Bulan

106 14 0
                                    

Suara itu terdengar sangat lembut dan ringan. Dari nadanya, Garvi menangkap ada kesan kesopanan yang ingin Bulan sampaikan. Ia bernapas lega. Setidaknya ketakutan pertamanya bisa Garvi coret. Bulan adalah perempuan dengan suara indah. Tinggal ketakutan-ketakutan lainnya yang mengantre. Ia berharap-harap cemas semoga Bulan tidak seperti mimpi buruknya.

"I-iya. Boleh–silakan." Garvi tidak bisa mengendalikan mulutnya sendiri. Bukan karena terbuai oleh suara indah Bulan. Tetapi karena ia amat sangat mengkhawatirkan nasibnya beberapa jam ke depan.

Seiring gagang pintu hotel berputar, jantung Garvi berdetak dengan kencang. Sangat kencang bahkan yang ia bisa mendengarkan ada yang mendobrak-dobrak keras di dadanya.

Namun, situasi tidak nyaman itu tiba-tiba berhenti. Ada aroma teh yang baru diseduh masuk begitu saja. Mirip dengan Bagas, tetapi wangi ini jelas lebih harum. Hidung Garvi mengembang mengempis secara teratur, membuat dadanya yang bergetar tadi mulai tenang. Bau ini adalah sesuatu yang ingin Garvi hirup lama-lama. Ingin sekali ia duduk santai di hari Sabtu pagi dengan hujan deras tanpa siapa-siapa dan aktivitas apa-apa kecuali teh hangat dan seorang perempuan di sampingnya. Garvi ingin ia dan perempuan itu melakukan perbincangan ringan dan tidak tentu arah. Diakhiri dengan keduanya yang saling diam menikmati waktu bergulir dari pagi hingga sore. Tapi Garvi bingung sendiri. Ia mencium bau yang muncul malu-malu dari parfum tersebut. Seperti wangi bunga yang dicampurkan dengan teh keraton. Sungguh perpaduan yang cocok. Sayangnya Garvi tidak mengenal bunga tersebut namanya apa. Yang jelas, karena wangi yang tercium, kini ia tidak lagi mendengar detak jantungnya yang ribut. Yang hampir terdengar hanyalah langkah kaki Bulan yang begitu anggun.

Bulan menutup pintu di belakangnya. "Hai, Garvi, ya? Salam kenal. Aku Bulan." Wanita ini tersenyum manis layaknya anak kecil yang tidak punya dosa dan kekhawatiran akan hari esok. Garvi menangkap air muka perempuan di hadapannya ini seakan-akan tidak memiliki kegugupan untuk berkenalan dengan orang baru. Benar-benar seperti bocah yang tidak sabar ingin memiliki teman. Garvi bahkan tidak percaya wanita di hadapannya ini adalah seorang pelacur. Bulan menjulurkan tangannya. Tapi Garvi tidak menyalami tangan itu. Ia terlalu gugup menghadapi wanita secantik Bulan.

Untuk sesaat Garvi mengingat Adelya. Bukan untuk berusaha menjaga hatinya untuk mantan pacarnya itu. Tetapi ia sendiri tidak sadar membandingkan Bulan dengan Adelya. Perempuan di depannya ini mengenakan gaun berwarna merah yang ketat. Tentu saja. Garvi selalu percaya warna merah memiliki daya tarik tersendiri untuk menonjolkan dirinya dan seseorang yang mengenakannya. Jika Adelya mengenakan baju warna merah, Garvi akan merasa dirinya lebih nyaman. Ia akan melihat mantan pacarnya sebagai wanita yang penuh percaya diri. Ini mungkin yang membuat salah satu alasan mengapa Bulan tidak memiliki kegugupan sama sekali.

Dalam benaknya, Garvi merasa Bulan lebih cantik daripada Adelya, meskipun memiliki beberapa bagian tubuh yang serupa. Baik Bulan dan Adelya memiliki rambut panjang hitam sebahu yang dibiarkan terjatuh begitu saja. Garvi sering mendapati bahwa Adelya suka sekali mengeluhkan soal rambutnya. Bagaimana ribetnya melakukan perawatan, melakukan keramas, mengeringkan rambut dan sebagainya. Meskipun begitu, ia menyukainya, dan tentu saja hal itu Adelya lakukan agar Garvi selalu terpesona.

Kedua wanita yang dipikirkannya ini memiliki bentuk wajah yang berbeda. Jika Adelya berbentuk oval, Bulan berbentuk permata, dengan dagu yang lebih lancip. Keduanya sama-sama memiliki kulit sawo matang. Alis Bulan lebih tipis daripada Adelya. Tapi bibir kedua wanita ini sama-sama kecil. Hanya saja, Adelya tidak suka mengenakan lipstick, lip tint, lip matte atau sejenisnya. Bulan di sisi lain menggunakan entah apa itu jenisnya berwarna merah kecoklatan yang terlihat sangat cocok dengan dirinya. Kini Garvi benar-benar yakin bahwa Bulan lebih cantik dan mencolok jika dibandingkan dengan mantan pacarnya.

Garvi memerhatikan apa yang dibawa Bulan. Tas kecil. Sepertinya memang tidak akan muat untuk berbagai macam benda yang membahayakan badannya. Meski begitu, mata Garvi tidak bisa berpaling dari tas yang Bulan bawa.

Garvi Hinggap di BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang