Twenty nine

11 2 0
                                    

Keesokan harinya disekolah, saat berjalan menuju kantin.

"Al!" Seseorang memanggilnya. Alev mencari suara itu, tetnyata Marvin.

"Kenapa kak?" Tanya-nya.

"Boleh panggilin Hans gak?" Tanya Marvin.

"Iya ka-"

"Al, sini" Ucap Jefian yang duduk dikursinya.

"Gak, terima kasih" Ucapnya menunduk lalu pergi.

"Kok sifatnya tu anak berubah ya? Gue punya salah kah?" Batinnya.

Dikelas,

"Hans, dipanggil ama kak Marvin" Teriaknya dari luar kelaa. Temannya yang ada dikelas semua terdiam dan menatap Alev.

"Apaan?" Tanya Alev pada semua temannya.

"Hans, lo punya masalah ya?" Tanya salah satu temannya.

"Gue gak tau" Jawab Hans.

"Lama lo njing, udah cepetan. Jangan lemot" Ucap Alev.

"Al, lo pms ya? Pagi pagi udah teriak teriak gak jelas" Tanya Hans sambil berjalan, moodnya Alev hancur sudah.

"Udah, gak usah banyak bacot. Cepetan kesana, lama lama gue gulung juga lo", Saat mau memasuki kelasnya. Tangannya ditarik oleh Hans.

"Temenin gue, gue takut sendiri kesana" Ucap Alev.

"Gak ada gak ada, pergi aja sendiri, lagipula dia gak bakalan gigit lo" Ucap Alev.

"Ohh, ayolah" Mohon Hans, membalikkan badannya ke Alev

"Pergi aja sendiri, ngapain ajak gue?" ,

"Temenin gue!",

"Gak",

"Ayoo",

"Gak",

"Kenapa lama?" Tanya seseorang dibalik Hans.

"Dia gak mau temenin gu...ee" Jawab Hans. Ternyata itu Marvin yang sedang menatap tajam matanya bersama Jefian yang menatap Alev.

"Ayo, gak usah lama", Marvin merangkulkan tangannya dibahu Hans. Dan tersisa Alev dan Jefian disana.

"Gak ada lagi kan? Drama drama? Oke gue masuk dulu" Ucap Hans, berbicara sendiri, masuk kedalam kelasnya.

Saat masuk kedalam kelas, lengannya ditarik dari belakang, bukan lain Jefian.

"Ikut gue bentar"-

"Kalau guru nanya, Alev mana, bilang aja dipanggil ma ketos" Teriak Jefian. Semua murid mengangguk.

"Gak" Bantah Alev.

"Udah ikut aja",

"Gak",

"LO KALAU DIBILANGIN NURUT, ANJING! JANGAN PEMBANTAH!" Teriak Jefian, menarik lengan Alev keras.

Alev, hanya terdiam. Baru pertama kali dia dimarahi oleh Jefian

~~~~~~

Beberapa hari kemudian, Alev tidak pernah lagi keluar kelas. Alev juga menjadi lumayan pendiam dan jarang berkomunikasi dengan oeang orang, kecuali Hana.

Saat dipanggil oleh Jefianpun, ia tak mempedulikannya. Baginya itu tidak berguna, sekeras apapun ia berteriak, itu tidak akan berguna.

Dia juga sering dibully, cuman hal itu. Setiap hari ia dibully, tapi dirinya tetap diam dan tidak melawan. Hans juga tak bisa membantunya, ia juga dipaksa untuk ikut membullynya.

Disuatu hari, saat Alev memasuki kelasnya. Ia melihat bangkunya sudah bertuliskan hal yang ia tidak inginkan.

Cupu banget jadi orang, minimal lawan lah. Baru dibentak doang, udah merasa paling sedih sedunia. Gak usah sok berani, kalau lo dibentak aja diem, HAHAHAHA.

Alev hanya menatap bangkunya, sampai,

"Eh Al, ngapain?" Tanya Hans yang datang. Alev tidak menjawab.

"Meja lo, kenapa?" Tanya-nya. Tapi tetap saja Alev tidak menjawab.

"Al, gue mau minta maaf. Gue dipaksa ikut bully lo, gua gak bermaksud un-"

"Udah gapapa, sekarang bantu gue bersihin ini",

"Oke, gue bantuin", mereka berdua membersihkan meja Alev.

❗Typo Warning❗

OlympicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang