Napas Garvi terengah-engah. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Berjalan tanpa arah dan tujuan justru membuat pikirannya semakin ribut. Segala kenangan dan memori tentang Citra berubah menjadi pertanyaan yang berhambur masuk, menusuk kepalanya. Setiap langkah menjadi yang ia pijak menjadi pecahan-pecahan luka. Semakin jauh ia berjalan, semakin jauh pula ia pada kenyataan. Apakah harapan itu ada? Apakah benar yang dikatakan Adelya? Air mata yang mengalir tanpa suara memberikan pesan bahwa ia sedang kebingungan dan hampir putus asa.
Kini Garvi dipenuhi kepanikan. Jalan yang lengang terasa menyempit. Napasnya terengah-engah bukan karena kelelahan. Tetapi berbagai macam skenario mencekiknya kuat. Darah di dalam tubuh Garvi berhenti mengalir dengan lancar. Ia merasakan bagian leher hingga dagu kesemutan hebat. Tidak dapat digerakkan. Bahkan untuk menoleh saja ia butuh tenaga karena begitu kaku.
Tidak hanya putus asa yang mengganggu Garvi. Ia juga dipenuhi berbagai macam hantu dari masa depan. Berbagai macam kejadian-kejadian di hari esok yang tidak pasti membuatnya berhenti berjalan. Di tempatnya berdiri matahari masih bersinar terang, tetapi kegelapan memenjarai pikiran sehingga ia tidak bisa menatap ke mana langkah yang harus Garvi ambil.
Garvi terduduk, ia memeluk lututnya sendiri dengan badan yang gemetar hebat. Pagi itu disinari oleh cahaya yang hangat dari matahari. Tetapi keputusasaan dan rasa takut membuatnya menggigil hebat. Segalanya mematikan bagi Garvi. Ingin sekali ia memukul-mukul udara. Namun tangannya terikat oleh ketidakberdayaan.
Waktu berhenti begitu saja. Saat ini hanya ada Garvi dan pikirannya sendiri. Ia mencoba menarik napas panjang. Berharap ada satu celah yang bisa ia lakukan untuk mengetahui bagaimana kejadian yang sebenarnya. Bagaimana perasaan Citra sebenarnya. Citra? Perlahan kekakuan di tubuhnya melemas. Mulai dari jemari, tangan, lengan, pundak, leher, kepala. Lalu bagian tubuh bawahnya juga turut dapat digerakkan. Napasnya yang setengah-setengah kini mulai kembali pulih. Meski demikian, pikirannya tidak berhenti berbicara. Tapi Garvi tahu pasti apa yang harus ia lakukan.
Saya harus bertanya langsung kepada Citra.
Garvi mencoba berpikir keras di mana keberadaan Citra sekarang. Saat ini masih pagi. Seharusnya kalau ada jadwal kencan, Citra masih berada di kafe Hotel St. Paris sedang sarapan atau menikmati teh chamomile. Garvi mengecek membuka ponselnya dan mengecek di aplikasi apakah Citra booked atau masih unavailable. Ternyata benar apa yang Garvi kira. Profil Citra masih tidak dapat diakses. Tapi tidak ada salahnya untuk datang ke Hotel St. Paris. Itulah satu-satunya tempat yang ia ketahui mengenai keberadaan Citra.
Sedari tadi Garvi tidak sadar ia melangkah ke mana. Nyatanya ia sedang berkeliling di lahan parkir yang luas dan sepi. Setelah menyatukan pikirannya. Ia beranjak menuju mobil yang ia kendarai dari rumah Toni ke kafe ini, kemudian untuk pergi ke hotel tempat Citra biasanya berada.
Sepanjang jalan, kecemasan datang dalam bentuk jantung yang berdegup kencang. Garvi masih belum sepenuhnya pulih dari rasa takut dan khawatir akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Ia takut selama ini ia salah dan Adelya benar. Kerap kali pikirannya memunculkan kepingan-kepingan skenario. Setengah kesadarannya fokus pada jalan, setengahnya lagi terbuai oleh kekhawatiran.
Beruntung Garvi sampai di tujuan dengan selamat. Ia langsung keluar dari mobilnya dan berhambur masuk ke kafe hotel. Saking paniknya, ia berteriak memanggil-manggil kata Bulan. Orang-orang yang sedang menikmati sarapannya terganggu dan melihat Garvi menyerukan nama Bulan. Security langsung datang dan menarik Garvi, memaksanya untuk keluar. Ia berontak sambil kerap berkoar-koar. Entah keajaiban dari mana, ia melihat Citra berlari kecil dari dalam kafe ke arahnya.
"Pak, pak. Biarkan. Dia mau ketemu saya. Biar saya yang ngobrol sama dia."
"Nggak apa-apa, mbak?" Security masih menahan badan Garvi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garvi Hinggap di Bulan
Любовные романы"Jadi laki-laki harus kuat, Vi. Nggak apa-apa nangis, tapi kamu harus tahan, ya. Kamu juga harus tahu, kalau kamu bukan sebuah kesalahan." Suara Arunika bergetar. Itulah pesan almarhumah Arunika 20 tahun lalu kepada Garvi kecil. Kini saat ia sudah d...