BAB 3

147 5 0
                                    

Beberapa menit sebelum jarum panjang menyentuh pukul 12.00, Molly dan Kevin tiba di kafe, lalu mengisi absen harian mereka di mesin sidik jari yang berada tepat di samping pintu masuk khusus karyawan. Mereka pun segera menuju ruang karyawan bersamaan dengan beberapa pekerja kafe yang sedang mengambil jam istirahat.

Molly meletakkan tas dan sweater rajut hitam kebangsaannya di lemari loker karyawan, lalu mengeluarkan apron berwarna cokelat muda serta name tag-nya. Setelah merapikan riasan wajah yang tidak seberapa, Molly menyematkan name tag di kantong seragam, lalu menyemprotkan parfum di titik-titik tertentu. Ia pun segera mengunci loker, kemudian mengubah nada dering ponsel ke mode getar sebelum memasukkannya ke saku celana.

Kevin, yang sedang berbicara dengan salah seorang pramusaji berparas cantik, langsung menghentikan percakapan saat Molly menepuk pundak pria itu. Hampir tiga tahun lamanya ia bekerja di kafe ini, dan semua itu berkat bantuan Kevin. Ia sudah menganggap Kevin layaknya kakak yang selalu melindungi dirinya.

Pria itu memang sangat baik dan begitu perhatian pada Molly, bahkan sesekali berkunjung ke unitnya hanya untuk makan malam jika mama mengundang. Itulah yang membuat Cindy, kekasih Kevin, terkadang menaruh cemburu pada mereka berdua.

"Sekarang, kasih tahu aku bagaimana caranya?" tuntut Molly cepat saat mereka keluar dari ruang karyawan dan berjalan menuju ruang dapur.

"Take it easy, Ly," balas Kevin tenang, "dia biasanya datang jam lima sore."

"Dia? Maksudmu?" tanya Molly dengan raut bingung sembari mengikat apron di pinggangnya.

"Pokoknya tunggu saja. Kalau dia sudah datang, aku pasti memberitahumu," jawab Kevin seraya menyematkan pulpen di saku kemeja seragam.

Molly tidak berusaha untuk bertanya lebih lanjut dan menekan sejenak rasa ingin tahunya yang begitu besar. Akhirnya, mereka berdua memasuki ruang utama kafe. Molly langsung mengambil daftar menu yang diletakkan di meja khusus, sementara Kevin menghampiri salah seorang kasir dan berbincang sejenak.

Siang ini kafe tampak ramai seperti biasa. Terlihat sekumpulan orang yang sedang berbincang di meja berbentuk persegi. Seperti biasa, kebanyakan dari mereka melakukan pertemuan ringan di kafe dengan para relasi sembari makan siang dan menikmati kopi. Molly pun segera melakukan tugasnya seperti biasa. Mengambil pesanan minuman dari meja bar, mencatat pesanan tamu, dan mengantarkan makan siang yang sudah disiapkan oleh koki andalan kafe untuk disajikan di meja tamu.

Waktu berlalu sangat cepat hari ini, bahkan tamu yang datang silih berganti memenuhi kafe membuat pikiran Molly sedikit teralihkan dari masalah yang sedang ia alami. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 17.00, dan tepat di saat itu pula Kevin menepuk pundak Molly yang sedang berdiri di samping meja bar, menunggu pesanan pelanggannya yang sedang disiapkan oleh barista kafe. Molly menoleh dan menatap Kevin yang langsung melemparkan pandangan ke arah pintu.

"Itu dia," ucap Kevin singkat.

Molly mengikuti arah pandang Kevin dan menemukan seorang pria bertubuh tinggi dengan penampilan yang sangat rapi. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam dengan kemeja hitam doff di baliknya. Dasi hitam bercorak garis tipis merah, melingkar sempurna di balik kerah kemejanya.

Rambut yang disisir rapi, menghiasi wajah tampan yang memiliki rahang tegas dengan janggut tercukur sempurna. Alis mata tebal dan tegas, membingkai tatapan tajam yang mampu mengintimidasi siapa pun. Bibir tipis dan terkatup rapat, yang tampaknya sulit untuk tersenyum, memperkuat aura mengancam yang terasa begitu jelas saat pria itu melangkah masuk melewati pintu kafe.

Molly terus memperhatikan saat pria itu melangkah melewati beberapa meja yang sudah dipenuhi oleh para penikmat kopi. Pria itu pun memilih kursi yang terletak di paling ujung ruang kafe. Sebuah kursi yang berada di sudut tersembunyi, yang seolah menandakan bahwa pria itu berusaha menjauh dari keramaian.

Can I Trust You? (21+) - The "C" Series No. 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang