Sesampainya di klinik, Toni membopong Garvi dan berkonsultasi dengan dokter. Dokter menyuruh Garvi untuk bedrest sambil menghabiskan antibiotik dan berusaha untuk meregulasi stres, sambil memperbaiki pola makan. Demam yang ia alami saat ini adalah gabungan dari beberapa hal. Meskipun dokter tidak mengetahui situasi secara keseluruhan, Toni bercerita bahwa Garvi saat ini tengah menjalani berbagai macam masalah. Oleh karenanya dokter rmenyarankan Garvi untuk istirahat dan banyak tidur sambil mencoba mencari hal-hal yang menyenangkan pikirannya.
Tapi di saat-saat seperti ini justru tidak ada yang bisa Garvi pikirkan supaya keadaan hatinya bisa membaik. Selama dua hari penuh Garvi tidak dapat berbicara banyak. Ia hanya bisa meminta minum, makan dan ingin ke kamar mandi. Bahkan salat juga ia lakukan sambil tiduran dan tayamum. Satu-satunya hal yang bisa ia kompromi untuk terkena air dingin kamar mandi adalah buang air kecil atau buang air besar. Mandi pun ia tidak bisa melakukannya.
Beruntung Toni dan ayahnya amat sangat suportif. Mereka berdua bergantian menjaga Garvi untuk bisa memulihkannya kembali. Tiga hari kemudian berlalu dan kondisi Garvi berangsur-angsur membaik. Melihat kondisi ini, akhirnya Toni bertanya terlebih dahulu.
"Sebenernya lo kenapa, Vi? Gue tahu kita nggak begitu deket, lebih sering berantem daripada ngobrol baik-baik, tapi lo satu-satunya sahabat gue. Kalau lo kenapa-kenapa, gue juga nggak bakalan nyaman. Nggak enak pasti lihat lo terbaring di ranjang nggak berdaya gini."
Garvi yang berbaring kini mengambil posisi duduk dan bertumpu pada kepala ranjang. "Saya menyakiti perasaan Citra, Ton."
"Kok bisa begitu?"
"Awalnya ketemu sama Adel, dia mau ngasih tahu kalau pertemuan kami tempo hari itu nggak bagus buat saya. Karena dia ngira saya nggak tahu siapa Citra. Setelah saya kasih tahu kalau saya dan Citra sudah kenalan dan kencan beberapa kali, dia ngasih tahu kalau saya cuma diperalat supaya nggak berhenti pesan Citra," tenggorokan Garvi terlalu kering untuk bercerita Panjang lebar. Ia mengambil waktu sejenak untuk minum dan bernapas.
"Oke, lanjut."
"Singkat cerita saya bilang kalau saya sama Citra sama-sama suka. Karena Citra nyebutin nama aslinya. Seperti yang kamu bilang, Ton."
Toni mengangguk setuju.
"Tapi Adel berkata lain. Intinya dia bilang kalau sama-sama suka, kenapa nggak pernah diajak kencan normal. Di pertanyaan itu saya mulai meragukan Citra. Tapi saya tetap bersikeras untuk membelanya. Adel nanya balik, apakah Citra ngomong langsung kalau dia suka sama saya. Nah, saya nggak bisa jawab karena memang Citra diam aja waktu itu. Maka dari itu saya langsung pergi ke Hotel St. Paris buat nemuin Citra dan nanya langsung," Garvi meneguk minumannya kembali.
"Terus Citra bilang apa?"
"Dia bilang kalau saya ngikutin batasan yang dia buat. Nggak pernah lebih dari itu, dan memang itu nyatanya."
"Saya coba nanya apakah dia membalas perasaan saya, dia diem aja. Akhirnya saya berkesimpulan kalau Adel itu benar. Saya bilang dia nggak ada bedanya dengan PSK yang lain. Terus dia nangis dan pergi ninggalin saya sendirian."
Toni tidak membalas. Ia mengisyaratkan Garvi untuk melanjutkan.
"Saya frustrasi banget. Coba mikir salahnya di mana, dan ternyata setelah digali lebih dalam, salahnya ada di ibu saya. Gara-gara ibu saya nyiksa dan bunuh kak Nika, saya jadi punya kepribadian kayak gini. Adelya nggak sanggup nerima saya apa adanya. Saya gagal move on, kamu menyuruh saya untuk berkenalan dengan Citra, tapi dia sendiri nggak bilang apakah dia suka atau nggak sama saya. Akhirnya saya menyimpulkan, semua ini gara-gara ibu. Jadi saya memintanya untuk minta maaf sama saya."
"Lo datang ke lapas buat nemuin nyokap lo?"
Garvi mengangguk pelan.
"Terus apa yang terjadi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Garvi Hinggap di Bulan
Romance"Jadi laki-laki harus kuat, Vi. Nggak apa-apa nangis, tapi kamu harus tahan, ya. Kamu juga harus tahu, kalau kamu bukan sebuah kesalahan." Suara Arunika bergetar. Itulah pesan almarhumah Arunika 20 tahun lalu kepada Garvi kecil. Kini saat ia sudah d...