segala hal rumit yang si dosen perfeksionis itu ciptakan.

"Saya akan berusaha," balas Brisella dengan nada setengah yakin---meski tidak. "Saya akan dapat nilai yang ideal. Saya akan kerjakan, Pak."

Ada raut sedih yang Aarav lihat saat kedua mata mereka bertemu tatap. Sorot mata mahasiswinya itu tampak putus asa, tapi Aarav harus profesional. Dia hanya mampu memberi semangat, agar Brisella dapat menyelesaikannya tepat waktu dan dengan benar. Aarav tidak merasa dirinya jahat, dia hanya ingin gadis itu berkembang dan belajar lebih kritis lagi.

"Bagus," jawab Aarav. "Kamu di tower berapa?"

"Tower 5. Nanti Bapak turunin saya di depan halte aja ya, saya mau jalan." Brisella berucap dengan hati-hati. Takut menyinggung pria itu jika sebenarnya dia tidak nyaman sama sekali berada di dalam mobil.

"Saya akan antar kamu sampai depan. Saya juga tinggal di sini." Aarav memutar kemudi lalu masuk ke dalam area apartemen itu menuju basement gedung tempat mereka tinggal.

Mengangguk pelan... beberapa detik setelahnya kedua mata Brisella melotot seketika. Sebentar...

"Hah? Bapak tinggal di sini? Di tower 5?!" tanya Brisella dengan nada terkejut. "Yang bener aje!"

Aarav melirik. "Kenapa? Salah saya tinggal di sini?"

Brisella menggeleng kaku. "Enggak!" Sekali lagi, dia hanya terkejut. Sisanya terkejut banget.

Mobil pun berhenti dan Aarav melepas sabuk pengaman yang melindungi tubuhnya. Diikuti Brisella yang menyusul keluar dari mobil pria itu. Dia berjalan mengikuti Aarav seperti anak bebek yang mengekori induknya.

Melirik tak enak pada pria jangkung itu, Brisella dengan berani memotong langkah Aarav dengan cepat. Dia ingin meluruskan sesuatu, overthinking akan banyak hal benar-benar mengganggu pikirannya. Tapi yang terlintas di benaknya kali ini cukup ekstrem dan mau tidak mau Brisella harus menanyakan ini agar suatu hari tidak timbul masalah.

"Pak! Sebentar!" Brisella sudah berdiri di depan Aarav, dan otomatis langkah pria itu pun terhenti. Dengan dahi berkerut kecil, ada sorot bertanya yang tampak dari bola mata jernih pria itu.

"Bagaimana kalau ada yang lihat kita berdua begini dan muncul skandal antara mahasiswi dan dosennya? Saya udah cukup tertekan sama tugas yang Bapak kasih. Saya nggak mau ada orang yang iseng dan menjatuhkan saya," tegas Brisella.

Aarav membalas, "siapa? Siapa yang akan melakukan tindakan bodoh itu? Saya siapa? Kamu siapa?"

Terdengar seperti sebuah lagu...

"Tidak ada hal apa pun. Saya hanya mengantar kamu pulang karena kita satu arah dan satu tower apartemen. Tolong jangan membuat asumsi tidak berdasar yang akan mengganggu aktivitas kamu sendiri ataupun saya. Mengerti?" Aarav memberi penjelasan sederhana. Semoga gadis itu mengerti. Ini hanya perbuatan baik biasa sebagai sesama manusia. Kenapa harus dipermasalahkan?

"Sebaiknya kamu naik. Sampai jumpa besok." Pria itu berlalu dan Brisella tidak dapat menahannya. Tubuhnya bergeser sedikit dan mempersilahkan kaki jenjang Aarav melangkah melewatinya.

Brisella sepertinya terlalu stres, sampai dia terpikirkan tentang hal acak yang sebenarnya tidak perlu dia pusingkan.

Namun apakah dia tahu, jika seseorang diam-diam memotret keberadaan mereka?

"Gotcha! Dapet juga lo, Bri!"

Tbc

Update siang mumpung niat, langsung cepak jederr aja deh

Selamat membaca 🔥

Hey, BriselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang