Malam gelap dan mencekam itu akhirnya berlalu. Hari baru telah menyapa dengan sinar matahari yang cerah, menembus fentilasi jendela kaca yang telah dibuka oleh seorang suster yang baru saja memasuki sebuah ruang perawatan. Cahaya itu sedikit mengusik tidur lelahnya seorang wanita yang beberapa jam lalu terus menangisi lelakinya yang masih terbaring lemah di hadapannya dengan infus dan selang oksigen yang terpasang.
"Selamat pagi, Bu." Sapa suster tersebut.
"Pagi, Sus." Andin melempar senyum tipisnya. Mata wanita itu tampak berkantung dengan wajahnya yang sedikit pucat.
"Saya cek kondisi Pak Aldebaran dulu ya, Bu."
"Ya. Silahkan, sus."
Andin bangkit dari kursi yang ia duduki sepanjang malam demi menunggu Aldebaran siuman. Ia memperhatikan perawat itu memeriksa beberapa hal terhadap kondisi suaminya sambil harap-harap cemas. Semoga ada kabar baik, gumam Andin dalam hatinya.
"Bagaimana, suster?" Tanya Andin saat melihat perawat itu mencatat sesuatu setelah memeriksa kondisi pria tersebut.
"Kondisi Pak Aldebaran sedikit menunjukkan peningkatan, Bu. Semoga beberapa jam yang akan datang, beliau sudah siuman." Ujar perawat tersebut membuat Andin tersenyum lega.
"Tapi tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan kan, Sus?" Tanya Andin, lagi. Perawat itu tersenyum simpul.
"Tidak ada. Ibu tenang saja, ya. Semangat Pak Aldebaran untuk segera siuman sangat besar. Sepertinya beliau tahu bahwa dia sedang ditunggu oleh orang-orang yang sangat dicintainya." Ucap wanita itu tersenyum lebar pada Andin.
Andin menatap Aldebaran dengan perasaan haru. Pria itu membuat dirinya bangga. Andin tahu, Aldebaran tidak akan menyerah. Andin tahu, suaminya tidak akan meninggalkannya sendirian tanpa pamit. Andin tahu, dan kini ia bisa tersenyum lagi setelah melewati malam yang menakutkan.
Sementara bagi Indah pagi yang cerah itu tetap menjadi waktu yang mengerikan. Hampir sepanjang malam ia tak bisa tidur, bahkan sejak ia melihat Daniel dipindahkan dari ruang operasi ke ruang ICU. Melihat Daniel bertahan hidup dengan seperangkat selang-selang yang memilukan itu menambah kesakitannya. Ia tidak pernah melihat Daniel se-tak berdaya itu.
Segala bayang-bayang akan hari bahagia mereka yang sudah di depan mata seketika berganti dengan hari-hari yang menakutkan. Tak pernah terpikir di benak Indah bahwa ia akan menemui masa-masa seberat ini.
"Indah..." Seseorang memanggil namanya lembut. Indah yang masih duduk di ruang ICU dengan mata nyalangnya yang tertunduk langsung mendongak.
"Daniel mau ketemu kamu, Nak." Ucap orang tersebut yang merupakan ayah dari Daniel.
Mendengar hal itu membuat Indah mampu menampakkan secercah senyum penuh harapan. Apakah itu artinya Daniel sudah bangun? Namun senyum itu tak bertahan lama tatkala ia melihat ibu dan adik Daniel keluar dari ruang ICU tersebut dalam keadaan menangis. Apa lagi ini? Bukankah seharusnya mereka senang jika Daniel sudah siuman? Indah pun dibuat bingung.
"Mau papa temani, sayang?" Tanya sang papa yang masih setia menemani di sisinya sepanjang malam itu. Indah menggeleng pelan sambil tersenyum tipis.
"Aku bisa, Pa." Jawab Indah membuat sang papa menghela napasnya dengan tersenyum simpul, melihat wajah pucat putrinya.
"Aku masuk ya, Om." Izin Andin.
"Iya, Indah."
Indah melangkahkan kakinya memasuki ruangan ICU tersebut. Dengan tersenyum dan airmata yang menetes tiba-tiba, Indah mengenakan jubah khusus yang tersedia di ruangan itu untuk ia kenakan bertemu Daniel, berikut dengan masker serta penutup kepalanya. Setelah sempurna dengan perlengkapan khusus itu, Indah pun membuka tirai putih yang menjadi pemisah dengan keberadaan Daniel di atas brangkar cukup besar itu.
YOU ARE READING
Forever After Season 2 (LOVEBIRD)
RomantikSetelah cinta mereka dirajut oleh sebuah ikatan suci pernikahan, maka kebahagiaan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya akan terjadi, seakan terus mengalir setiap hari, setiap saat, bahkan setiap detik saat Aldebaran dan Andin selalu bersama...