🖤24. Perkara Perasaan

23 5 4
                                    

[MENERJANG_BATAS]

Enjoyyy

🖤🖤🖤

***

Natasya melamun, dia kepikiran dengan status Johnny yang memiliki kekasih. Dalam hati ada sesuatu yang memberontak, mengutarakan jika takdir kenapa begitu menyakitkan.

Dirinya menyukai Johnny sejak lama, hampir 4 tahun dia menyimpan perasaan itu sendirian. Penyesalan tiba-tiba datang, jika saja dia berani mengungkapkan perasaannya pasti keadaan tidak seperti ini.

Handphonenya sejak semalam terus berdering, orang yang menghubungi tetap sama. Siapa lagi kalau bukan Aditian, duda satu anak yang dijodohkan dengan dirinya.

Natasya benci hidupnya sekarang, dia dipaksa menikah dengan lelaki yang tidak dicintai. Sebentar lagi dirinya akan lulus kuliah, tanggal pernikahan pun telah ditentukan.

Apa bisa dia melarikan diri?

"Apa Johnny bisa membantu, ya, bagaimana responnya kalau aku suka sama dia?"

Tanpa Natasya sadari, Dimas berdiri di belakangnya. Lelaki itu menatap punggung sempit gadis itu dengan datar.

"Kenapa, lo?"

"Ha-eh, gak ada apa-apa." Natasya menggeleng ribut, kemudian cepat-cepat bangkit ketika melihat Johnny mendekat.

"Kaget gitu, lo, pas gua dateng."

Natasya tidak mengubris perkataan Dimas, dia lebih memilih memerhatikan Johnny sembari tersenyum manis.

"Dim," panggil lelaki itu, menepuk bahu Dimas, kemudian menatap Natasya sekilas. "Ayo, sekarang aja."

"Kalian mau ke mana?"

"Ini, si Dimas, masih ada yang belum beres," jawab Johnny. "Lo, ngapain di sini. Bukannya udah dapet jadwal sidang?"

Natasya mengangguk. "Lagi nunggu Niken bimbingan."

"Oh, gitu."

"Udah ayo, katanya habis ini lo mau ke rumah Javier. Jangan lupa bawa makanan sehat, dia sakit pasti gara-gara lo ajak main hujan-hujan 'kan, dasar bucin."

Johnny mengernyit, sedangkan raut Natasya langsung berubah. Senyum perlahan menipis setelah mendengar Dimas bicara begitu.

Egonya tiba saja memberontak, dalam hati dia berteriak, "Javier  terus, sih, Jo. Apa kamu gak sadar, aku juga cinta sama kamu!"

[MENERJANG_BATAS]


Javier baru saja membersihkan diri, dia memerhatikan perutnya yang mulai membuncit. Rasanya sedikit keras ketika dia menyentuhnya.

Jadi begini rasanya mengandung?

Tiba-tiba gadis itu berpikir, berapa kira-kira usia kehamilannya. Ingin sekali memeriksakan diri, tetapi sadar jika statusnya belum menikah membuatnya menjadi ragu.

Memikirkan masalah ini membuat kepala semakin pening, dia terpaksa menerima keputusan Johnny untuk menyembunyikan kehamilannya sementara. Selagi lelaki itu mencari waktu yang tepat untuk mengatakan kepada kedua orang tuannya, termasuk Sadewa dan Javian.

"Dek?"

Javier langsung membenarkan letak baju handuknya, lalu segera membuka pintu.

"Kenapa, Mas?"

"Ada Johnny di bawah," jawab Javian. "Kaget, gitu, kenapa?"

"Ah, gak apa-apa. Bentar, Javier ganti dulu."

Setelah kakaknya pergi, Javier segera berganti pakaian. Jantungnya kembali berdebar, penasaran dengan kedatangan sang kekasih.

Dapat Javier lihat, di ruang tamu Johnny berbincang dengan Sadewa. Tawa renyah ayahnya terdengar ketika membahas soal adik kembar sang kekasih.

"Ajak Candra sama Mahen ke sini biar tambah rame, lama gak ketemu Om kangen sama mereka," kata Sadewa.

"Mereka nyebelin, Om, kenapa dikangenin," sahut Johnny terkekeh.

Lelaki itu sadar dengan kedatangan Javier, wajahnya masih tampak pucat membuat dia merasa benar-benar bersalah.

"Vira," panggilnya.

Javier mendekat, kemudian duduk di samping Johnny. Dia tersenyum kemudian menatap ayahnya yang berdiri. "Papa mau ke mana?"

"Papa mau ke kantor sama Masmu, nanti Mbak Nung biar di sini menemani," jelas Sadewa, kemudian menatap Johnny. "Om tinggal, ya."

"Iya, Om."

Javier memerhatikan Sadewa dan Javian keluar rumah, kemudian menatap Johnny ketika merasakan dingin di pipinya.

"Dingin banget tangannya."

"Badan kamu yang masih anget," sahut Johnny. "Maaf, ya."

"Kenapa?"

"Maaf kamu harus nangung beban berat karena aku," ungkap lelaki itu.

Javier menggeleng. "Kakak jangan takut, kita hadapi sama-sama."

"Kamu mau nunggu 'kan?"

"Iya."

Johnny tersenyum, menggenggam tangan Javier erat. "Kemarin aku sempat tanya Ayah, bagaimana kalau aku menikah."

"Terus, apa kata Om Erlan?"

"Ayah bilang gak masalah, terpenting siap lahir-batin."

Javier menunduk, dia menatap kedua tangannya yang terlingkupi oleh tangan besar Johnny. "Memangnya, Kakak udah siap?"

Johnny menatap Javier dalam, menyelam ke netra gelam gadis itu. Tentu saja tanpa ragu dia mengangguk mantap.

"Siaplah, kamu sendiri siap gak, nikah sama aku?"

Hening beberapa saat, hingga Javier mengatakan sesuatu yang membuat Johnny terdiam.

"Bentar, Kakak mau menikah sama aku karena cinta atau gara-gara aku hamil?" Javier memerhatikan raut wajah Johnny.

"Kenapa tanya gitu, kamu pasti tau jawabanya tanpa aku perjelas."

"Tapi aku pengen denger langsung."

Johnny tersenyum. "Aku cinta sama kamu, dan juga ...."

Kening Javier berkerut, dia merasa aneh ketika Johnny menggantung perkataannya. "Dan siapa, jangan bilang Kakak suka sama cewek lain?"

"Ngawur kamu," kata Johnny mencubit hidung wanita itu, terus beralih ke perut Javier. "Tentu saja sama anak aku."

Javier diam, tapi hatinya cukup berbunga. Namun, masih ada satu yang membuat dia penasaran. "Oh, iya. Beberapa hari lalu kakak di luar, 'kan pas hujan malam-malam. Kakak keluar sama siapa memangnya, pas aku telpon kakak itu, loh?"

[MENERJANG_BATAS]











Setelah sekian hari, akhirnya aku balik lagi.

Gak tau, masih ada yg nunggu cerita JJ Johnny-Javier gak, ya😄

Pede banged punya viewers banyak😂

Ramaikan, ya teman-teman.

Makasih😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menerjang BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang