16. This Hurts

160 9 1
                                    

Gavin kini sedang menonton televisi diruang bawah bersama Alina yang sibuk membaca novel. Mereka baru saja pulang sekolah, mandi lalu bersantai dirumah.

cintamu seperti sambalado ah ah
rasanya cuma di mulut saja ah ah

Itu suara ringtone di hp Gavin.

"Allahuakbar! Takbir ya Allah!" Alina terlonjak ketika suara hp itu begitu keras.

Ia tersenyum. "Hapenya? Bunyi Zheyeng," ujar Alina seraya menggertakan giginya. Gavin mengangguk pelan lalu meringis sejenak, lalu bangkit dari sofa dan berjalan ke kolam renang.

"Sialan si Bara! Gue jual beneran Lo besok ke Tante pinggir jalan!" Gerutunya. Bara tadi ijin meminjam handphonenya untuk mencari kunci jawaban pelajaran di google. Tapi malah mengganti ringtone nya dengan suara Ayu Ting Ting. Sialan memang.

Ayah Darren🧔🏻‍♀️: kamu kerumah, bawa Alina, kenalkan dia ke sepupu- sepupu kamu, kalau telat, jangan pernah temui saya lagi.

Hati Gavin yang tadi berbunga-bunga karena ayahnya menge-chat dirinya, pada akhirnya akan tetap hancur semua harapan itu. Sekarang hatinya bagai disayat belati dan ditusuk ribuan busur panah secara paksa. Dari kecil Gavin selalu mengejar cinta seorang Ayah. Karena ibunya meninggal saat ia lahir di dunia.

Gavin menggelengkan kepalanya, menatap kosong kolam renang indah yang dihiasi lampu disekitarnya. Ingat dirinya selalu dapat kekerasan fisik dari kecil dan selalu dianggap pembunuh oleh ayahnya sendiri.

"Kapan ayah sayang sama gue ya?" Gavin mendongakkan kepalanya keatas langit indah malam ini. Matanya tersorot nanar. "Nda, Gavin harus gimana? Ayah kapan Nerima Gavin sebagai anaknya?" Gavin melihat bintang indah yang paling terang diantara semuanya.

"Nda, Gavin pengen tau wajah bunda lho, datang ya, ke mimpi Gavin nanti," gumam Gavindra. Ia merasakan perih didadanya. Hidupnya penuh keirian pada semua temannya yang memiliki keluarga lengkap dan saling menyayangi. Dulu, Gavin kecil, selalu menangis setiap pulang sekolah ketika melihat teman-temannya dijemput, dipeluk dengan penuh kasih sayang oleh orang tuanya.

"Jangan sedih ya?" Suara lembut Alina terdengar dari belakang. Memeluk perut Gavin dari belakang juga. Gavin memegang tangan Alina yang melingkar diperutnya.

"Kangen Bunda aku, Na, belum pernah lihat wajahnya" Gavin berujar lirih. Alina mengeratkan pelukannya pada Gavin. "Andai aku nggak lahir, pasti Bunda sama Ayah bahagia kan ya sekarang, ngapain aku lahir?" Alina menggeleng tegas.

"Bunda nggak suka lihat Apin kayak gini, jangan gini plis," Alina membalikan badannya jadi di depan Gavindra.

"Makasih udah lahir, Na." Gavin memeluk Alina, menenggelamkan wajahnya diceruk leher gadis itu. Aroma catton candy milik Alina bergitu menenangkan.

***

Alina dan Gavin kini sudah sampai dirumah besar itu.banyak mobil kelas atas terparkir di sana. Ada Biru juga yang baru sampai menaiki motor sport miliknya.

"Ru!" Panggil Gavin, Biru melambaikan tangannya juga. "Kenapa nggak masuk?" Tanya Biru. Gavin menggelengkan kepalanya.

"Sama Lo, ayah nggak akan marah," ujar Gavin sambil menggelengkan kepalanya. Biru menatap Kakak sepupunya nanar. Menatap Alina bergantian.

GAVINDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang