18. Ravendra, Anak kita

142 7 2
                                    

Alina membungkukkan badannya memegangi lututnya yang keram. "Udah, Vin, Ultraman nya nggak ketemu, kita cari Barbie aja yok! Capek aku!" Alina menyerah, sudah hampir satu jam mereka mengelilingi toko mainan dimana-mana tapi tidak ada ultramen yang diinginkan Gavindra.

"Ayo, Na! Kita cari! Nanti jadi Raven itu!" Gavin sibuk mencari di sudut-sudut mainan. "Wah! Masak-masakan! Buat kamu nanti masak bubur buat Raven!" Gavin memberikan masak-masakan mainan pada Alina yang diterima gadis itu dengan termangu.

"Bikin bubur Raven? EMANG KAMU PIKIR ROBOT BISA MAKAN?!" Alina mendelik tak habis fikir. Gavin mode Children ternyata lebih melelahkan daripada Gavin fase depresinya kambuh.

"Hehe, nggak usah marah, nanti tak klep kamu nanti," ujar Gavin cengengesan. Alina tersenyum miris.

"Nggak ketemu, pulang aja yok, Barbie nggak gigit kok, Barbie aja ya?" Gavin menggelengkan kepalanya. Alina ngos-ngosan sendiri. Sudah keliling tapi tidak menemukan Ultraman yang diinginkan Gavindra.

"Itu ada, tapi cebol dia, itu ada, tapi tepos, nggak gagah kayak aku, itu ada, tapi terlalu semok, ck! Dimanalah nyari Ultraman sixpack?" Alina sudah tidak terhitung keberapa kalinya ia kini menghela nafas lelah.

Entah sudah berapa kali telinganya mendengar kalimat yang sama keluar dari mulut Gavin. Mencari Ultraman yang sempurna, tidak cebol, tidak tepos tidak semok tapi sixpack.

"Udahlah! Mau pulang aku, capek tauk!" Alina duduk disalah satu bangku taman. "Loh? Kok pulang sih? Ultraman nya aja belum ketemu!" Protes Gavin. Lelaki itu sudah mulai berkaca-kaca, ia sudah lelah sebenarnya, tapi tekadnya mendapatkan Ultraman tidak cebol, tepos dan semok, tapi sixpack jauh lebih besar.

"Kamu cari sendiri ya? Aku tunggu di mobil aja, capek aku," Alina berujar seperti itu menunjukkan wajah lelahnya. "Kan tadi aku udah tawarin gendong, makannya ayo aku gendong," bujuk Gavin, hampir mewek.

"Nggak mau! Dikira apa nanti sama orang!" Ujar Alina. "Ayok, Na! Aku gendong, kamu kasian capek," Gavin mulai serak suaranya. Lelaki itu mengusap ujung matanya yang mengeluarkan sedikit cairan bening.

"Nggak! Beli aja sendiri!"

"Takut," cicit Gavin sembari menunduk. "Takut diculik banci yang kemarin," Gavin mulai terisak kecil. Alina hanya diam.

"Ayo, Na! Beli Ultraman, biar jadi anak kita... Huaaa....hiks, biar jadi Ravendra!" Gavin menangis, sudah Alina prediksi dari tadi. Wajah Gavin tampak memelaskan. Wajah lelaki itu imut-imut babi jika menangis, wajah lelaki itu merah.

"Yaudah deh, Ayo. Jangan nangis lagi tapi," kata Alina. Gavin mengelap ingus dan air matanya dan tersenyum kecil. "Makasih sayang," Lelaki itu menarik pergelangan tangan Alina dan mengajaknya berdiri, lalu digendongnya Alina diatas punggungnya.

"Biar nggak capek." Alina tertawa ke il mendengarnya. Gavin selalu memiliki seribu satu cara membujuknya.

***

"Naomi," panggil seorang lelaki.

"Ck, baru muncul juga Lo! Lo pikir nunggu enak apa?!" Tanya Naomi berang. Lelaki itu terkekeh geli melihat kekasihnya ngamuk seperti ini.

"Sabar sayang, jangan ngamuk dulu, Lo tau gue habis darimana?" Tanya lelaki itu. Naomi membuang muka. "Gue habis nutupin kasus kita, kita kan kemarin neror si Alina, makannya, gue rapihin semua rencana kita biar nggak ketauan," ujar lelaki itu dengan seringaian kecil. Wajahnya dimajukan mengecup pipi Naomi ringan.

GAVINDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang