Sudah tiga hari lamanya mata Gevano tertutup dengan damai, luka di tubuhnya sudah mengering berkat perawatan Immanuel yang tidak main-main.
Kini tubuh itu tampak kembali mulus bak porselen mahal, sayangnya netra indah Gevano masih enggan untuk terbuka, menimbulkan rasa rindu yang mendalam bagi keturunan mayor Kavandra.
Hari ini waktunya Immanuel kembali bekerja setelah mengambil cuti semaksimal yang dirinya bisa.
"Apa Ano akan lama tertidur? Aku merindukan celotehan bocah itu," Ucap Rean memecah keheningan di ruang hampa tempat si bungsu beristirahat.
Kanav sendiri menatap sendu wajah putih bersih Gevano, ada gurat kekecewaan yang Kanav tampakkan, "Mungkin? Apa Ano kecewa? Karena kita terlambat menyelamatkannya." Benar juga, Rean sependapat dengan Kanav.
Sedangkan Cayvan masih mendudukkan diri di sofa dengan tatapan lurus kearah si bungsu, "lukanya sudah tidak ada, tubuhnya terlihat lebih segar, tidak menutup kemungkinan jika Ano akan sadar tidak lama lagi." Immanuel mengangguk membenarkan ketika tatapan keduanya bertemu.
"Benar, tidak perlu khawatir, ucapan kak Cayvan masuk akal." Semua orang menghela nafas lega mendengar penuturan Immanuel, tak di pungkiri Reymond juga tersenyum lega, pun juga Kendrick yang menggenggam tangan kecil Gevano dan mencium singkat punggung tangan pucat pasi putra bungsunya.
"Cepatlah membuka mata, Daddy sangat rindu suara manismu Ano."
"Dad, kita harus keluar. Bruder, sterilkan ruangan ini, tidak boleh ada kuman di sekitar adikku." Perawat lelaki kepercayaan Kavandra mengangguk patuh, setelahnya semua keluarga harus kembali melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan tubuh indah si bungsu yang tengah terbujur kaku itu seorang diri di dalam.
"Kapan akan ada yang bergelayut manja di lenganku," lirih Kanav, wajahnya tampak sedih, tubuhnya juga seperti tidak ada daya, bahkan untuk duduk di sofa pun harus Rean bantu.
"Mau ku belikan monyet? Kau bisa melatihnya untuk bergelayut manja di lenganmu sepanjang hari." Ucapan mengejek itu keluar dari bibir Rean, tidak berperikesaudaraan! Cih.
"Ada bagusnya kau tidak makan, tubuhmu akan menjadi jelly jika Ano bangun nanti, dengan begitu kau tidak akan bisa menggendong adikku." Tatapan permusuhan Rean dapatkan, hingga tawa pelan Cayvan menguar memenuhi ruangan.
"Ah aku jadi tidak rela jika Ano harus di tukar." Raut wajah mereka tetiba berubah, entah, mereka sangat tidak suka jika harus mengingat hal ini.
"Gara-gara Ravan si dokter sialan itu, Deandra jadi mengetahui segala hal tentang Gevano. Jika aku mau bisa saja ku penggal lelaki itu."
"Tenang, Opa sudah mengurus intinya, jadi Gevano tidak akan pergi dari sini dalam waktu yang lama."
"Aku tidak mau jika Ano harus pergi, tiga hari saja sudah bisa membuat nafsu makan ku pergi, apalagi jika lebih lama lagi kan?" Kanav lemas, badannya bahkan sudah hampir tidak berdaya.
"Mau bagaimana lagi, gadis itu tidak mau tutup mulut, dia benar-benar pemaksa, sok mengatakan bisa menggantikan peran putraku segala." Tawa Kendrick terdengar mengerikan, tangan penuh otot kekar itu terkepal erat mengingat hal yang kurang mengenakkan.
"Ella ya? Seperti apa dia?" Pertanyaan penasaran Rean utarakan, jujur dirinya agak khawatir saat ini.
"Aku tidak peduli, adikku hanya Ano, bukan yang lain." Rean mengangguk setuju atas perkataan Kanav.
"Daddy tidak akan memberitahu Ano? Kita harus memberitahukan hal ini padanya, dia berhak tau jika kita bukannya memungutnya tanpa sebab, tidak mungkin Kavandra mau memungut sampah yang tidak berguna Dad," usul Cayvan, jujur dirinya sudah agak geram dengan hal ini sedari dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Me [On Going]
Novela Juvenilpokoknya ini idup pada di luar nalar & akal sehat manusia.. gue sepanjang idup : hah?, apa?, kenapa?, kok bisa?, gimana?. pokoknya 5W+1H ada semua lah.