Regator, geng itu adalah musuh bebuyutannya Geng Zergios. Semua geng motor pun tau mereka musuhan. Farrel, lelaki itu adalah Ketua Regator yang sangat membagongkan.
Suka menantang, tapi selalu kalah di medan perang. Farrel selalu mengajak Gavin untuk adu duel, balapan, tapi, selalu kalah, entah kenapa lelaki itu tak ada kapoknya. Lelaki itu, sekarang bahkan mengajak Zergios untuk balapan malam ini.
"Ina," panggil Gavin.
"Ha?" Tanya Alina, gadis itu sesekali tertawa kecil melihat vidio kartun yang ia tonton sekarang. "Eummm..." Gavin terlihat ragu mengatakannya.
"Kenapa?" Tanya Alina tak sabaran.
"A-aku boleh, ikut, Balapan?" Tanyanya pelan. Ia mendongak, tidak mendengar suara kartun yang Alina tonton. Lalu Gavin menunduk lagi, mata istrinya menghunus tajam kearahnya. Dan itu, baginya menakutkan.
"Kamu udah pernah aku ceritain tentang Abang kan, Apin?" Tanya Alina pelan. Gavin mengangguk.
"Kalo udah tau kenapa malah tanya?" Gavin mendongak. Menatap mata tajam Alina yang menghunus kepadanya namun terpancar kesedihan.
"Ketua Regator, ngajak balapan, kalo aku nggak kesana, mereka bakalan ngelakuin macem-macem, Na," kata Gavin menjelaskan. Alina menggeleng tegas.
"Biarin aja, Apin! Aku nggak mau, kejadian dimana Bang Alden ninggalin aku," Alina bersikeras. Matanya menatap nanar tembok putih di depannya.
"Please, Na! Aku bakalan pelan-pelan kok, janji deh, nggak bakalan kenapa-kenapa," Ujar Gavin membujuk Alina. Alina menggeleng lagi.
"Nggak! Kalo kamu pergi, pergi aja sana, berarti nggak sayang aku," ujar Alina sambil merebahkan tubuhnya, ia mengambil selimut, lalu menyelimuti seluruh tubuhnya. Gavin merengek.
"Aaaa! Ina mah! Udah berani ngancem!" Gavin naik keatas kasur dan ikut masuk kedalam selimut.
"Maaf," kata Gavin, tangan kekar lelaki itu memeluk perut ramping Alina dari belakang. Alina masih membelakangi lelaki itu. Gavin membuka selimutnya karena merasa pengap.
"Ina... Maaf," Gavin menghadapkan tubuh Alina kemudian ia mencium pipi gadis itu secara bergantian.
"Maaf! Jangan diem terus! Nggak enak di anggurin!" Gavin mulai berkaca-kaca. Alina mati-matian menahan tawanya. Gadis itu menghadap membelakangi lelaki itu lagi. Wajah suaminya ketika akan menangis sangatlah lucu.
"Hikss... Inaa! Maaf... Maafin Apin, Apin minta Maaf sayang," Tangisan Gavin semakin keras. Lelaki itu terisak memeluk perut Alina.
Alina membalikan tubuhnya, kasian juga bayi besarnya sampai nangis seperti ini. Gadis itu mengelus rambut lebat Gavin. "Iya, nggak usah nangis, malu sama buku ketek," Kata Alina. Gadis itu sungguh merusak suasana.
"Ina marah.... Hiks..." Gavin terisak lagi, kali ini lebih keras. Menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu. Alina memegang rahang Gavin agar menghadap kearahnya.
"Makannya, jangan balapan," kata Alina. Gavin mengangguk. Lalu menangis lagi. Alina gelagapan. "Loh? Kenapa nangis lagi? Kan udah dimaapin," Tanya Alina.
"Hikss... Ina tadi wajahnya serem, terbayang-bayang kamuuu!" Alina tertawa, lelaki itu malah bernyanyi di akhir kalimatnya tapi masih menangis.
"Udah, cup cup cup! Aduh, bayi gede Ina, nangis terus," ujar Alina menenangkan.
"Mau susu," Ujar Gavin Ambigu. Karena posisi mereka berpelukan, posisi Gavin turun menjadi berada diperut Alina yang sedang mendongak.
"HEH!" Alina melepas pelukannya dan beringsut menyamping dari Gavin, seraya menutup dadanya dengan kedua tangan yang menyilang.
