[MENERJANG_BATAS]
Enjoyyy
🖤🖤🖤
***
"Javier, maaf, ya, kali ini aku nggak bisa nebengin kamu, aku harus ke rumah Tante Sarah. Acara keluarganya ternyata sekarang," ungkap Maisya merasa bersalah.
Javier mengangguk disertai senyum santai. "Nggak apa-apa, aku bisa pesen ojek, kok. Kamu langsung ke rumah Tante Sarah?"
"Iya, soalnya yang lain udah pada kumpul tinggal nunggu aku. Duluan, ya."
Javier membalas lambai tangan Maisya, mereka berpisah di depan fakultas dengan sahabatnya itu pergi mengendarai motor.
Javier sebenarnya ingin naik motor seperti Maisya, tetapi ayahnya melarang karena takut terjadi apa-apa di jalan. Andai saja Javier memiliki motor, dia pasti tidak bingung saat pulang. Bisa ke mana-mana tanpa menunggu jemputan.
Perlahan dia berjalan meninggalkan fakultas, meskipun panas matahari masih terasa tidak membuat gadis itu tergopoh-gopoh.
Padahal ini bulan Desember yang mana biasanya hujan sudah mulai turun. Bagi Javier tidak masalah jika belum hujan, dia tidak ribet membawa payung dan basah-basahan. Belum nanti saat flu melanda, gadis itu gampang sekali sakit.
Javier mengingat kembali pembicaraannya dengan sang ayah semalam, katanya libur tahun baru Sadewa berusaha untuk kumpul bersama. Gadis itu menantikan saat-saat di mana sekeluarga menyalakan kembang api, meskipun tidak ada ibunya dia berusaha untuk bisa tersenyum.
Suara kelakson membuat Javier melambatkan jalannya, tampak lelaki bermotor hitam berhenti di samping gadis itu. Helm yang menutupi kepalanya membuat Javier tidak mengenal sosok tersebut.
Sampai lelaki itu membuka kaca helm, barulah Javier mengenalinya. Mata cokelatnya tampak tersenyum membuat gadis itu tertular.
"Vira," sapa Johnny. "Tumben sendiri, si Memey mana?"
"Udah pulang duluan, kak, ada urusan keluarga jadi aku sendiri."
"Sayang banget, sih, cantik-cantik sendirian, mana panas lagi," ungkap Johnny kemudian terkekeh mendengar perkataannya sendiri, dasar mulut buaya batinnya bersuara. "Ayo, naik."
"Mau ke mana, Kak?"
"Pulanglah, dah sore. Kamu mau nginep di sini?"
Javier menggeleng, dia tampak sungkan untuk menerima ajakan Johnny. "Nggak usah, Kak, aku naik ojek aja."
"Halah, ayo sama aku ae. Anggep aja naik ojek," sahut Johnny memaksa. "Kapan lagi 'kan naik ojek dapat driver ganteng."
Johnny menyerahkan helm bergambar spiderman ke arah Javier, dengan senyuman gadis itu menerimanya.
[MENERJANG_BATAS]
"Awas panas," sahut Johnny saat Javier menggigit sosis bakar.
Gadis yang rambutnya sudah tergelung itu hanya terkekeh, sosisnya memang masih panas. Kepulan asapnya pun tampak samar, hanya saja Javier sudah tidak sabar untuk mencicipinya.
Biarlah kali ini dia jajan sepuas hati, berat badannya sudah berhasil turun 4 kilo terakhir menimbang.
Sebelum pulang Johnny menawari Javier untuk berputar-putar di kawasan Lentera, berada di sana sangat disayangkan jika tidak kulineran. Ini sudah stan kedua setelah mereka makan telur gulung.
"Enak?"
Javier mengangguk. "Enak, aku biasanya buat di rumah sih, Kak. Semenjak berat badanku naik, aku berhenti makan."
"Kamu diet?"
"Ya."
"Badan udah bagus begini masih diet, memangnya mau sekecil apa lagi, Vir?" sahut Johnny heran.
Javier cemberut, ekspresi yang jarang sekali dia perlihatkan. "Ini sih, udah turun 4 kilo, kemarin Masku aja bilang pipiku tembam."
"Kamu punya saudara?"
"Iya, cowok."
Johnny mengangguk tampak semangat. "Oh, yang di supermarket itu?!"
"Heem."
"Aku kira dia pacarmu, sekilas kalian nggak mirip," ungkap Johnny, dalam hati dia merasa bersyukur.
"Semua mengatakan aku sama Mas Javian nggak mirip, tapi memang nggak mirip, sih. Dia ganteng, aku cantik, bener nggak, Kak?"
Mereka berdua terkekeh, Johnny membetulkan perkataan Javier. "Ya, kamu memang cantik. Jadi, boleh bagi nomor whatsapp, 'kan."
Burung-burung yang berterbangan riang tampak menyambut senja di ufuk barat, deru motor, juga sahut-menyahut pedagang kaki lima membuat suasana ramai.
Dalam hati Johnny meyakini bahwa ini senja paling indah dari sebelum-sebelumnya. Adanya Javier membuat kesenangan tersendiri, lelaki itu tahu perasaan suka begitu cepat muncul di hatinya. Johnny menyadari rasa itu.
Namun, berbeda dengan Javier. Gadis itu tampak gugup, dia terus menatap Johnny yang duduk di sampingnya. Mereka ada di trotoar, masih di kawasan Lentera yang semakin ramai pengunjung.
Johnny menoleh, tatapan mereka bertemu. Senyum tulus tampak di matanya, entah sejak kapan Javier suka senyuman itu.
"Kak Johnny," panggil Javier.
"Ya?"
"Nggak ada yang marah, 'kan, Kakak di sini sama aku?"
Johnny terkekeh. "Memangnya siapa yang berani marah-marah?"
"Pacar Kak Johnny."
"Aku punya pacar," sahut Johnny serius, dia memerhatikan perubahan raut Javier. "Kalau kamu mau nerima aku jadi pacarmu, Javiera."
[MENERJANG_BATAS]
Ini kejadian siang hari tadi, Johnny iseng berjalan melewati kelas Javier, beruntung kelas itu baru bubar. Dia melihat gadis itu sedang berbincang dengan sahabatnya.
"Mei, aku nebeng, ya."
"Nebeng?"
"Iya, Mas Javian nggak bisa jemput, dia lembur, Mei."
"Javier, maaf, ya, kali ini aku nggak bisa nebengin kamu, aku harus ke rumah Tante Sarah."
Mendengar pembicaraan mereka, Johnny dengan cepat menemui Prastio. Seingat dia, temannya itu selalu membawa helm dua. Bolehlah, ya, pinjam sebentar untuk jadi ojek dadakan.
"Kalau ndak mau, ya, sudah to, Jo."
Johnny menghela napas, dia melirik tajam Prastio yang bisa-bisanya memberi tarif untuk meminjam helm.
"Bagaimana, jadi ndak?"
Johnny terpaksa memberikan selembar uang biru kepada lelaki itu. "Nih, dasar mata duitan."
"Loh, ya. Kalau ada kesempatan ndak bisa nolak, to, Bos!"
Johnny segera membawa helm bergambar spiderman ke parkiran, dia harus bergerak cepat takut Javier pergi duluan.
[MENERJANG_BATAS]
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya, teman-temanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menerjang Batas
Fiksi PenggemarMENERJANG BATAS *** Cinta itu bagaimana, sih, sebenarnya? Suatu kejadian yang tak disengaja membuat Javiera dan Johnny menjadi dekat, mereka merasa nyaman dan akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan. Hingga ada batasan yang tanpa sadar mereka...