Kencan pertama yang unik. Garvi tidak pernah menyangka ia akan berkencan dengan seorang pelacur. Lebih tidak siapa pun yang menyangkan, ada yang kencan dengan pelacur tapi tidak berhubungan seks. Meski sebenarnya yang mengetahui cuma Garvi, Bulan–dan mungkin atasannya–Toni tidak boleh tahu tentang hal ini. Jika tidak, Garvi akan kena amuk karena sudah menghabiskan 2 juta rupiah hanya untuk mengobrol dengan seseorang.
"Jadi gimana, nih, kencan sama Bulan? Kayak yang orang-orang bilang, gak? Penasaran gue." Tanya Toni. Baru kali ini Garvi melihat Toni begitu bersemangat mengetahui tentang privasinya. Biasanya jika Garvi curhat, Toni–yang awalnya turut menyimak–ia akan malas-malasan untuk mendengar. Kali ini berbeda.
Tidak ada jawaban. Garvi hanya bergumam.
"Yaelah sok-sokan misterius gitu, lo. Itu juga gue yang bayarin masa gue nggak dapet cerita apa-apa dari lo."
"Kencannya seru."
"Seru kayak gimana, elah. Masa gitu doang. Sia-sia dong dua juta gue."
Garvi mengira Toni tidak akan mengungkit masalah itu. Tapi karena ia menyebutkannya, mau tidak mau Garvi harus berpura-pura. "Masa saya mesti cerita gimana pengalaman sama pelacur?"
"Spill tipis-tipis aja, sih." Toni tersenyum sambil berulang kali mengangkat alis. "Ayo dong, Vi. Apa beneran enak kayak yang Bagas bilang?"
Garvi mengangguk. "Seksnya enak. Bagas betul."
"Ah, nggak asik, lo. Masa ceritanya begitu doang. Gue kira kayak apa, kek. Kalau enak doang mah gue juga udah pernah beberapa kali."
"Jadi saya jawabnya mesti kayak puitis-puitis gitu? Kayak misalnya, 'Waduh Ton, gila. Seks sama Bulan rasanya benar-benar membuka cakrawala. Rasanya ketika masukin penis ke vagina kayak melangkahkan kaki ke surga. Nggak ada duanya. Apalagi ini pengalaman saya yang pertama. Tapi nggak cuma itu, Ton. During the sex? It was WILD!'" Garvi memelototkan matanya. Tangannya bergerak di udara. Badannya terangkat dari kursi. Melihat itu Toni menghembuskan napas sambil membuang muka karena sudah kepalang malas.
"Udah, Vi, udah." Toni memegang pundak Garvi dan memaksanya untuk kembali duduk. Tapi Garvi kerap berdiri dan menepis tangan Toni.
"'Tahu nggak? 2 juta itu harusnya 2 milyar rupiah! It was that CRAZY! Waktu saya ejakulasi di dalam rahimnya, gila!'"
Toni menutup telinganya sambil bersenandung lagu-lagu yang ia sering dengarkan.
"'Bulan menjerit keenakan. Suara desahannya itu, lho. Nggak mungkin kamu pernah dengar suara malaikat, kan?'" Melihat Toni yang tidak mau mendengar dan menutup mata. Akhirnya Garvi duduk lalu menggoyangkan tubuh Toni.
"Itu, kan, yang kamu mau dengar? Saya niruin kamu, tuh, kalau kamu cerita tentang seks sama pacar-pacarmu. Emang pikiran penjahat kelamin nggak jauh dari itu melulu. Udah lah. Kamu nggak perlu tahu gimana."
"Iya, iya. Sori, deh. Gue kebelet penasaran." Toni diam sejenak. Garvi mengira obrolannya sudah selesai. "Tapi beneran yang dikatakan Bagas? Kamu bisa move on dari Adel?"
"Iya."
Garvi menghela napas. Tapi di saat itu pula ia berpikir. Sebenarnya kencan tersebut sangat membuka hati dan pikirannya terhadap dunia yang lebih luas. Walau begitu, Garvi masih merasa belum sebenarnya move on. Ia berkali-kali masih membandingkan jika ia mengobrol dengan Adelya dan dengan Bulan. Memang betul Bulan begitu luwes dan mudah diajak bicara. Tapi bisa jadi itu dikarenakan ia sudah terlatih dalam profesinya. Sedangkan berbincang-bincang dengan Adelya benar-benar dari hati ke hati. Bukan karena pengaruh dari sebuah tuntutan. Beberapa kali ia masih menyayangkan hubungannya dengan Adelya bisa kandas juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garvi Hinggap di Bulan
Romance"Jadi laki-laki harus kuat, Vi. Nggak apa-apa nangis, tapi kamu harus tahan, ya. Kamu juga harus tahu, kalau kamu bukan sebuah kesalahan." Suara Arunika bergetar. Itulah pesan almarhumah Arunika 20 tahun lalu kepada Garvi kecil. Kini saat ia sudah d...