"Tuh kan, wajahnya galak lagi... Huaaaa!" Gavin menyampingkan tubuhnya dan menutupinya dengan selimut, sambil menangis keras. membuat Alina bingung. Lelaki itu memang suka susu coklat.
Sering Alina buatkan ketika malam, jika tidak, lelaki itu akan bisa tidur. "Ina kira, susu yang lain," ujar Alina, juga Ambigu. Gavin mengusap air matanya kemudian menatap Alina dengan polos.
"Emang boleh?"
"YA NGGAK LAH ANJIR!" Alina keceplosan berucap omongan kasar.
Gavin melengkungkan bibirnya, bertanda tangisan bayi besarnya akan meledak.
"Huaaaa.... Ina jah---Hmmmmpphhh!" Mata Gavin membelalak sempurna ketika bibirnya tertempel benda kenyal. Alina menciumnya!
Sekedar kecupan singkat, tapi lama, membuat Gavin ingin memutar dan memperlambat waktu.
"Diem ya, jangan nangis lagi," Alina beringsut mencium kening lelaki itu kemudian menenggelamkan kepalanya di dada bidang Gavin.
Gavin masih mematung, mengusap air mata yang masih sedikit menetes di pipinya. "Tadi apa? Cepet banget, harusnya gue lambatin," monolognya seraya tersenyum. Ia menoleh kearah Alina lalu mencium kening gadis kesayangannya itu.
"Selamat tidur cantiknya Gavin, mimpi indah ya," ujar Gavin, kemudian lelaki itu memeluk Alina tanpa memejamkan matanya.
Lelaki itu menghirup dalam-dalam aroma parfum catton candy di tubuh Alina, mengelus rambut panjang gadisnya agar nyaman tidurnya.
Drrrttt dddrrrttt
Telepon dari Langit mengalihkan atensi Gavin, gadis itu ia baringkan di bantal kasur dengan perlahan agar tidak terganggu.
Gavin mengambil handphonenya dan berjalan keluar kamar, menutup pintunya sedikit, sesekali menoleh kearah Alina yang tertidur. "Halo, Lang? Ada apa?" Tanya Gavin, ia sudah meng-chat Langit tadi. Bahwa tolak saja ajakan Regator untuk balapan.
"Vin, markas kita diserang!" Langit berujar panik, suara kegaduhan terdengar jelas disana. Langit, Arga, kini sedang berjaga di markas. Dan 20 anggota lainnya biasa menginap di Markas. Gavin melebarkan matanya.
"Siapa? Regator? Si Farrel kereta?!" Tanya Gavin ikutan panik juga.
"Iya! Lo bisa kesini nggak? Arga sama yang lainnya berusaha halangin anggota mereka yang lumayan banyak, sekitar 90 orang, Vin!" Imbuh Langit panik luar biasa.
Bugh!
Kretek!
JLEB
Arrrhghhhh
"ARGA! JIANCOK BANGET LO FARREL!" Teriak Langit, melempar ponselnya sembarang arah yang masih terhubung dengan Gavin. Farrel terkekeh sinis, kemudian Farrel berlari kearah anggotanya yang dikeroyok Zergios.
"Shhh! Gue nggak papa, Lo halangin mereka, bantuin anak-anak lainnya," ujar Arga terengah-engah, hanya telapak tangannya saja yang tertusuk pisau dari Farrel. Masih mending hanya tangan, jika saja Arga tidak menghalangi pisau tadi, pasti jantung Langit yang jadi korbannya.
"LO TUNGGU DISANA! GUE BANTAI REGATOR SEKARANG JUGA!" Suara keras dari handpone Langit terdengar.
"Gavin kalo marah, harus ditahan, jangan biarin dia bunuh orang," ujar Arga pelan. Langit mengangguk.
"Jangan sampai, mentalnya kambuh pas nyerang si Farrel," imbuh Langit sedikit khawatir.
***
Tbc.
See youuuu kalian💐💐💐💐
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVINDRA
Teen FictionAlina, gadis itu dibuat bingung dengan tingkah Gavin. Lelaki yang kata orang-orang, laki-laki badboy, bengis, kejam dan kasar, tapi tidak kata Alina, kata Alina, Gavin adalah lelaki manja, cengeng dan posesif sekali. Lelaki dingin itu, bahkan bisa g...