Hai, semuaaa!
Hehe, akhirnya author bisa balik ke sini. Maaf ya, perlu waktu lama buat author bisa UP lagi.
Satu bulan terakhir ini banyak duka yang author alami di keluarga. Dari meninggalnya om, meninggalnya ponakan yang baru lahir, sampai kondisi mamanya yg kritis. Author bener-bener nggak bisa fokus buat nulis.
But now, badai udah berlalu. Dan hidup harus tetap berjalan kan, hehe.
Selamat membaca!
__________________________
Malam harinya, Roy datang menjenguk kondisi kakaknya di rumah sakit itu. Kebetulan yang baik. Aldebaran meminta Andin untuk pergi memenuhi makan malamnya, sebab wanita itu sejak siang tidak pernah beranjak meninggalkannya kecuali hanya sebentar-sebentar saja. Bahkan Andin belum bisa makan dengan tenang karena terus ingin menjaganya.
"Come on, Andin. Saya nggak papa. Cukup saya yang sakit, kamu jangan ikut-ikutan. Kasihan El nanti." Kata Aldebaran membalas genggaman tangan wanitanya.
"Iya, Ndin. Gue bisa jaga Al di sini untuk sementara." Sahut Roy. Pria itu hanya datang sendirian.
Andin menatap suaminya itu dengan sorot mata yang sedikit menunjukkan keresahan. Entah apa yang dipikirkan istrinya itu, Aldebaran tidak tahu persis. Akan tetapi sejak siang tadi beberapa kali ia mendapati Andin yang diam-diam menangis setiap memandanginya. Bahkan hingga kini mata Andin masih terlihat agak sembab.
"Nggak ada yang perlu loe khawatirkan lagi soal kondisi Al, Ndin." Roy mengambil sebuah kursi dan duduk di sisi brangkar Aldebaran, berseberangan dengan Andin.
"Yaudah, aku makan sebentar. Kamu baik-baik, ya." Putus Andin terdengar berat.
"Iya." Aldebaran menjawab dengan tersenyum.
"Roy, titip Mas Al sebentar, ya."
"Iya, gue jagain."
Sepeninggal Andin, Roy lantas mengambil posisi duduk pada kursi di sisi brangkar Aldebaran yang sebelumnya ditempati oleh Andin. Aldebaran tampak menghela napas leganya. Pria itu kemudian terlihat mencoba untuk bangun dari posisi rebahannya dengan agak susah payah. Roy yang melihatnya, refleks memberikan bantuan.
"Loe lagi sakit, kalau mau apa-apa bilang." Cetus Roy dengan nada sedikit mengomel sambil membantu kakaknya tersebut untuk duduk. Setelah dirasa posisinya sudah nyaman, Aldebaran pun menyandarkan punggungnya pada ganjalan bantal di belakangnya.
"Kenapa? Loe mau minum?" Tanya Roy dengan perhatiannya saat melihat Aldebaran yang terdiam, menatapnya datar.
"Nggak." Jawab Aldebaran, singkat. Roy hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya saat merasa suasana di antara mereka menjadi cukup canggung.
"Makasih, ya." Ucap Aldebaran saat Roy baru saja akan memainkan ponselnya.
"Makasih kenapa?"
"Loe sudah donorin darah loe buat gue." Jawab Aldebaran.
"Ck, kebetulan saja darah kita sama, jadi nggak ada ruginya buat gue nyumbangin darah ke loe." Sahut Roy, sok cuek sambil memainkan ponselnya. Hening. Ingatan Roy tiba-tiba kembali pada keadaan mencekam dini hari tadi, melihat kondisi sang kakak yang mengkhawatirkan.
"Lagian ... gue nggak mau kehilangan loe. Gue nggak akan pernah siap kehilangan abang gue satu-satunya." Ungkap Roy menatap Aldebaran, sungguh-sungguh. Pun dengan Aldebaran yang menatap Roy dengan matanya yang masih agak sayu.
"Al, gue minta maaf buat sikap gue yang sudah membuat kita berjarak sejauh ini. Gue minta maaf karena gue terlalu meninggikan ego gue selama ini. Seharusnya gue mencoba mengerti luka yang loe rasakan karena rahasia besar yang sudah papa sembunyikan dari kita. Gue seharusnya ada di sisi loe, tapi gue malah mikirin diri gue sendiri dan ninggalin loe." Ucap Roy jujur, tampak menyesali dirinya sendiri.
YOU ARE READING
Forever After Season 2 (LOVEBIRD)
RomansaSetelah cinta mereka dirajut oleh sebuah ikatan suci pernikahan, maka kebahagiaan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya akan terjadi, seakan terus mengalir setiap hari, setiap saat, bahkan setiap detik saat Aldebaran dan Andin selalu bersama...