BAB 7

50 3 0
                                    

Suasana hati Kevin tampaknya sudah kembali seperti sedia kala. Senyum dan canda yang menghiasi wajah tampan itu membuat Molly lebih bersemangat. Ia pun berusaha mengesampingkan sejenak masalah penyelidikan dan rencananya untuk berbicara dengan Cliff.

Senyum hangat terus menghiasi wajah Molly yang merona ceria saat melayani para pelanggan. Tempat itu pun semakin dipenuhi oleh pengunjung seiring berjalannya waktu. Dua pria misterius yang duduk sedari tadi di salah satu meja di dekat pintu, tampaknya belum berniat untuk meninggalkan kafe. Namun, ramainya pengunjung kafe membuat Molly tak menyadari bahwa akan ada hal buruk yang menimpanya di kemudian hari.

Tepat pukul 17.00, pintu kafe pun terbuka. Molly, yang baru saja meletakkan kopi di salah satu meja yang berada tak jauh dari pintu masuk, segera berbalik dan berniat kembali ke meja bar. Namun, kemunculan seorang pria bertubuh tinggi dan tegap yang begitu tiba-tiba, membuat Molly terkejut bukan main.

Ia hampir saja menabrak pria itu. Namun, saat berusaha menghindar, kaki Molly yang tidak memijak dengan benar, membuatnya hampir terjatuh menimpa meja pelanggan. Dengan cekatan, tangan kekar dan kuat itu melingkar di pinggang Molly dan menangkapnya dalam satu tarikan.

Sedetik kemudian, Molly sudah berada dalam dekapan hangat si pria berwajah kaku dan dingin bak vampir. Pria yang membuatnya takut setengah mati. Dan sialnya, pria itu sedang menatapnya tajam sambil mengerut kesal diiringi gemeretak gigi yang kuat hingga terdengar jelas di telinga Molly. Cliff.

"M-maafkan ... sa—"

Permintaan maaf Molly terhenti begitu saja karena Cliff segera melepaskan pelukan, seakan-akan dirinya merupakan wabah penyakit yang harus dijauhi. Tanpa bicara sedikit pun, Cliff melangkah menjauh darinya. Cliff tidak menoleh ataupun melirik pada Molly. Bahkan, pria itu tampak tak peduli dengan beberapa pasang mata yang menyaksikan kejadian tadi.

Rona merah mewarnai wajah Molly. Rasa malu pun menyergapnya hingga ia berharap tenggelam di telan Bumi dan tak berniat untuk muncul kembali. Molly langsung tertunduk malu. Ia bisa merasakan tatapan penasaran yang tertuju padanya. Akhirnya, ia memutuskan untuk beranjak dari sana, lalu melangkah menuju pintu dapur, berniat menenangkan dirinya di ruang karyawan. Kevin, yang memperhatikan kejadian tersebut, segera menghampiri Molly.

"What are you doing here?" tanya Kevin dengan raut bingung saat muncul dari balik pintu.

"Sembunyi," jawab Molly jujur dan cepat.

"Karena?" tanya Kevin menuntut penjelasan.

"Takut," jawab Molly singkat, "can you see?"

Molly mengangkat kedua tangannya yang gemetar hebat akibat perpaduan sempurna dari rasa takut dan malu. Kevin menghela napas lelah menanggapi jawaban Molly. Pria itu menghampirinya, lalu berdiri tepat di hadapan Molly yang duduk di kursi panjang seraya bersandar di dinding.

"Kamu harus segera masuk, Ly. Aku sudah memberitahu para pramusaji yang lain bahwa Cliff hanya boleh dilayani olehmu. Jadi, jangan buat dia menunggu. Hal itu bisa berakibat buruk terhadap nama baik kafe, Ly," tegur Kevin seraya melipat tangan di depan dada.

"Oh, ayolah, Kev! Yang benar saja! Kamu tahu aku bisa mati berdiri kalau masih harus melayaninya sekarang. Apa kamu tidak lihat bagaimana reaksinya tadi?" keluh Molly sambil memasang raut memelas, berharap sahabatnya itu mau mengerti kondisinya.

"Kamu harus berani, Ly!" bujuk Kevin seraya melunakkan nada bicaranya, "setidaknya kamu bisa menggunakan kesempatan ini untuk melatih keberanianmu."

Molly tahu, Kevin bermaksud baik dengan menyuruhnya seperti itu. Namun di sisi lain, Molly sadar sebesar apa keberanian dalam dirinya. Berbicara dengan Cliff setelah kejadian tadi, sama saja menawarkan diri secara sukarela untuk masuk ke dalam mulut buaya. Molly tertunduk, berusaha menenangkan diri seraya menghapus rona merah di wajahnya.

Can I Trust You? (21+) - The "C" Series No. 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang