🖤 09. Perkara yang Masih Sama

67 31 14
                                    

[MENERJANG_BATAS]

Enjoyyy

🖤🖤🖤

***

"Mana temenmu, Dek. Katanya mau datang?" tanya Javian sembari meletakkan kopi di meja depan televisi. "Udah mau setengah 4, loh."

Javier tampak suntuk. Dia sudah siap dengan baju kasual, Johnny sendiri yang menyuruhnya memakai baju santai.

Kegiatannya sejak tadi pun hanya memerhatikan handphone, berharap lelaki bongsor itu lekas memberi kabar. Namun, sejak pesan sejam lalu yang mengatakan on the way, Johnny belum juga sampai.

Jujur saja Javier takut jika lelaki itu membatalkan rencana mereka, tetapi dia lebih takut jika Johnny berada dalam keadaan tidak baik.

"Apa nggak jadi, ya?" gumam Javier.

Javian menoleh, dia tersenyum mengejek. "Mas udah yakin jika lelaki seperti itu nggak ada yang bener. Buktinya, disuruh nemuin Mas aja udah mundur."

Javier tidak menyahut, tetapi dia lekas bangkit untuk naik ke lantai atas. Sepertinya gadis itu kecewa.

Entah kenapa, perasaannya lebih sensitif. Apakah dia salah, sikap dan perbuatan Johnny padanya menunjukkan rasa ketertarikan. Apa salah jika dia merespon baik, agaknya di sini dia yang tampak terlalu berharap.

Di sisi lain, Johnny menatap kedua adik kembarnya dengan datar saat Nadira mendandani mereka.

Mahen memasukkan kedua tangannya ke tas ransel untuk di gendong, begitu juga dengan Candra yang terlihat bahagia dengan susu pisang. Tentu saja, apa yang si kembar inginkan pasti terwujud, salah satunya menggangu sang kakak.

"Jangan menyusahkan Abang," kata Nadira.

"Kita kan mau jalan-jalan, jadi tidak susah, Bun." Mahen mengatakan dengan semangat.

Jadi ceritanya Johnny membolehkan Mahen dan Candra ikut ke rumah Javier. Bagaimanapun bujuk rayuan yang dia lontarkan tidak mempan sama sekali.

Terpaksa, daripada tidak jadi kencan. Itulah pikir Johnny. Dia membuka pintu belakang, lekas si kembar masuk sembari bernyanyi.

Mobil perlahan melaju. Kemudian Candra tampak berusaha membuka kaca, setelah berhasil tangan mungilnya melambai kepada Nadira dan Erlan.

"Dadah, Bunda ... Ayah, nanti Ecan bawain oleh-oleh."

[MENERJANG_BATAS]

Javier mendengar mobil berhenti di halaman, dia mengira itu ayahnya yang pulang dari acara undangan. Namun, mendengar ramai suara anak-anak, gadis itu lekas bangkit dan melihat dari jendela.

"Loh, Kak Johnny!?"

Di sisi lain, Johnny mencegah adik-adiknya turun. Namun, si cerdik Candra tahu bagaimana cara membuka pintu mobil.

Keduanya pun berlari saat melihat ada kolam ikan di sisi barat halaman, netra mereka berbinar sembari menunjuk ikan-ikan yang berenang di sana.

"Fish!" pekik Candra dengan tawa renyah.

Sedangkan Mahen bertepuk tangan, kemudian menunjuk ikan louhan yang berwarna merah. "Ikannya imut sekali, kenapa keningnya benjol, ya?"

Candra mengangguk. "Ikannya habis kepentok tembok!"

"Heh, kalian jangan keluar. Ayo, masuk mobil," kata Johnny sembari menggandeng kedua adiknya.

"Enggak mau! Ecan mau lihat ikan!"

Javier membuka pintu, dia lekas berlari kecil menghampiri Johnny. Dia heran siapa dua anak kecil yang dibawa lelaki itu.

"Kak?"

Johnny menoleh, begitupun si kembar.

"Hai, Vira."

Candra menatap Javier dengan senyum gigi susunya, tentu gadi itu gemas. Namun, perkataan Candra selanjutnya membuat dia menjadi salah tingkah.

"Pacal Abang!" sentak Candra. "Belalti Abang belbohong, katanya tadi mau kelja!"

Johnny hanya bisa mengalihkan pandangannya mendengar Candra terlalu jujur, sedangkan Javier tampak malu-malu.

Kehadiran mereka membuat Javian penasaran, dia ikut keluar dan menghampiri mereka. "Loh, Dek. Senior kamu ini duda dua anak?"

Johnny sempat kaget mendengar respon dan gelagat dari kakak Javier. Namun, bagi lelaki tinggi itu. Menghadapi orang seperti Javian haruslah dengan trik jitu, jangan mau kalah, minimal satu kosong untuk dirinya.

"Jangan sembarangan dong, Mas."

Javian tertawa renyah, sedangkan Johnny mengikuti jejak lelaki itu, yaitu tersenyum selebar dunia.

"Saya bukan duda, Mas. Saya ayah dua anak, dan ini ibu dari anak-anak saya." Johnny membebani bahu Javier dengan lengannya, kemudian melanjutkan perkataan yang belum selesai, "ngomong-ngomong, Mas Javian, pawangnya mana?"


[MENERJANG_BATAS]













Menurut kalian alur Menerjang Batas membosankan gak, sih, rek.
Maaf, ya, per partnya hanya 500-600 kata, tok. Kalau kepanjangan, takut kalian bosan🙄

Seperti biasa, janlup tekan vote dan tulis komen. Tengkyu.


Anggap saja itu ikan louhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anggap saja itu ikan louhan.
Foto dari pinterest.

Menerjang BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang