aware

59 6 0
                                    

Gevano terdiam menatap kosong langit-langit kamarnya, tubuhnya masih lemas.

"El.." panggilnya.

"Aku juga kaget, kita sama-sama tidak tau. Maaf, aku juga sedih."

Gevano kembali menerawang ke kejadian tadi pagi, sebenarnya dirinya sudah sadarkan diri tepat ketika bruder selesai men-sterilkan kamarnya.

Rasa excited ingin bertemu keluarganya malah berujung kejadian tidak mengenakan, dimana pendengarannya mendengar kebenaran yang keluarga Kavandra bahas.

"Apa kita harus menukar Gevano dengan gadis itu?"

"Tidak buruk, Opa juga penasaran bagaimana rasanya memiliki cucu perempuan, mungkin akan menyenangkan."

"Opa?"

"Hm?, benar kan?, apa salahnya mencoba, atau kalian lebih memilih bermain dengannya?, boleh juga."

"Kapan kita akan menukar Gevano dengan Ella?, Deandra bukanlah orang yang sabar, aku mengenalnya dengan baik,"

"Seharusnya lusa, di hari yang sama dengan hari ini, baru tadi pagi Deandra mengirimiku pesan, katanya harus di hari Minggu agar kedua anaknya bisa ikut tanpa menaruh rasa curiga."

"Mereka belum tau kebenarannya?"

"Belum, itulah kenapa Deandra harus mencari alasan dan pembelaan. Dia harus mempersiapkan diri mulai dari hari ini."

Hanya itu yang Gevano dengar, niat hati ingin memberi kejutan dengan menghampiri keluarganya malah dirinya yang seakan di beri kejutan disini.

Karena tidak lagi sanggup mendengar itu semua, Gevano memilih pergi tanpa mencari tau informasi lain.

"Cucu perempuan ya?, benar, seluruh cucu Kavandra adalah lelaki, mungkin Opa butuh pelipur hati dan cucu lelaki tidak cocok untuk itu."

"Tubuhmu baru pulih, kembali pasang alat pendeteksi jantungmu dan Nuel akan datang bersama yang lain, bersikaplah biasa saja atau setidaknya pura-pura tertidur lah jika memang masih belum sanggup menemui mereka Ano."

Gevano menurut, perlahan alat khusus yang Immanuel berikan kembali ia pasang pada jari telunjuknya, tentu setelah menetralkan detak jantungnya, setelahnya anak itu kembali tidur dan menutup mata dengan perasaan gelisah.

Tidak lama pintu kamarnya terbuka, Immanuel perlahan memeriksa tubuhnya di awasi anggota keluarga yang lain.

Senyuman lelaki itu tampak, meski tipis tapi wajah bahagianya tentu tidak bisa untuk tidak terlihat, "Ano, cepatlah buka mata, kondisimu meningkat pesat, harusnya sudah sanggup untuk sekedar membuka mata kan?" Kanav ikut tersenyum, ah dirinya sudah sangat merindukan Gevano.

"Nuel, jika nanti Ano belum juga membuka mata maka ilmu mu patut di pertanyakan, mungkin kau butuh lebih banyak pembelajaran ulang." Immanuel berdecak malas atas perkataan Kendrick, bisa-bisanya lelaki itu meragukan kemampuannya.

"Diam dad."

"Nuel, apa kau juga akan menyayangi Ella seperti kau menyayangi Ano?" Entahlah, Reymond hanya penasaran, tidak lebih.

"Mungkin?, aku belum bertemu dengannya jadi belum bisa menjawab dengan pasti."

"Kau serius?" Immanuel mengemas peralatan medisnya seraya mengangguk mantap berakhir bersitatap dengan si sepuh Kavandra.

"Benar, aku harus menyayanginya, tidak mungkin aku akan berbuat gila dengan merusak kondisi psikis maupun fisiknya." Tas besarnya Immanuel berikan pada bruder dan di terima baik oleh perawat lelaki itu untuk di bawa ke ruangan medis di mansion ini.

Dear Me [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang