[MENERJANG_BATAS]Enjoyyy
🖤🖤🖤
***
"Hati-hati, Kak!"
Johnny melambai, tidak lupa membunyikan klakson beberapa kali sebelum pergi. Javier masih menatap punggung kukuh itu, meskipun sudah tidak terlihat lagi. Sayangnya, sosok Johnny masih terasa dekat.
Di rumah sebesar ini Javier sendirian. Lampu otomatis menyala saat hari mulai gelap. Jevian sempat mengatakan lembur, sedangkan Sadewa dua bulan ini mengurus cabang pabrik di luar kota.
Bagi yang melihat Javier pasti mengatakan dia gadis yang beruntung. Hidup sangat cukup, memiliki ayah dan kakak yang mencintainya. Sahabat yang setia, apa pun Javier dapatkan.
Namun, bagi mereka yang melihat enak. Belum tentu Javier merasakan kebahagiaan itu, semenjak ibunya tiada kahampaan terasa sangat kuat.
Javier rindu, sangat rindu yang mana jika tidak diutarakan rasanya sesak di dada. Dia butuh seseorang yang bisa merengkuhnya, tidak hanya ada dalam duka, juga ada dalam tawa.
Itu Javier rasakan setelah adanya Johnny.
Akhir-akhir ini pikirannya tertuju pada lelaki itu, meskipun intensitas bertemu tidak setiap hari. Namun, itu cukup membekas di ingatan Javier.Deru mobil berhenti di halaman, Javier yang rebahan di ruang tengah sembari menonton televisi pun langsung bangkit.
Itu suara mobil ayahnya, dia sangat yakin. Secepat mungkin gadis itu berlari keluar, tampak lelaki baya baru saja menutup pintu mobil. Tahu jika sang putri ada di ambang pintu, tetapi dia pura-pura tidak melihat.
"Pa!"
Javier sudah ada dalam rengkuhan sosok ayah, senyum terus mengembang hinga isak pelan terdengar.
"Kok nangis?"
Javier semakin sesenggukan. "Habisnya, Papa lama banget nggak pulang."
"Bang Toyib, dong, nggak pulang-pulang. Apa, Ayu Ningnong saja, alamat palsu."
"Ih, nyebelin banget, sih!"
Tawa sosok ayah menggema di pendengaran Javier, dia sangat senang Sadewa menepati janji jika tahun baru berkumpul bersama.
Mereka masuk dengan gadis itu yang membawa satu tas oleh-oleh, meskipun dia tidak memesan apa-apa. Sadewa tahu bahwa oleh-oleh selalu dinantikan sang putri.
[MENERJANG_BATAS]
Celotehan Javier membuat Javian malas, jika sudah ada sang ayah bisa dipastikan gadis itu terus mengoceh. Meskipun tidak ada ayahnya masih mengoceh, sih, tetapi ini beda. Seperti ada, manja-manjannya.
Lihat saja, sebesar gaban masih saja duduk dipangkuan.
"Apa lihat-lihat!"
Javian berdecih. "Kayak nggak sadar dirinya karung beras kali, Pah."
"Wong, Papa nggak masalah, kok!" sahut Javier sinis. "Iya, kan, Papa."
"Enggak, Papa nggak masalah, kok, masih kuat gendong karung beras," sahut Sadewa terkekeh.
Tentu Javier cemberut, dia kesal saat ayah dan kakaknya terus mengejek dirinya. Padahal kata Johnny, badannya sudah bagus jadi nggak perlu diet lagi.
Nah, Johnny lagi.
Apa sekarang apa-apa Johnny harus disebut, ya.
"Mau ke mana tahun baru besok?"
Javier tersenyum, kemudian lekas menjawab, "Pantai!"
"Cih, pantai. Nggak asyik banget!"
"Idih, situ aja yang nggak bisa menikmati suasana," sahut Javier, dia menatap ayahnya dari bawah. Sekarang, dia rebahan berbantal paha Sadewa.
"Mas, mau ke mana emangnya?"
Jevian yang ditanya hanya mengedikkan bahu. "Javian sih, bisa liburan sendiri, Pah. Mending ajak karung beras ke pantai, nanti ngambek-"
"Aduh, dek. Kenapa lempar-lempar, sih!"
Javier hanya memutar matanya, dia baru saja melempar bantal sofa dan tepat mengenai kepala javian. Gadis itu kesal, sejak tadi kakaknya memanggil dirinya karung beras.
Ya, begitulah. Jika berdua di rumah, mereka selalu akrab dan nempel satu sama lain. Berbeda jika ada Sadewa, selalu ada yang diperebutkan.
"Oke, libur tahun baru kita ke pantai. Jevian juga ikut," kata Sadewa membuat Javier senang.
"Nggak jadi!" sentak Javier sambil meringis membuat dua laki-laki di sana heran.
"Kenapa, nggak jadi?"
"Gitu aja ngambek."
"Nggak ngambek, ya, besok seperti biasa aja, Pa. Sate-satean, aja."
Sadewa tersenyum sambil mengusap rambut putrinya. "Ya, udah, sesenang adek aja."
Jevian memutar mata malas, sedangkan Javier tersenyum bangga.
[MENERJANG_BATAS]
Setelah membersihkan diri sebelum tidur, Javier segera menghempaskan badannya ke kasur. Bersama dengan itu ponselnya berbunyi, tampak pesan dari nomor baru.+62812127××××
| Vira
| Nggak lupa sama aku, 'kanJavier tersenyum, tidak mungkin dia lupa siapa yang memanggilnya Vira. Tentu saja Johnny, dia lelaki berbeda.
| Maaf, siapa?
Javier sengaja membalas seperti itu, ingin tahu bagaimana respon Johnny. Hanya butuh waktu beberapa detik, pesan kembali terbalas. Kali ini dengan nama tercantum di sana.
Kak Jo
| Sedih banget, dilupain sama calon istri.
Javier tersenyum salah tingkah, dia bahkan bergulung-gulung di ranjang setelah membaca balasan Johnny.
"Kak Johnny ini serius apa cuma baperin aku, sih," gumam Javier ragu-ragu.
Dia tidak membalas pesan tersebut, tadi dia hanya membaca di pop up saja jadi tidak masalah jika tidak dibalas. Namun, lima menit kemudian pesan lainnya muncul.
Kak Jo
| Minggu ada acara nggak, Vir?
| Aku mau ajak kamu ke suatu tempat, ada sesuatu yang mau aku tunjukin.Setelah membaca pesan ajakan dari Johnny, Javier jadi tidak bisa tidur. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya gadis itu merasakan cinta. Apa sudah bisa dikatakan cinta?
[MENERJANG_BATAS]
Selamat membaca, teman-temanku yang berbahagia. Jangan lupa berikan tanggapan kalian berupa vote dan komen, caw!
Terima kasih🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Menerjang Batas
Fiksi PenggemarMENERJANG BATAS *** Cinta itu bagaimana, sih, sebenarnya? Suatu kejadian yang tak disengaja membuat Javiera dan Johnny menjadi dekat, mereka merasa nyaman dan akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan. Hingga ada batasan yang tanpa sadar mereka...