🖤 21. Berkah atau Malapetaka

34 13 8
                                    

[MENERJANG_BATAS]

Enjoyyy

🖤🖤🖤

***

Setelah mendapatkan kabar bahwa Javier tidak sadarkan diri, Johnny berlari sekencang mungkin menuju Klinik Mahasiswa.

Sebenarnya lelaki itu bisa menggunakan motor, lebih cepat sampai. Agaknya, kekhawatiran yang berlebihan membuat gerakannya refleks berlari.

Sampai di sana Johnny langsung menuju tempat informasi, mencari tau di mana kekasihnya berada.

Namun, panggilan dari Javier membuat percakapan Johnny dengan lelaki yang berjaga di meja informasi terhenti.

Lelaki tinggi itu mendekati Javier, kemudian memeluk gadis itu erat. Setelah kekhawatirannya sedikit lenyap, dia bertanya, "Kamu nggak apa-apa 'kan. Mana yang sakit, kenapa sakit nggak bilang Kakak?!"

Javier hanya diam, dia membiarkan Johnny melampiaskan kekhawatirannya lebih dahulu. Apalagi perkataan perawat tadi masih terngiang di pikirannya yang mana membuat ketakutan yang sempat dia rasakan muncul kembali.

"Kakak antar pulang."

Javier menurut, dia tidak punya tenaga untuk menolak. Sekarang yang dibutuhkan hanya cepat sampai rumah dan istirahat.

Setelah sampai parkiran, Johnny langsung membantu Javier naik. Tidak lupa memakaikan helmet yang sekarang selalu lelaki itu bawa untuk Javier.

Tidak menunggu lama motor melaju dengan gesit. Entah kenapa, air mata Javier turun saat tangannya memeluk pinggang sang kekasih. Tenggorokannya sakit karena menahan isakan tersebut.

[MENERJANG_BATAS]

Pukul 12 siang Mbak Nung waktunya beristirahat, biasanya dia pulang sebentar karena di rumah dia memiliki anak kecil. Nanti kembali lagi sekitar jam 4 sore untuk menyiapkan makan malam. Jika pun Javier mengajak makan di luar, biasanya Javian menghubungi Mbak Nung terlebih dahulu agar datang esok hari.

Kali ini pulangnya Javier bertepatan dengan wanita itu membuka pintu gerbang. Dia melihat anak majikannya bersama sang kekasih, tidak biasanya siang-siang sudah pulang.

Mbak Nung lekas membuka gerbang lebih lebar agar motor bisa masuk ke pekarangan rumah. Dia berjalan mendekati Javier, agaknya ada sesuatu yang tidak beres kala ingat jika sempat melihat wajah Javier pucat sebelum ke kampus.

"Neng Javier, Mas Johnny?"

Johnny membantu Javier turun dari motor perlahan. Melihat itu Mbak Nung yakin anak majikannya sedang sakit.

"Tolong, Mbak." Johnny kesulitan, dia berusaha menahan tubuh Javier juga motor besarnya.

"Ya Allah, Neng Javier pucat banget Mas!" kata Mbak Nung kaget. "Cepet Mas, bawa masuk."

Sigap, Johnny mengangkat tubuh Javier yang benar-benar tidak memiliki tenaga. Mbak Nung membuka akses masuk, kemudian menyuruh Johnny agar membawa Javier ke kamar.

Setelah membaringkan kekasihnya, Johnny membenarkan selimut. Mbak Nung mengikuti dengan sebaskom air hangat untuk mengompres badan Javier yang masih panas.

"Sebenarnya sejak mau berangkat saya lihat Mbak Javier mukanya sudah pucat, Mas Jo. Saat saya menawari makan, Neng Javier menolak kemudian saya bawakan bekal roti isi sama susu, apa sudah dimakan, Mas?" tanya Mbak Nung panjang sembari melihat Johnny mengganti kompersan sesekali.

"Saya nggak tau, coba dicek tasnya, Mbak."

Mbak Nung membuka tas selempang milik Javier, tampak kotak makan yang dia berikan tadi masih utuh. "Ternyata Neng Javier ndak makan roti yang saya berikan, Mas."

"Ini anak memang susah dibilangin," ungkap Johnny. "Kita bawa ke rumah sakit aja Mbak."

Javier mengambil kain kompersan yang ada di keningnya, mendengar rumah sakit gadis itu sangat enggan. "Nggak mau."

"Kenapa nggak mau, kamu pasti kurang cairan. Kenapa bekalnya nggak dimakan?" tanya Johnny menuntut.

Javier diam saja, kemudian Johnny meminta tolong Mbak Nung agar mengambil makanan untuk Javier.

"Kakak sudah bilang, jangan sampai telat makan. Apalagi musimnya begini, kamu mudah drop Vira." Johnny merapikan rambut yang menghalangi wajah gadis itu, kemudian melanjutkan perkataannya, "Kakak nggak suka kamu sakit begini, Kakak sedih lihatnya."

Dapat Javier lihat kedua mata coklat Johnny berkaca-kaca. Dia jadi berpikir, sebesar apa lelaki itu mencintainya?

"Akhir-akhir ini aku sering mual bahkan muntah, kepalaku pening, perut juga nyeri," ungkap Javier menatap mata Johnny serius. "Kakak tau itu tanda-tandanya apa?"

Johnny terdiam, dia masih mencerna apa yang Javier katakan. Mual, muntah dan kepala pening. Itu yang sering Nadira keluhkan saat ada si kembar di dalam perut ibunya itu.

Johnny meraup wajahnya, dia sekarang memahami keadaan ini. Keadaan yang sebagian orang senang jika kedua belah pihak memiliki ikatan yang sah, sedangkan mereka. Apakah bisa dikatakan berkah atau malapetaka.

"Aku hamil, tadi perawat di kampus memperkirakan begitu," kata Javier tenang, meskipun badannya bergetar, jantungnya berdebar cencang. "Katanya, aku disuruh ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut."

Mbak Nung terdiam dia samping pintu, wanita baya itu mendengar semua yang Javier katakan. Badannya lemas seketika, pikirannya melayang mengenai kemungkinan apa yang terjadi di antara mereka dan keluarga masing-masing.

[MENERJANG_BATAS]







Maaf, lagi mode EGP jadi jarang update.

Semoga masih ada yang nunggu Johnny-Javier, yaw.

Menerjang BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang