Diam

99 11 0
                                        

"Mereka menginginkan cucu perempuan, bukan lelaki manja sepertiku bukan?"

Gevano sibuk menyecap rasa wine yang sangat candu baginya, jari tangan kanannya mengapit rokok yang tinggal sisa setengahnya.

"Aku yakin mereka punya alasan, sebelum itu buang dulu rokok itu Ano!! Kau baru sembuh dan sudah berniat sekarat lagi? Tidak ingat bagaimana kak Nuel menjaga kamarmu agar tetap steril tadi?"

"Diam El, aku hanya sedang menikmati suasana sedikit, selebihnya nanti aku akan menuruti semua perkataan mereka." Bayangan Elvano mendekap hangat tubuh Gevano, meski jiwa pemuda itu tidak dapat menyentuh segala benda nyata, tapi setidaknya arwah itu masih bisa menyentuh tubuh kembarannya.

"Mau menangis?"

"Tidak, hanya di peluk seperti ini saja sudah sangat nyaman, jangan dilepas dulu."

"Baik, tapi buang rokok itu, sekalian wine nya, tubuhmu belum sembuh total Ano."

Elvano terkekeh pelan, rokok sudah mati pun wine yang sengaja di tumpahkan pada lantai hingga warna merah keunguan terang itu mengotori ubin putih kamar Gevano.

"Katanya tidak ingin menangis tapi lihat, air matamu menetes. Jangan samakan aku dengan manusia lain yang ketika kau menangis di pundak air matamu akan di resap kain, diriku tidak memiliki raga jadi sorry ya sayang?" Gevano mengangguk sembari menyamankan letak kepalanya di pundak Elvano.

"Tidurlah, dan tunggu apa yang akan terjadi besok, kau butuh sedikit hukuman." Percuma, Gevano sudah terlelap dalam mimpinya. Perlahan Elvano mengangkat tubuh dengan pahatan sempurna itu ke atas ranjang, Elvano mengawasi tidurnya Gevano dalam diam, hanya duduk di tepi ranjang sesekali melirik infus yang hanya sisa setengahnya.

"Semoga tidak ada hal serius, asap rokok memang sangat menyebalkan!" Benar, Elvano mengawasi kembarannya karena kamar ini tak lagi steril udaranya, aroma asap rokok bercampur wine membuat siapa saja akan pening ketika menghirupnya.

~~~~~

"Ano!!" Gevano tersentak kaget, dirinya langsung terduduk mendapati tatapan tajam dari Immanuel dan Rean.

"Why? Ada apa kak?" Immanuel memejamkan mata frustasi, aroma nafas Gevano benar-benar khas aroma harum wine.

"Baju mu bau rokok." Gevano menunduk menciumi baju kedodoran berwarna hitam yang melekat di tubuhnya.

"Lihat itu." Gevano mengikuti arah tunjuk Rean, cairan wine merah pekat sudah mengering di atas ubin pun juga putung rokok dan abunya tercecer disana.

"Sudah ku bilang, kau perlu sedikit hukuman." Sialan, Gevano lupa membersihkannya.

"Memangnya kenapa kak?" Immanuel melepaskan infus dari tangannya tanpa bicara sepatah kata pun.

Perlahan tangan Gevano mengelus pipi Immanuel, senyumnya tampak dengan air mata yang perlahan menetes membasahi pipi nya.

"Maafin Ano ya? Ano cuma lagi pusing, Kakak jangan marah." Immanuel tetap tidak mau bersuara.

"Kakak, bagaimana jika suatu waktu Ano di bawa pergi dia?" Pergerakan Immanuel terhenti, lelaki itu beralih menatap Gevano dengan tatapan bertanya.

"Maksudmu?" Tangan Gevano di tepis kasar oleh Immanuel, lelaki itu menegakkan badannya menatap nyalang Gevano dari posisinya.

Sedangkan Gevano tersenyum tipis mendapat penolakan dari kakaknya.

Dear Me [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang